Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kisah Klenteng Tertua di Buleleng dan Sosok Tan Hu Cin Jin yang Dihormati



Buleleng

Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Ling Gwan Kiong merupakan salah satu klenteng tertua di Gumi Panji Sakti, Buleleng, Bali. Klenteng yang terletak di kawasan heritage eks Pelabuhan Buleleng ini diperkirakan telah dibangun sekitar 150 tahun silam oleh masyarakat Tionghoa di Buleleng.

Bangunan klenteng didominasi warna merah, kuning keemasan, dan putih. Terdapat sebuah jembatan kecil dengan ukiran berbentuk naga yang menuntun pengujung memasuki tempat suci umat Konghucu ini.

Humas TITD Ling Gwan Kiong Gunadi Yetial mengatakan lokasi semula klenteng tersebut berada di belakang lokasi klenteng saat ini. “Pertama kali belum di sini. Tapi di Jalan Erlangga tepat di seberang, sekarang sudah jadi ruko,” tutur Gunadi Yetial saat ditemui detikBali, Jumat (20/1/2023).



Menurut Gunadi, keberadaan kelenteng ini tak terlepas dari peran cendekiawan asal Negeri Tirai Bambu bernama Chen Fu Zhen Ren atau Tan Hu Cin Jin. Kini sosoknya diabadikan dalam bentuk patung dewa utama di klenteng tersebut. Tan Hu Cin Jin dipuja dan dihormati atas jasanya membawa peradaban dan perkembangan umat Tri Dharma di Bali Utara.

Tan Hu Cin Jin dan Kerajaan Mengwi

Tan Hu Cin Jin diperkirakan berlabuh di Pulau Dewata sekitar tahun 1600 masehi. Berdasarkan cerita yang pernah didengar Gunadi dari leluhurnya, Tan Hu Cin Jin juga memiliki hubungan baik dengan Kerajaan Mengwi, Badung. Tan Hu Cin Jin konon ikut berkontribusi dalam pembangunan Pura Taman Ayun.

“Arsiteknya Tang Hu Cin Jin, terutama dari segi tata letak bangunannya. Di sekeliling bangunan ada sungai kecil, pintu gerbang atau di Bali disebut candi bentarnya itu serasi sama besar. Pada bangunan Tiongkok itu juga ada, itu melambangkan yin dan yang. Harus seimbang,” jelasnya.

Gunadi menambahkan, setelah pembangunan Pura Taman Ayun rampung, Tan Hu Cin Jin sempat berselisih dengan Kerajaan Mengwi. Itulah sebabnya, ia melarikan diri ke Bali Utara yang ditemani dua orang pengawalnya.

Namun, cendikiawan itu terdesak oleh pasukan kerajaan. Tan Hu Cin Jin kemudian menyeberang ke Selat Bali dan disebut moksa di wilayah Watu Dodol Banyuwangi. Berangkat dari kisah itulah umat Tionghoa di Buleleng mendirikan kelenteng pada 1873.

“Chen Fu Shen Ren atau Tan Hu Cin Jin merupakan yang tertua di sini. Bisa dilihat dari tulisan kaligrafi yang ada pada papan namanya yang distanakan tahun 1873 masehi,” imbuh Gunadi.

Gunadi juga bercerita warga Tionghoa sudah menetap di Bali, khususnya Buleleng, sejak seribu tahun silam. Menurut Gunadi, nenek moyang mereka dahulu memilih mengungsi dari tanah kelahiran karena perang besar berkecamuk.

“Dulu karena terjadi peperangan besar di China, makanya nenek moyang kami banyak mengungsi ke daerah lain, hampir ke seluruh dunia, termasuk di sini,” ungkapnya.

Untuk diketahui, warga keturunan Tionghoa kembali akan merayakan Imlek dengan meriah setelah sempat vakum karena pandemi COVID-19. Berbagai acara disiapkan, termasuk pementasan barong sai, tari liong, fire dance, kembang api, dan pelepasan lampion.

“Kami punya sekitar 3000-4000 umat, dan pada saat persembahyangan dari pagi sampai malam pasti ramai di sini,” pungkasnya.

Simak Video “Memanen Anggur Langsung Dari Kebunnya, Buleleng Bali
[Gambas:Video 20detik]
(iws/hsa)

source