Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Transaksi Perdagangan dan Jasa Tertinggi Kecamatan Genteng, Terkecil Licin

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

transaksiKekayaan alam Banyuwangi sangat melimpah. Potensi pertanian, perkebunan, kelautan, peternakan, pariwisata, dan pertambangan. Kekayaan Banyuwangi itu harus dikelola secara berkelanjutan (sustainable). Agar  idak hanya memberi manfaat bagi peningkatan PDRB, PAD dan kesejahteraan masyarakat saat ini, tetapi juga memberikan manfaat pula bagi generasi yang akan datang.

Berikut hasil penelitian ‘Mapping sentra komoditas unggulan untuk pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi di kabupaten Banyuwangi’ yang dilakukan tim peneliti Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam (STAIDA) Blok Agung, Kecamatan Tegalsari. MEADOWS dan Meadows (dalam Ratnaningsih, M., dkk., 2009) mengingatkan bahwa sumber daya alam jika tidak dikelola secara  berkelanjutan akan terkuras habis, lingkungan menjadi rusak serta menjadi batas pertumbuhan ekonomi.

Suparmoko (2006) menjelaskan bahwa berkelanjutan antara lain berarti eksploitasi sumber daya alam dan mencemari lingkungan, menginvestasikan kembali dalam bentuk sumber daya alam yang dapat diperbarui (SDA), atau pada sumber daya capital buatan manusia (produced asset) atau pun pada sumber daya manusia (SDM). Uraian tersebut memberikan pesan bahwa pertumbuhan ekonomi Banyuwangi tahun 2011 yang mencapai 7,02 persen dan meningkat pada posisi 7,15 persen pada tahun 2012, masih mempunyai peluang besar untuk terus meningkat.

Dengan syarat pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara berkelanjutan. Produksi padi sawah dan ladang tahun 2011 sebesar 852.536 ton (dalam bentuk gabah kering giling) mengalami kenaikan sebesar 10,95 persen dibanding tahun 2010. Produksi padi pada tiga tahun terakhir menunjukkan pola yang meningkat. Tahun 2008 sebesar 752.526 ton, tahun 2009 sebesar 768.339 ton (naik 2,1%), dan tahun 2010 sebesar 852.536 ton (naik 10,95%) (BDA, 2011). Pada tahuntahun mendatang, produksi padi dan komoditas unggulan Banyuwangi lainnya diproyeksikan masih akan terus meningkat. Komoditas unggulan tersebar di seluruh wilayah Banyuwangi.

Atas dukungan Pemkab Banyuwangi, tim peneliti STAIDA Blok Agung berupaya mengungkap sumber daya alam yang bervariasi antar kecamatan di Banyuwangi, serta permasalahan yang terjadi di setiap kecamatan, adanya ketimpangan antar kecamatan yang terjadi sehingga upaya yang dapat dilakukan dengan mengoptimalkan sumber daya alam yang ada menjadi komoditas potensial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasar analisis Tipologi Klassen, sektor unggulan di Banyuwangi dibagi dalam 4 kategori, 1) Sektor maju dan tumbuh pesat (sektor prima) yaitu Sektor Pertanian (termasuk di dalamnya peternakan, perikanan kelautan, perkebunan, dan kehutanan), sektor inilah yang sebaiknya mendapatkan prioritas utama untuk dikembangkan; 2) sektor maju tapi tertekan (Sektor Potensial) adalah sektor Pertambangan dan Penggalian, dan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa perusahaan; 3) Sektor Berkembang adalah sektor Kontruksi dan Listrik, gas, dan air bersih; 4) Sektor tertinggal adalah Industri Pengolahan, Perdagangan,  Hotel, dan Restoran, Pengangkutandan Komunikasi, dan Jasa-jasa. Selanjutnya, berdasar analisis Location Quotient (LQ), Sektor unggulan Banyuwangi yaitu sektor yang memiliki nilai LQ>1 yang terdiri dari 1) Sektor Pertanian (nilai LQ sebesar 2,80); 2) Sektor Pertambangan dan penggalian (nilai LQ sebesar 2,12); dan 3) Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (nilai LQ sebesar 1,23).

Sektor pertanian merupakan  sektor yang berperan besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi, terlihat dari kontribusinya yang dominan (LQ>1) terhadap Produk Domestik Regional Bruto. Sektor unggulan mempunyai nlai LQ>1 berarti bahwa penduduk di Kabupaten Banyuwangi dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan bahkan sudah mampu mengekspor atau mengirim ke luar Banyuwangi (surplus). Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 46.3 pada kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi.

