Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Wow, Tas Kulit Ular dari Banyuwangi Tembus Pasar Asia dan Eropa

Foto: merdeka
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Foto: merdeka

BANYUWANGI – Ular mungkin dianggap satwa yang menakutkan, namun bagi sebagian orang justru memiliki nilai estetis dan ekonomis untuk dikembangkan menjadi aksesoris mewah.

Seperti yang dilakukan oleh Muhamad Rofiq. Di tangan warga Desa Lemahbang Dewo, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi tersebut, kulit ular diolah menjadi produk fashion berkelas seperti tas dan dompet yang bernilai tinggi. Bahkan, karyanya sudah menembus pasar Asia dan Eropa.

Dilansir dari merdekacom, Rofiq merintis usaha kulit reptil ini berawal saat dia tinggal di Bali pada tahun 2009. Saat itu, dia membuat kerajinan tas dari kulit lembu, domba, dan kambing. Baru di tahun 2010, dia mulai mencoba menggunakan kulit ular.

“Di tahun 2010 itu juga, saya bertemu pak Anas dan secara spontan saya di ajak untuk membuka usaha di kampung halaman saya, Banyuwangi,” kata Rofiq.

Foto: merdeka

Ajakan Bupati Anas itu pun terus mengiang di telinga Rofiq. Akhirnya pada 2013, dia mantap memindahkan usahanya ke Banyuwangi. Selain memang kangen pulang kampung, dirinya juga ingin membuka lapangan kerja untuk orang-orang Banyuwangi.

Bisnisnya terus berkembang dengan angka permintaan yang semakin bertambah setiap tahunnya. Kemudian tas kulit ular juga telah masuk pasar ekspor, seperti ke Korea Selatan hingga ke Rusia.

Rofiq mengaku mempunyai alasan kuat mengapa menekuni bisnis fashion dengan bahan kulit ular.

“Menggunakan kulit ular akan memberikan kesan lebih eksklusif serta pasarnya jelas yakni kelas menengah atas,” ungkap Rofiq.

“Saya dapat pasokan kulit mentah ular dari pengepul asal Pulau Sumatera dan Kalimantan yang telah mengantongi izin Surat Tangkap Dalam Negeri dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) sehingga ini legal,” paparnya.

Untuk kerajinan tasnya, Rofiq khusus menggunakan bahan baku dari kulit ular jenis Phyton Repticula dan Phyton Dismay dari hutan di wilayah Sumatra dan Kalimantan. Selain karena motif kulitnya cantik, dua jenis ular ini bisa tumbuh sangat besar hingga panjangnya mencapai 7 meter.

“Sehingga jika ularnya besar maka kulitnya dipastikan lebar sehingga mudah dibuat apa saja. Makanya saya lebih suka dua jenis ini,” tutur Rofiq.

Selain itu, motifnya memang paling disukai dibandingkan motif kulit cobra.

Rofiq mengakui jika penggunaan kulit ular sebagai bahan baku pembuatan tas memiliki nilai jual tinggi. Jika untuk tas dari harga Rp 800 ribu hingga Rp 3 juta, sedangkan travelling bag mencapai Rp 3 – 5 juta, tergantung ukuran dan tingkat kerumitannya.

“Sedangkan dompet dari harga Rp 250 ribu sampai Rp 800 ribu,” tutur Rofiq.

Maka tidak heran bila pembeli produk fashion buatan Rofiq berasal dari kalangan menengah atas. Beberapa di antaranya juga adalah kolektor fashion.

Rofiq menjelaskan tas kulit ular sudah masuk ke pasar internasional seperti pasar Asia dan Eropa. Namun, Asia masih menjadi pangsa pasar ekspor terbesar yang mencakup Singapura, Korea Selatan, Turki, hingga Armenia. Kalau pasar Eropa, seperti Jerman dan Rusia, banyak memesan bahan baku siap pakai.

“Harganya bisa Rp 250 – 300 ribu per lembar, dan satu bahan kulit bisa mencapai 3 – 4 meter,” imbuhnya.

Rofiq mengungkapkan bahwa produksi tas nya dalam sebulan bisa mencapai 500 – 1.000 buah. Dengan produksi sebesar itu, omset usahanya bisa mencapai ratusan juta.

“Dalam produksi ini, saya melibatkan 50 pegawai,” pungkas Rofiq.

Sementara itu, Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko sangat mengapresiasi upaya Rofiq yang berani memulai usahanya kembali di Banyuwangi.

“Apalagi, dia mempekerjakan warga sekitar,” tuturnya.

Wabup Yusuf berharap, keuletan dan kejelian Rofiq dalam membuka usaha ini bisa menjadi inspirasi bagi calon wirausaha Banyuwangi yang akan memulai bisnisnya.