Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Mengungkap Dugaan Keterlibatan Kepala Desa Saat Kampanye Pilpres di Banyuwangi

mengungkap-dugaan-keterlibatan-kepala-desa-saat-kampanye-pilpres-di-banyuwangi
Mengungkap Dugaan Keterlibatan Kepala Desa Saat Kampanye Pilpres di Banyuwangi
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI, KOMPAS.com – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menerima sebanyak 13 laporan dugaan pelanggaran selama pemilu 2024.

Laporan tersebut cukup beragam, mulai dari dugaan kecurangan saat masa kampanye, pengarahan untuk pencoblosan calon tertentu hingga saat rekapitulasi penghitungan suara, baik Presiden, DPD, DPR RI, DPRD provinsi hingga DPRD kabupaten.

Dari dugaan pelanggaran itu, yang menjadi perhatian adalah laporan dugaan pelanggaran Kepala Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Hardiyono yang hadir saat kampanye Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Baca juga: Jika Menang di PTUN, PDI-P Dianggap Punya Senjata Delegitimasi Gibran

Laporan tersebut dilayangkan oleh salah satu warga bernama Dharma Setiawan warga Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Banyuwangi ke kantor Bawaslu setempat pada Kamis (11/1/2024).

Hardiyono dilaporkan ke Bawaslu Banyuwangi karena diduga melakukan pelanggaran netralitas atas jabatan kepala desa (kades) yang diemban.

Hardiyono diketahui tertangkap kamera live TikTok peserta acara kampanye bertajuk selfie dan senam sehat gemoy bersama Gibran Rakabuming Raka dan Arumi Bachsin, pada Rabu (10/1/2024).

Baca juga: Gugatan PDI-P Dianggap Simbol Protes Pencalonan Gibran Bermasalah

Video Hardiyono di TikTok tersebut kemudian viral dan menyebar di sejumlah media sosial, hingga membuat heboh masyarakat Banyuwangi. Bahkan pakaian yang dikenakan oleh Hardiyono mirip dengan peserta acara.

Hardiyono dinilai melakukan mobilisasi massa untuk mengikuti kampanye Gibran Rakabuming Raka di wisata Alam Indah Lestari (AIL) Blimbingsari, Banyuwangi, pada Rabu (10/1/2024).

“Iya, saya melaporkan Kades Gintangan karena diduga melanggar netralitas sebagai seorang aparatur pemerintah yang terlibat politik praktis dalam Pemilu 2024,” kata Dharma kepada Kompas.com.

Menurut Dharma, kehadiran Hardiyono dalam acara kampanye Gibran menjadi perhatian setelah videonya beredar di media sosial. Hardiyono dianggap melanggar Pasal 282 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

 

Page 2

“Pada pasal itu ditegaskan, setiap pejabat negara termasuk kepala desa dilarang membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye,” ungkap Dharma.

Dharma menyebut tak patut seorang kepala desa yang notabene adalah pemimpin pemegang jabatan politik di desa ikut larut dalam kampanye pemenangan pasangan calon tertentu.

“Ya tidak pantas lah, apalagi dia juga kades. Saya melaporkan ini supaya ada efek jera, dan tidak menular ke yang lain-lainnya. Awalnya saya melapor sebagai lembaga, karena pihak Bawaslu dan KPU tidak tahu, akhirnya disarankan lapor sebagai perorangan,” ujar Dharma.

Dharma mengakui, saat kampanye Gibran yang dihadiri oleh Kades Gintangan tersebut, dirinya tidak berada di lokasi. Dharma tidak melihat secara langsung Hardiyono di tempat acara milik petinggi Partai Demokrat Banyuwangi tersebut.

“Saya memang tidak hadir di lokasi acara situ. Itu kan karena viralnya video itu, saya resah setelah melihat video itu viral dan menyebar di grup-grup media sosial, kok dibiarkan saja di situ. Akhirnya saya lapor,” tegas Dharma.

Baca juga: Kubu Prabowo-Gibran Tak Setuju jika MK Panggil Jokowi dalam Sidang Sengketa Pilpres

Dharma menyebut, suara besar yang diperoleh pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran, karena ikut andilnya peran kepala desa di Kabupaten Banyuwangi dalam proses pemenangan.

