BANYUWANGI – Puncak acara Gintangan Bambu Festival berlangsung meriah, Minggu (6/5/2018) kemarin.
Pagelaran kostum berbahan dasar bambu digelar di puncak acara kali kedua yang masuk dalam Banyuwangi Festival tahun ini.
Sebanyak 56 peraga berjalan di jalan desa yang disulap menjadi catwalk. Mereka memeragakan kostum lengkap yang terbuat dari bambu. Tak hanya baju, sepatu dan mahkota juga terbuat dari bambu.
Berbagai model kostum dipamerkan. Mulai model Barong, Damarwulan, bunga, hingga daun bambu, dibuat sedemikian rupa dan menarik.
“Ini model Barong. Semua kostum kami pakai bahan bambu. Sementara kepala Barong terbuat dari kayu,” ujar Suwandi, salah satu peraga di acara parade kostum bambu, di Gintangan Bambu Festival.
Menurut Suwandi, untuk mendesain bajunya ini, dirinya mengaku menghabiskan Rp 2 juta. Menurutnya biaya itu tidak terlalu mahal karena bahan anyaman bambu mudah didapat di desanya ini.
“Bangga membawa kostum dengan bahan dasar bambu. Karena anyaman di sini bagus tinggal membentuk dan mewarnai,” pungkasnya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Eva, warga Gintangan ini mendesain kostumnya dengan tema Damarwulan. Damarwulan adalah tokoh Raja Blambangan yang gagah dan mempesona.
“Yang saya tonjolkan adalah tema Damarwulan yang kami kolaborasi dengan adat di desa ini. Ada 4 pilar yang saya bawa. Sesuai dengan 4 Dusun yang ada di sini yang selalu menjunjung persatuan,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Gintangan Rusdiana mengatakan, ini merupakan bentuk kreatifitas masyarakat Gintangan dalam mempromosikan daerahnya. Gintangan sejak dahulu adalah sentra kerajinan berbahan dasar bambu.
“Ini suguhan kami untuk masyarakat. Kekayaan bambu di Desa Gintangan bisa membawa perekonomian masyarakat meningkat,” ujar Kepala Desa Gintangan, Rusdiana.
Gintangan Bambu Festival berlangsung selama dua hari 5-6 Mei 2018. Festival ini dimulai dengan kegiatan menganyam bersama yang dilakukan warga Desa Gintangan di sepanjang jalan desa. Kegiatan menganyam bersama ini diikuti segenap warga desa baik tua maupun muda.
Mereka nampak asyik menganyam serutan bambu yang telah dibentuk tipis. Jari jemari mereka nampak trampil merangkai helai-demi helai serutan bambu membuat berbagai kerajinan. Seperti lasah (tempat mencuci sayuran-ed), tudung saji, ethuk (pincuk nasi), tempat buah, kap lampu, hinga Udeng atau topi khas Banyuwangi.
“Hari ini Festival Bambu kami mulai. Ini adalah cara Banyuwangi untuk memperkenalkan Gintangan sebagai destinasi pengarajin bambu. Festival ini juga untuk terus meningkatkan kemampuan pengrajin bambu di Gintangan agar semakin kreatif dalam menciptakan desain kerajinan bambu, dan memunculkan bibit-bibit pengrajin muda,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Desa Gintangan terletak sekitar 20 km dari Kota Banyuwangi. Desa ini telah menjadi sentra kerajinan bambu sejak 1980-an. Desa ini sudah memasok kerajinan bambu untuk kebutuhan nasional. Bahkan, produk kerajinan bambu ini sudah diekspor ke sejumlah negara, seperti Jerman, Australia, Amerika, India, Jepang, Brunei Darussalam, dan Thailand.
“Kami bangga dengan warga Desa Gintangan, karena warganya produktif menghasilkan produk yang ikut mendukung perekonomian daerah. Kami harap adanya festival ini bisa terus melestarikan kreativitas dan memunculkan bibit bibit penerus pengrajin bambu. Kedepan kita akan undang pelatih ahli desain bambu dari berbagai daerah untuk memberikan pelatihan pada warga agar desain produknya semakin kaya dan berkualitas,” ujar Anas,