BANYUWANGI – Kasus perusakan fasilitas pertambangan milik PT. Bumi Sukses Indo (BSI) mendekati babak akhir. Enam dari delapan terdakwa yang diajukan ke persidangan sudah memasuki babak pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU).
Pasal yang dikenakan pun sama, yakni Pasal 170 ayat 2 ke-1 KUHP tentang perusakan fasilitas umum. Mereka yang diajukan ke penuntutan itu, di antaranya Riono alias No Bajil, Sunarto alias Narto alias Pak Po, Didik Hengki Prasetyo, Bukat alias Edi Maling, Fitriyati, dan Edi Laksono alais Edi Las.
Oleh JPU, mereka masing-masing dituntut hukuman tiga tahun penjara. Khusus Sunarto alias Narto alias Pak Po dituntut lebih berat, yakni 3,6 tahun. Dua lainnya, yakni Suyadi dan Jovan Tri Anggoro, sudah divonis pengadilan.
Keduanya juga dituntut tiga tahun oleh JPU. Namun, oleh majelis hakim keduanya dikenai pidana penjara selama delapan bulan saja. Dalam tuntutan yang dibacakan JPU tersebut, mereka dianggap secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 170 ayat 2 ke-1 KUHP tentang perusakan.
Pertimbangan yang memberatkan,perbuatan kedua terdakwa dianggap meresahkan masyarakat dan mengganggu keamanan. Pertimbangan yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya, menyesali, berjanji tidak akan mengulangi, dan belum pernah dihukum.
Kronologis kejadian, tanggal 25 November 2015 mereka melakukan aksi unjuk rasa di sekitar areal tambang milik PT. BSI. Secara terang-terangan para terdakwa itu menghancurkan kaca jendela pos dan kantor serta laboratorium milik PT. BSI.
Bersama pengunjuk rasa lainnya, mereka melakukan perusakan menggunakan sejumlah alat, diantaranya kayu, bambu, dan batu. Menanggapi tuntutan itu, terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya langsung menyatakan akan melayangkan nota pembelaan (pleidoi).
“Kami akan ajukan pleidoi,” ujar Jaenuri, kuasa hukum terdakwa. Sidang akhirnya ditunda pekan depan dengan agenda pembacaan pembelaan terdakwa dari kuasa hukumnya. Sekadar mengingatkan, aksi demo penolakan tambang emas di Tumpang Pitu terjadi 25 November 2015 lalu.
Saat itu warga lewat pengeras suara mengajak warga lain berunjuk rasa di areal tambang milik BSI. Demo itu dipicu pengelola tambang membendung Sungai Ringin Agung. Itu mengakibatkan banjir di sekitar rumah warga sekitar tambang.
Selain itu, unjuk rasa itu dipicu warga menilai limbah penambangan berpotensi mencemari lingkungan. Imbasnya, warga berkumpul dan merangsek ke areal tambang. Sesampai di dalam, Jovan dan Suyadi melakukan tindakan perusakan.
Hal itu mengakibatkan kaca pos penjagaan, kantor, dan laboratorium, milik BSI pecah. Polisi yang menjaga areal tambang akhirnya berhasil menciduk keduanya. Kemudian, kasusnya ditangani penyidik Polda Jawa Timur. (radar)