“Bukan hanya di Gintangan saja, seluruh kecamatan se Banyuwangi suara 02 cukup besar, karena kan totalitas. Karena apa, ASN to, sistematis dan masif itu jelas. Pengkondisian kepala desa itu jelas. Sangat kuat suaranya, hampir seluruhnya enggak masuk akal,” tutur Dharma.

Baca juga: Saksi Prabowo-Gibran Dapat Surat Tugas dari Kemendagri, Kubu Anies: Bukti ASN Berpihak ke 02

Sementara itu, Kepala Desa Gintangan, Hardiyono membantah ikut terlibat kampanye Gibran Rakabuming Raka di Banyuwangi, Jawa Timur. Hardiyono berdalih, kedatangannya ke dalam acara kampanye itu untuk mengantar istrinya senam gemoy.

“Saya ke sana sekadar mengantar dan menjemput istri bersama komunitas senamnya. Itu pun tidak ada kegiatan karena kampanye sudah selesai,” kata Hardiyono.

Menurut Hardiyono, kedatangannya ke acara bertajuk “Senam Gemoy” itu juga tanpa ada undangan. Dia juga membantah pakaian yang dikenakan oleh dirinya mirip dengan timses paslon.

“Hanya mirip dan tidak mengandung gambar apa pun atau kaus polos,” ungkap Hardiyono.

Tidak adanya undangan yang disampaikan oleh Kades Gintangan dalam kampanye Gibran Rakabuming Raka di Banyuwangi tersebut, juga ditegaskan oleh Asosiasi Kepala Desa Kabupaten (Askab) Banyuwangi.


Page 3

Bendahara Askab Banyuwangi Son Haji mengaku tidak menerima undangan, baik dalam bentuk surat resmi maupun bentuk lain dari panitia atau partai koalisi pengusung calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 yang diadakan di AIL Blimbingsari tersebut.

“Kita tidak menerima surat atau pemberitahuan untuk hadir dalam acara itu,” tegas Son Haji yang juga Kades Rejoagung, Kecamatan Srono.

Son Haji juga tidak tahu menahu perihal alasan kedatangan Kades Gintangan dalam acara kampanye tersebut. Termasuk tuduhan kades lain yang juga ikut terlibat dalam pemenangan pasangan Prabowo-Gibran di Banyuwangi.

“Soal itu kami dari Askab tidak tahu ya,” ungkap Son Haji.

Baca juga: Gibran dan Nana Sudjana ke Pasar Legi Solo, Temukan Stok Minyakita Kurang

Meski pihak Askab menampik tidak menerima undangan atau tidak tahu, namun salah seorang warga Rogojampi berinisial RH, mengaku melihat dengan jelas ada beberapa kepala desa yang hadir dalam acara tersebut.

“Saya bahkan salaman dengan para kades. Ada kades Gintangan itu, kemudian Kades Bomo dan Kades Dadapan.Yang lainnya saya lupa kades mana,” kata RH, saat ditemui Kompas.com, di rumahnya, Sabtu (6/4/2024).

Baca juga: Soal Prabowo Ikut Ratas soal Ekonomi, Airlangga: Sebagai Pemenang Pemilu

Menurut RH, para kades tersebut datang tidak bersamaan. Mereka datang dengan pakaian biasa dan membaur dengan masyarakat umum. Di lokasi acara, mereka sesekali berkumpul untuk ngobrol bersama.

“Saya melihat sesekali mereka ngobrol bareng,” ungkap RH.

Sementara itu, Panitia Senam Gemoy, Julisetyo Puji Rahayu membantah telah memobilisasi massa melalui kepala desa dalam acara yang dihadiri oleh Gibran Rakabuming Raka tersebut.

“Kami ini di acara senam gemoy itu hanya mengundang semua pecinta senam, tanpa terkecuali. Jadi kami tidak ada undangan tertentu ya, masyarakat siapa pun yang mau hadir, tokoh masyarakat siapa saja,” kata Sekretaris DPC Partai Demokrat Banyuwangi itu.

