Kepala Lebam Akibat Membentur Batu
LICIN – Setelah dinyatakan hilang selama dua hari, keberadaan Rita Marta Ayu, 18, mahasiswi Universitas PGRI Banyuwangi (Uniba) yang tenggelam di Sungai Kedung Lowo, akhirnya ditemukan. Mahasiswi asal Dusun Badolan, Desa Bajulmati, Wongsorejo, itu ditemukan dalam kondisi sudah tak bernyawa pukul 03.30 Selasa dini hari kemarin (15/11).
Kali pertama yang menemukan adalah warga dan tim SAR yang sengaja menunggu di atas tebing Kedung Lowo. Jasad Rita ditemukan mengambang di tepi sisi utara Kedung Lowo, Dusun Ledok, Desa Jelun, Kecamatan Licin, dengan posisi tengkurap.
Saat itu juga jenazah langsung dievakuasi ke posko SAR di rumah warga dan langsung diangkut ke RSUD Blambangan untuk proses pemeriksaan. Pemeriksaan disaksikan langsung kepolisian, TNI, tim SAR, dan pihak keluarga korban.
Hasil pemeriksaan, ditemukan luka lebam di kepala. Kuat dugaan, luka tersebut akibat benturan dengan batu saat korban tenggelam di dasar Sungai Kedung Lowo, Desa Jelun, Licin. Setelah dilakukan pemeriksaan, jenazah mahasiswi semester I pendidikan matematika Uniba itu langsung dibawa ke rumah korban menggunakan mobil ambulans menuju rumah duka di Dusun Badolan, Desa Bajulmati, Wongsorejo.
Setelah disalati, jenazah langsung dikebumikan di tempat pemakaman umum (TPU) Dusun Badolan pukul 10.00 kemarin. Kapolsek Licin, AKP Jupriyadi mengatakan, penemuan korban tidak lepas dari aktifnya warga setempat membantu tim SAR dalam proses pencarian. Sehari semalam, warga dan tim SAR tetap nyanggong di sekitar Kedung Lowo.
”Korban akhirnya ditemukan mengambang di sisi utara Kedung Lowo sekitar pukul 03.30 dalam keadaan tidak bernyawa. Ada luka lebam di kepala korban, kemungkinan akibat benturan dengan batu,” tegas Jupriyadi. Jupriyadi menambahkan, lokasi ditemukannya korban berada sekitar 10-15 meter dari lokasi terbaliknya perahu karet. Keberadaan korban sulit ditemukan karena tubuhnya terjepit bebatuan di dasar Kedung Lowo.
”Jenazah korban sudah kami periksa di rumah sakit, langsung kami serahkan kepada pihak keluarga dan dikebumikan hari ini juga (kemarin),” tandasnya. Terkait siapa yang harus bertanggung jawab atas meninggalnya Rita karena ada indikasi kelalaian tidak menggunakan helm dan life jacket, pihak kepolisian belum bisa menjelaskan secara gamblang.
Sejauh ini pihaknya masih memeriksa beberapa saksi, termasuk empat rekan korban dari mahasiswa Uniba. Keempat saksi itu adalah Andre alias Tole, Dwi Bagus, Muhamad Taufik, dan Sofyan. ”Ini murni kegiatan pribadi mereka. Perahu karet juga pinjam ke anak Segobang yang kebetulan teman-teman dari rombongan. Tidak ada transaksi sewa-menyewa perahu,” jelas Jupriyadi.
Tidak adanya alat pengaman yang memadahi saat rafting sangat disayangkan oleh Suhainik, 40, kakak korban. Hal itu merupakan sebuah kelalaian yang sejatinya bisa diantisipasi sebelumnya. Namun, sejauh ini pihak keluarga sudah menerima dengan ikhlas kepergian mahasiswi yang dikenal pendiam di lingkungan keluarganya itu.
”Kita mau menuntut ya nuntut ke siapa. Kita sudah ikhlas, tapi mudah-mudahan ini menjadi kejadian yang terakhir dan bisa dijadikan pembelajaran bagi yang lain,” ujarnya saat di RSUD Blambangan kemarin. Sementara itu, kedatangan jenazah korban di rumah duka kemarin memang sudah ditunggu-tunggu pihak keluarga.
Ratusan pelayat datang di rumah duka di Dusun Badolan, Desa Bajul mati ini. Isak tangis mewarnai proses pemakaman hingga selesai pukul 10.00, kemarin. Tidak hanya keluarga dan tetangga yang datang, rekan korban di Uniba termasuk dosen juga menyatakan belasungkawa.
Seperti diberitakan sebelumnya, rombongan mahasiswa Uniba mengalami musibah saat melakukan kegiatan rafting di Sungai Kedung Lowo, Dusun Ledok, Desa Jelun, Kecamatan Licin, Minggu siang (13/11). Satu mahasiswi dinyatakan hilang setelah perahu karet yang dia tumpangi terbalik di sungai yang kemiringannya cukup curam.
Korban hilang bernama Rita Marta Ayu, 18, warga Dusun Badolan, Desa Bajulmati, Wongsorejo. Sementara itu, lima rekannya selamat dari maut. Musibah bermula saat rombongan tersebut melakukan rafting di sekitar Sungai Kedung Lowo.
Sekitar pukul 10.00 rombongan mengambil start dari sungai Dusun Srampon, Desa Segobang menggunakan perahu karet. Satu perahu diisi enam mahasiswa, termasuk korban yang hilang tanpa menggunakan life jacket dan helm. Rekan korban, Andre alias Tole menegaskan, kegiatan rafting ini bukan kegiatan Diklatsar Mapala seperti yang dikatakan beberapa orang.
Andri menceritakan jika rencana itu bermula saat dirinya dan dua orang temannya, I Made Widya dan Dwi Bagus berencana bermain arung jeram di Dusun Srampon, Desa Segobang. Andri kemudian menawari tiga teman lainnya yaitu Umi Farida, Sulistyaningsih, dan Rita Marta, untuk ikut kegiatan tersebut.
Dan mereka bertiga pun bersedia. Sampai akhirnya mereka berangkat dari kota menuju Desa Segobang pada hari Minggu (13/11) pukul 08.00 pagi. Andri yang memiliki kenalan warga Dusun Srampon, Desa Segobang, bernama Taufik, langsung mengajak rekan-rekannya ke tempat kenalannya itu.
Tak lama mereka pun langsung menuju lokasi dengan membawa perahu karet yang kemudian diketahui adalah aset milik Desa Segobang. Namun, saat perahu mendekati Kedung Lowo, Dusun Ledok, Desa Jelun kondisi berubah menjadi panik.
Trek rafting dan arus yang sangat ekstrem membuat laju perahu karet tidak bisa dikendalikan dengan baik oleh rombongan ini. Andri dan rekan-rekannya ternyata tidak mampu menguasai perahu karetnya. Sekitar dua puluh meter sebelum air terjun, Andri mengatakan jika perahunya terbalik. Dia dan kelima temannya lalu terseret arus dan jatuh dari air terjun. (radar)