Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Warga Cungking Gelar Ritual Resik Lawon

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Warga menata kain kafan saat ritual Resik Lawon di Cungking, Banyuwangi.

BANYUWANGI- Warga Lingkungan Cungking, Kelurahan Mojopanggung memiliki ritual unik yang sudah digelar selama ratusan tahun setiap menjelang datangnya bulan suci Ramadan. Resik lawon adalah membersihkan kain kafan yang digunakan untuk menutup makam petilasan Ki Buyut Cungking.

Ritual tersebut rutin digelar setiap tanggal 10 sampai 15 ruwah (dalam kalender Jawa) dan dilaksanakan bertepatan pada hari Kamis atau Minggu. Sebelum memulai proses resik lawon, juru kunci petilasan terlebih dulu menyapu kompleks makam Ki Buyut Cungking.

Warga menjemur kain kafan saat ritual Resik Lawon (membersihkan kain kafan) di Cungking, Banyuwangi, Jawa Timur,

Selanjutnya juru kunci dan warga membuka kain kafan penutup makam. Warga kemudian secara bergotong-royong membawa kain kafan untuk dicuci menuju sungai atau dam Krambatan Banyu Gulung yang berada di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Giri yang berjarak sekitar dua kilometer dengan berjalan kaki.

Saat kain dicuci di aliran sungai, tidak sedikit warga yang juga memandikan bocah atau putra-putrinya di bawah aliran sungai tempat mencuci kain kafan tersebut. Warga berkeyakinan, jika air bekas cucian kain kafan itu akan membawa berkah.

Setelah dicuci bersih, kain putih tersebut kembali dibawa ke balai tajuk untuk dibilas dan diperas. Untuk setiap lembar kain akan diperas dan dibilas selama tiga kali dalam dua bak yang berbeda.

Uniknya, selama proses pembilasan dan diperas itu, tidak sedikit warga yang berebut bekas air perasan dari kain kafan itu.  Mereka meyakini jika membawa bekas air perasan itu akan mendapatkan keberkahan seperti akan awet muda, diberi kesehatan.

Ada juga yang memanfaatkan air itu untuk kepentingan mengaliri sawah dan lainnya.  Jika mencuci kebanyakan dilakukan oleh ibu-ibu, dalam tradisi ini hanya boleh dilakukan oleh para lelaki. Sedangkan kaum perempuan menyiapkan masakan di balai tajuk yang akan disajikan pada lelaki yang telah mencuci dan mengerjakan tradisi tersebut.

Juru kunci makam Ki Buyut Cungking, Jam’i Abdul Ghani, 60, mengatakan, tradisi resik lawon itu sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Tradisi tersebut sebagai pertanda untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan.

Setiap tahun, kata Iam’i, masyarakat Cungking selalu melakukan tradisi resik lawon tersebut. Ritual itu sebagai bentuk penghormatan atas jasa Buyut Cungking yang merupakan sesepuh Banyuwangi, sekaligus salah satu pejuang yang gigih dalam melawan VOC Belanda.

“Buyut cungking ini mempunyai kesaktian yang luar biasa, dan ritual ini bentuk penghormatan pada sesepuh,” ungkap Jam’i.  Setelah kain putih tersebut dibilas dan diperas, secara gotong royong masyarakat lingkungan cungking menjemur kain sepanjang 110,75 meter tersebut di tengah jalan dengan bantuan bambu dan juga tali tambang warna hitam.

“Setelah dicuci dan dijemur, syaratnya tidak boleh jatuh kena tanah,” terang lelaki yang mengaku garis keturunan kesembilan dari penjaga makam Buyut Cungking ini.  Setelah kering, kain tersebut akan dilipat dan disimpan di balai tajuk selama satu minggu, lalu akan dilabuh (dipendam) di sekitar makam Ki Buyut Cungking. Walaupun masih layak, tidak ada satu pun warga yang berani mengambil kain kafan tersebut.

“Untuk kain pengganti, warga di sini menyumbang dengan sukarela dan dijahit bersama-sama,” jelasnya. Pengurus Daerah Aliansi masyarakat adat nusantara (AMAN) Oseng Banyuwangi, Agus Hermawan mengatakan, ritual resik lawon Buyut Cungking tersebut hingga kini masih terjaga dengan baik. Rasa kebersamaan dan gotong royong juga sangat terasa dalam ritual itu.

“Jadi warga dengan sukarela dan penuh keikhlasan melaksanakan serta merawat tradisi ini dengan baik. Dan semoga terus berjalan turun temurun dari generasi ke generasi. Sehingga adat tradisi ini terus lestari,” terangnya.

Tradisi Resik Lawon tersebut ditutup dengan nyekar (ziarah) ke makam Buyut Cungking sebagai pertanda permintaan maaf apabila ada kesalahan selama upacara ritual resik lawon berlangsung. (radar)