Julisetyo mengaku hanya mengundang kelompok pecinta senam, terutama dari kaum perempuan. Undanganya disebar melalui organisasi-organisasi senam yang ada di Banyuwangi.

Selain melalui organisasi senam, pihaknya mengakomodasi massa yang hadir dalam acara senam tersebut dengan cara siaran menggunakan mobil keliling.

“Kita ini orang politik ya. Yang namanya ASN, kepala desa tidak mungkin kita undang. Persoalan itu banyak yang datang, ya kan itu hak warga negara toh. Karena kebetulan posisi kami di sana lebih pada kegiatan senam pagi,” tegas Julisetyo.

“Jadi enggak ada sama sekali undangan, acara memperkenalkan dari, ini dan itu, tidak ada. Karena kebetulan pembawa acaranya saya sendiri,” imbuhnya.

Julisetyo memperkirakan, acara senam gemoy tersebut dihadiri oleh sekitar 4.000 orang.

“Kalau tidak salah yang hadir sekitar 3.000 sampai 4.000 massa. Karena biasa menghitung kapasitas tempat itu sekitar 2,5 – 3 ribuan orang. Tapi antusias yang hadir lumayan cukup banyak. Karena parkiran kan ada sendiri ya kami,” ucap Julisetyo.

Persoalan ada kepala desa yang hadir, sekali lagi Julisetyo tidak tahu menahu. Pihaknya juga tidak mempermasalahkan.

“Kalau persoalan kepala desa mantau istrinya atau mereka mau datang, emang enggak boleh mau lihat. Kan persoalannya itu kan di bilik suara, enggak ada yang tahu milih siapa,” tegas Julisetyo.

Ketua Bawaslu Banyuwangi, Adrianus Yansen Pale mengatakan, laporan terhadap Kades Gintangan, Hardiyono telah diterima dan sudah diverifikasi. Sang kades sudah dipanggil dan diperiksa pada Senin (22/1/2024).

“Jadi laporan itu kita terima. Terpenuhi syarat formil dan materil,” kata pria yang akrab disapa Ansel itu disela rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu 2024 tingkat Kabupaten Banyuwangi di El Hotel Banyuwangi, Rabu (28/2/2024).

Menurut Ansel, pihaknya bersama Kejaksaan dan Kepolisian telah melakukan pemeriksaan kepada para pihak yang diduga terlibat dalam kegiatan kampanye tersebut.

“Kami bersama-sama kepolisian, kejaksaan atau Gakkumdu Banyuwangi sudah melakukan klarifikasi terhadap pihak pelapor, kemudian terlapor, lalu saksi. Baik saksi pelapor maupun saksi terlapor. Dan orang orang yang disebut maupun yang tidak disebut oleh pelapor,” ujar Ansel.


Page 4

Dari hasil pemeriksaan Tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Bawaslu Banyuwangi, terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan laporan terhadap Kades Gintangan.

“Kesimpulan Bawaslu menyatakan itu memenuhi unsur. Namun kesimpulan pihak kepolisian dan kejaksaan tidak memenuhuni unsur,” tegas Ansel.

Dari perbedaan pendapat tersebut membuat pihak Bawaslu nampak gamang. Karena dua lembaga lain menyatakan tidak sepakat melanggar, sedangkan Bawaslu menyatakan sikap sepakat melanggar.

“Karena dari pihak polisi dan kejaksaan menyatakan tidak memenuhi unsur, maka kami sepakat itu dihentikan. Kesimpulan antara lembaga itu memang mempunyai pendapat yang bebeda-beda dalam menyikapi peristiwa tersebut,” ungkap Ansel.

Baca juga: Mahfud MD soal Arah Politik Usai Pemilu: Mungkin Dinamika Mulai Terjadi Tanggal 23 April

Menurut Bawaslu, tindakan yang bersangkutan menghadiri acara kampanye tersebut sudah melanggar Pasal 282 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pada pasal itu disebutkan setiap pejabat negara termasuk kepala desa dilarang membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

“Bagi kami Bawaslu, itu sudah memenuhi unsur, dalam frasa tindakan tersebut bisa dikategorikan menghadiri saja, bisa masuk kategori tindakannya,” tegas Ansel.