Hasil analisis ini selaras dengan fakta bahwa Banyuwangi memiliki andil besar dalam menopang ketahanan pangan nasional. Kondisi geografi s Banyuwangi yang subur, berpotensi besar bagi peningkatan produksi tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, dan kehutanan. Hampir sepanjang 175 km garis pantai yang ada, merupakan daerah potensi perikanan laut dan biota yang lain yang masih belum dikelola secara optimal. Hasil analisis Location Quotient (LQ) PDRB Kecamatan Tahun 2009-2010 dan mengacu pada nilai PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 dan 2010 menunjukkan sektor potensial di Kecamatan Wongsorejo adalah sektor pertanian pada sub sektor tanaman perkebunan, sedangkan Kecamatan Banyuwangi memberikan kontribusi kecil pada sektor Pertanian.

Sektor potensial di Kecamatan Licin adalah sektor  Pertambangan dan Penggalian, karena mengingat bahwa kecamatan tersebut memiliki kawasan pertambangan belerang. Sub sektor Listrik dan Air bersih banyak dipergunakan oleh masyarakat Kecamatan Banyuwangi, mengingat daerah tersebut padat penduduk  dan berada di kawasan perkotaan. Kecamatan yang melakukan transaksi perdagangan yang paling tinggi secara data berada di Kecamatan Genteng. Kebalikannya adalah Kecamatan Licin yang memiliki nilai yang rendah pada sektor tersebut. Kecamatan Kalipuro memiliki nilai kontribusi besar pada sub sektor pengangkutan laut karena mengingat satusatunya pelabuhan besar yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Bali berada di Desa Ketapang  di Kecamatan tersebut.

Kecamatan Genteng memiliki kontribusi yang tinggi pada sektor jasa-jasa dan kebalikannya adalah Kecamatan Wongsorejo paling kecil. Hasil analisis disparitas ekonomi dengan menggunakan indeks ketimpangan Williamson menunjukkan Kecamatan Muncar memiliki nilai ketimpangan yang tinggi yaitu 0.349 tahun 2009 dan meningkat Tahun 2010 yaitu 0.359. Kemudian Kecamatan Wongsorejo sebesar 0.253 pada Tahun 2009 dan meningkat menjadi 0.255 Tahun 2010. Diikuti Kecamatan Kalipuro 0,186 pada Tahun 2009 dan meningkat 0.187 pada Tahun 2010.

Hasil analisis PDRB Kecamatan Tahun 2009 dan 2010 menggunakan indeks entropi theil menunjukkan bahwa kecamatan yang memiliki disparitas yang paling tinggi adalah Kecamatan Wongsorejo yaitu 0,0266 pada Tahun 2009 dan menurun pada Tahun 2010 sebesar 0,0250 diikuti dengan Kecamatan Kalipuro 0,0205 pada Tahun 2009 dan menurun menjadi 0,0150 pada Tahun 2010 dan Kecamatan Licin 0,0137 pada Tahun 2009 dan meningkat pada Tahun 2010 menjadi 0,0140. Sebagai produk unggulan daerah,  batik mulai menggeliat di Banyuwangi.Hal itu terlihat dari antusias pengrajin dalam memproduksi batik, hingga marketnya sampai ke mancanegara.

Berkembangnya produk unggulan batik diharapkan  memberikan multiplier eff ect bagi pengurangan jumlah pengangguran, serta penurunan kemiskinan sehingga kesejahteraan masyarakat Banyuwangi meningkat. Potensi Banyuwangi yang sangat besar, namun masih ada beberapa kecamatan yang memiliki disparitas/ketimpangan distribusi pendapatan. Oleh karena itu perlu peningkatan kolaborasi positif seluruh pemangku kepentingan pembangunan daerah baik pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi.

Untuk turut serta dalam berkontribusi, memberikan solusi dalam mengoptimalkan potensi unggulan, mencintai produk lokal, dan ikut mempromosikan dan memasarkan potensi daerah sehingga dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengurangan disparitas distribusi pendapatan di Banyuwangi. (radar) (Tim Peneliti: Nur Anim Jauhariyah, S.Pd, M.Si., Dr. H. Abdul Kholiq Syafa’at, MA., Nurul Inayah, SE, M.Si., Lely Ana Ferawati Ekaningsih, S., MH, MM)