TIMES BANYUWANGI, SURABAYA – Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) kembali menyuarakan keprihatinan mendalam atas kemacetan parah dan berulang yang terjadi di lintasan strategis menuju Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk.
Gapasdap menegaskan, bahwa akar masalah dari krisis ini adalah kurangnya jumlah dermaga yang memadai, bukan karena kekurangan armada kapal.
Meskipun terdapat jumlah kapal yang memiliki izin operasi yang lebih dari cukup, infrastruktur dermaga yang ada tidak mampu mengakomodasi operasional seluruh kapal tersebut.
Akibatnya, sekitar 60 persen dari total armada terpaksa tidak beroperasi (off) atau harus menunggu giliran.
Situasi ini menimbulkan persepsi keliru seolah-olah terjadi kekurangan kapal, padahal kapasitas angkut yang sesungguhnya tidak dapat dioptimalkan.
Sedangkan terkait dengan operasional kapal-kapal eks LCT, sejak beberapa hari lalu sudah beroperasi semua, kecuali beberapa yang melaksanakan pengedokan.
“Masalah utamanya sangat jelas, jumlah dermaga tidak sebanding dengan jumlah kapal. Kapal kami siap beroperasi, namun terpaksa menganggur karena tidak ada tempat untuk bersandar dan melakukan bongkar muat secara efisien,” ujar Ketua Bidang Tarif dan Usaha Gapasdap, Ir. Rahmatika, M.Sc. dalam pernyataannya, Jumat (25/7/2025).
“Ini bukan lagi sekadar masalah kelancaran arus logistik, tetapi sudah mengancam stabilitas ekonomi regional dan nasional apalagi pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen,” sambungnya.
Persoalan itu disebutnya semakin diperburuk oleh fasilitas dermaga yang kurang memadai. Secara khusus, dikatakan Rahmatika, dermaga tipe Landing Craft Machine (LCM) terbukti tidak layak dan tidak efisien untuk kapal angkutan penyeberangan modern.
Operasional di dermaga LCM seringkali terhambat oleh faktor cuaca dan kondisi pasang surut air laut, yang menyebabkan kapal gagal sandar dan menambah panjang daftar waktu tunggu.
Faktor keselamatan pelayaran juga menjadi sorotan serius. Kerusakan pada struktur vital seperti dolphin dan fender di beberapa dermaga Movable Bridge (MB) tidak hanya menghambat proses sandar kapal, tetapi juga menciptakan risiko tinggi yang membahayakan keselamatan kapal, penumpang, dan muatan.
Menyikapi kondisi darurat ini, Gapasdap telah berulang kali menyampaikan aspirasi dan data lapangan kepada pemerintah serta pihak terkait. Desakan ini kembali ditegaskan saat kunjungan kerja Komisi V DPR RI pada tanggal 22 Juli 2025 lalu.
“Dalam pertemuan dengan Komisi V DPR RI, kami kembali menekankan urgensi dari situasi ini. Kami tidak melihat solusi lain selain tindakan cepat dari pemerintah,” lanjutnya.
Gapasdap mendesak agar rekomendasi penambahan tiga pasang dermaga baru segera direalisasikan.
“Selain itu, revitalisasi dermaga ponton menjadi dermaga tipe MB adalah sebuah keharusan untuk meningkatkan standar layanan dan keselamatan,” kata Rahmat.
Gapasdap meyakini bahwa investasi pada penambahan dan modernisasi dermaga adalah solusi fundamental yang akan secara signifikan mengurai kemacetan, mengoptimalkan operasional armada kapal, menjamin keselamatan pelayaran, dan pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi yang bergantung pada kelancaran logistik di Selat Bali.(*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |