Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kisah Pemuda Banyuwangi Sukses Kelola Sampah Jadi Rupiah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Berangkat dari rasa kesal atas banyaknya sampah yang mengganggu ketika memancing di sungai, sekelompok anak muda dari Desa Siliragung, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi malah terinspirasi untuk terlibat dalam pengelolaan sampah.

Kini, mereka berhasil mengelola sekitar setengah ton sampah organik setiap harinya.

Mereka adalah Dirga, Sundariyanto, Kacung, Kamdan, Ari dan Taukhid. Mereka mengelola sampah organik yang diambil dari warung, tengkulak buah, dan sisa-sisa hajatan di rumah warga. Per hari bisa sampai 500 kilogram atau setengah ton.

Sampah organik dimanfaatkan untuk budidaya maggot atau larva lalat tentara hitam (Black Soldier Fly/BSF). Sampah organik yang telah difermentasi selama dua minggu itu diubah menjadi maggot fresh dan kering. Maggot sendiri di pasaran sangat diminati sebagai pakan ternak karena hewan tersebut memiliki kandungan protein tinggi.

“Produksi rata-rata mencapai 1 kwintal per minggu. Harga jual Rp7000 per kilogram untuk maggot fresh dan Rp15.000 tiap kemasan untuk maggot kering,” kata Sundariyanto, Rabu (15/03/2023).

“Permintaan maggot kering cukup banyak. Kami rutin memasok ke Bali dan Bandung,” imbuhnya.

Sundariyanto berkisah usaha yang dikelola bersama teman-temannya itu dimulai pada 2018 lalu. Mereka mendirikan Pega Indonesia, akronim Pemuda Etan Gladak Anyar (pemuda timur jembatan baru) karena lokasi pengelolaan sampah mereka berada di sisi timur jembatan desa setempat.

“Kami dulu suka nongkrong di dekat jembatan, sekaligus hobi mancing. Setiap mancing sering dapat sampah. Akhirnya tercetus membuat usaha pengolahan sampah ini. Didukung oleh banyak pihak, Alhamdulillah bisa berjalan sampai sekarang,” ujar Sundariyanto.

Kini  mereka juga melakukan pemilahan sampah dari sumbernya dengan melibatkan warga desa setempat. Mereka melakukan sosialisasi hingga memberikan kotak sampah kepada warga di Desa Pesanggaran dan Siliragung.

“Dulu suka nongkrong, sekarang kami semua aktif mengelola sampah. Keluarga juga ikut terlibat di usaha pengelolaan sampah ini,” jelasnya.

Tidak hanya maggot mereka juga menjadikan sampah untuk dijadikan pupuk organik. 

“Kami lakukan pemilahan sesuai jenisnya. Lalu sampah organik kita olah jadi berbagai produk seperti pupuk organik cair (POC), pupuk organik padat (POP), dan insektisida pengusir lalat buah,” kata Sundariyanto.

Sundariyanto menyebut, pupuk organik dan maggot hasil produksi mereka, saat ini sudah menjadi langganan banyak petani, baik lokal maupun luar daerah. Permintaan pupuk organik cair mencapai 100 liter per bulan, dengan harga Rp5000/ liter.

“Kami utamakan permintaan petani lokal. Karena misi kami bukan semata-mata profit, namun juga memberikan manfaat kepada warga sekitar. Untuk petani tak jarang kita kasih gratis POC, jadinya sekaligus kampanye pertanian organik,” pungkas Sundariyanto. (*)

Pewarta : Syamsul Arifin
Editor : Wahyu Nurdiyanto

source