Ansel juga menjelaskan letak perbedaan kenapa laporan terhadap Kades Gintangan tidak memenuhi unsur dari sudut pandang kepolisian dan kejaksaan.

“Kalau keputusan harus menyatakan, dan harus dibuktikan dengan surat keputusan, karena dia sebagai kepala desa. Kalau ngomong tindakan, di mana pun yang bersangkutan ada itu melekat jabatan kepala desanya. Itu perbedaan pihak kepolisian dengan kejaksaan,” imbuhnya.

Ansel melanjutkan tentang narasi menguntungkan dan merugikan, menurut kejaksaan harus dibuktikan berapa jumlah kerugian materil dan apa bentuknya.

“Kalau kita tidak, di dalam Pasal 282 kembali ke norma. Di dalam UU Nomor 7 itu hanya tiga kerangka umum. Pertama dia mengatur, yang kedua melarang dan yang ketiga memberi sanksi,” tegas Ansel.

Menurut Ansel, aturan tersebut berlaku untuk semua peserta pemilu.

“Itu berlaku untuk semua peserta pemilu. Satu saja subyek hukum warga masyarakat yang sudah berusia 17 tahun ada yang melanggar saja. Misal kerangka melarang, dia termasuk subyek hukum itu. Jadi, bagi kami kerugikan berapa materil, apa bentuknya tidak perlu dibuktikan, Bawaslu begitu. Karena itu lebih masuk ke pidana,” jelas Ansel.

Bawaslu Banyuwangi menyimpulkan, tafsir terhadap tindakan dan menguntungkan atau merugikan dalam Pasal 282 tersebut yang menyebabkan perbedaan sikap antara Bawaslu, Kejaksaan dan pihak Kepolisian.

“Jadi tafsir tindakan dan menguntungkan atau merugikan itu yang membuat perbedaan antara Bawaslu, Kejaksaan dan Kepolisian,” tutup Ansel.

Sementara itu, Menurut Bidang Hukum Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud Banyuwangi, M. Yusuf Febri, kasus yang dilaporkan oleh perseorangan tersebut telah diregistrasi oleh Bawaslu Banyuwangi.

“Laporan itu telah memenuhi unsur formil dan materiil, sesuai Pasal 454 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Yakni sudah diberi nama dan alamat pelapor, pihak terlapor, waktu dan tempat kejadian perkara dan uraian kejadian,” kata Yusuf.

Yusuf justru mempertanyakan alasan Gakkumdu menghentikan pelaporan kasus tersebut. Sebab ada perbedaan pendapat yang dinilai tidak mendasar atas penghentian pelaporan.

“Lha ini ada apa? Bawaslu menyatakan telah memenuhi unsur formil dan materiil, tapi yang kepolisian dan kejaksaan kok tidak. Padahal dokumen berupa print foto, video dugaan pelanggaran, saksi semua ada,” tegas Yusuf.


Page 5

Pengamat Politik dan Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, Aditya Wiguna Sanjaya mengatakan, kegiatan yang dilakukan oleh kepala desa tersebut berisiko melanggar Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 490.

“Jika memang Pasal 490 dilanggar dan terbukti, maka setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000 (dua belas juta rupiah),” kata Aditya kepada Kompas.com, Senin (18/3/2024).

Sesuai dengan regulasi dan peraturan larangan 282, setiap pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

“Maka di situ sudah sangat jelas ya aturan yang ada,” ungkap Aditya.

Menurut Aditya, seringnya kepala desa menjadi alat politik untuk mesin pemenangan pasangan calon tertentu dalam pemilu karena dinilai mempunyai nilai tawar yang bagus dalam menggaet massa.

“Namanya kepala desa itu kan pimpinan kewilayahan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Dan posisinya sangat sentral sekali. Makanya kenapa, ya karena kepala desa punya basis massa yang kuat,” ujarnya.

“Ibaratnya, kalau kepala desa bilang a, ini basis massanya akan seragam bilang a. Oleh sebab itulah alasan untuk pengerahan atau mobilisasi suara dalam konteks pemilu, sangat efektif sekali,” tandas Aditya.

Disclaimer: Artikel ini bagian dari fellowship Peliputan Pemilu yang didukung oleh AJI Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.