DLH Umumkan Hasil Uji Laboratorium
GLENMORE – Pertanyaan publik terkait penyebab pencemaran air hingga mengakibatkan ribuan ekor mati di sepanjang sungai daerah irigasi Karangdoro terjawab. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuwangi memastikan pencemaran tersebut bersumber dari limbah aktivitas uji coba produksi PT. Industri Gula Glenmore (IGG).
Kepala DLH, Husnul Chotimah, mengatakan kepastian itu diperoleh berdasar hasil uji laboratorium air di parit yang mengalirkan air dari IGG ke sungai di daerah irigasi Karangdoro. “DLH sudah melakukan uji laboratorium. Hasilnya, semua parameter jelek. Artinya, pengelolaan limbah di IGG tidak memenuhi syarat teknis lingkungan,” ujarnya kemarin (14/2).
Dikatakan, dalam melaksanakan uji laboratorium tersebut, pihaknya menggunakan dasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2001 dengan kriteria air kelas tiga. “Kenapa kelas tiga, karena peruntukan air di kawasan itu dapat digunakan budidaya ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman,” kata dia.
Husnul menuturkan, beberapa parameter yang diukur dalam uji laboratorium, ternyata semua berada di atas baku mutu. Tak heran, beberapa waktu lalu ribuan ekor ikan di sungai daerah irigasi Karangdoro teler. “Ikan-ikan yang teler itu ya disebabkan limbah dari situ (IGG),” cetusnya.
Beberapa parameter uji laboratorium, meliputi biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD). BOD merupakan parameter pengukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengurai hampir semua zat organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air buangan.
Sedangkan angka COD merupakan kandungan bahan kimia yang terlarut dalam air. Husnul merinci, parameter toleransi BOD air kelas tiga sebesar 6 miligram (mg) per liter. Namun berdasar hasil uji laboratorium, nilai BOD air di parit yang mengalir ke sungai di daerah irigasi Karangdoro mencapai 1.843,35 mg per liter.
Pun demikian dengan kadar COD. Batas maksimal COD air kelas tiga sebesar 50 mg per liter. Tetapi hasil uji laboratorium menunjukkan angka yang mencengangkan, yakni mencapai 2.417,97 miligram per liter. Dua parameter yang jauh di atas standar baku mutu tersebut menunjukkan ada ketidakberesan pengelolaan limbah di IGG.
“Berarti proses produksi dengan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) yang ada tidak match,” kata dia. Karena itu, Husnul menekankan ke depan IGG tidak boleh lagi beralasan melakukan uji coba IPAL. Dia menegaskan waktu uji coba selama tiga bulan yang kini telah berlalu sudah cukup untuk uji coba IPAL tersebut.
“Tenggang waktu break masa giling sejak 15 Januari saya harapkan dimanfaatkan dengan baik oleh pihak IGG untuk memperbaiki semua sarana produksi dan IPAL. Saat mulai beroperasi pada Mei atau Juni mendatang, sudah tidak ada lagi alasan uji coba IPAL,” tegasnya.
Sekadar mengingatkan, ribuan ekor ikan yang hidup di sungai di daerah irigasi Karangdoro teler awal Januari lalu (8/1). Fenomena itu ditengarai akibat air sungai tercemar limbah IGG. Ikan yang ada di aliran sungai itu, mulai terlihat mabuk sekitar pukul 09.00.
Selanjutnya, sekitar pukul 09.30, warga yang tinggal di pinggir sungai Pekalen Sampean, Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo, mulai mencari ikan dengan menggunakan jaring. “Mulai pukul 09.00, ikan sudah banyak bermunculan, ” cetus Utami, salah satu warga Desa Kebondalem.
Kepala DLH Banyuwangi, Husnul Chotimah, mengatakan, ikan banyak yang mati di sungai itu dipastikan karena kondisi air di atas baku mutu. “Air di sungai itu di atas baku mutu,” kata dia kala itu. Menurut Chusnul, meski kematian ribuan ikan itu belum tentu disebabkan dari limbah pabrik, tapi hasil uji laboratorium yang pernah dilakukan di sekitar Dam Karangdoro dan aliran di jalurnya, menunjukkan parameter sama dengan air yang ada di sekitar pabrik gula.
Untuk itu, dirinya berharap ada koreksi di pihak pabrik gula terkait penanganan limbah itu. “Hasil ujinya sama dengan air paling dekat dengan air di pabrik gula, parameternya sama,” jelasnya. (radar)