Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Mbok Temu, Sang Maestro Gandrung yang Melegenda

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Detik.com



Banyuwangi

Gandrung menjadi budaya asli Banyuwangi yang telah mendarah daging di masyarakatnya. Mulai anak-anak hingga orang dewasa menjadikan Gandrung sebagai kesenian daerah yang menyimbolkan eksistensi Kota Blambangan.

Jika bicara Gandrung, maka masyarakat Banyuwangi tentu tidak asing dengan nama Mbok Temu. Sosok perempuan tua yang energik dengan raut wajah yang selalu dihiasi senyuman nan ramah.

Mbok Temu dengan nama asli Temu Mesti adalah seniman Gandrung yang lahir 20 April 1953. Ia genap berumur 70 tahun. Putri asli Banyuwangi yang lahir di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, yang kini telah berkembang menjadi desa adat masyarakat Using.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak bayi Mak Temu tidak tinggal bersama orang tuanya, ia dititipkan kepada bibinya yang tidak memiliki keturunan, yakni Atidjah dan Buang. Saat kecil Mak Temu dipanggil dengan nama Misti. Namun, Misti kecil ini sering sakit-sakitan hingga akhirnya ia bertemu dengan Mbak Ti’ah yang di masa itu merupakan seorang juragan gandrung.

Mak Temu sempat dipijit oleh Mbah Ti’ah hingga sehat kembali tidak pernah mengalami sakit. Pada usia 15 tahun, Mak Temu kembali bertemu dengan Mbah Ti’ah dan diajak menari gandrung, tapi ia menolak.

“Diajak nari gandrung pas umur 15 tahun, nggak mau saya sampai nangis-nangis, tapi terus saya dikasih kopi sambil duduk, kok tiba-tiba terus mau,” kisah Temu kepada detikJatim.

Darah seni Temu mengalir dari ayahnya yang merupakan pemain ludruk, dan biasa membawakan lagu Jula-Juli (sering disebut kidungan ludruk) dalam pertunjukan ludruk. Darah seni itu pula yang melengkapi keterampilan tari gandrung Mak Temu.

Ia pun mampu menguasai gerakan tari Gandrung dengan mudah. Bukan hanya menari, Temu juga menyanyikan gending-gending Using yang memang dibawakan khusus untuk pertunjukan gandrung.

“Saya itu gandrung terop, jadi tidak cuma menari, saya juga bernyanyi atau nyinden itu loh. Gending-gending Using ya yang khusus untuk gandrung itu,” terang Mak Temu saat ditemui di kediamannya di Desa Kemiren.

Temu Misti mengisahkan, kala itu kondisi keuangan keluarganya sangat terbatas, sehingga menjadi penari gandrung bisa membantu keluarganya. Meski ia harus rela tidak disapa paman, bibi, dan sejumlah anggota keluarganya yang lain.

“Zaman dulu itu jadi penari gandrung dianggap sebagai perempuan nakal, jadi keluarga saya banyak yang tidak setuju. Sampai saya tidak diajak bicara, tapi ya mau bagaimana, yang saya lakukan itu niatnya ikut membantu keluarga, dan yang penting saya tidak seperti yang mereka pikirkan,” ungkap Mak Temu dengan gaya khasnya.

Bahkan, Mak Temu mengaku harus jalan kaki bersama rombongan sekitar delapan orang untuk menuju ke lokasi pertunjukan. Di mana pertunjukan gandrung terop selalu dimulai sekitar pukul 9 malam, dan digelar semalam suntuk hingga pukul 2 atau bahkan 3 dini hari.

Ia dan rombongan pun harus berjalan kaki pulang pergi dengan waktu tempuh terkadang sampai dua jam. Meski demikian, kecintaannya kepada seni gandrung membuatnya tak pernah mengeluarkan kata lelah.

“Cinta saya itu ya kayak artınya gandrung itu kan cinta. Jadi saking cintanya saya sama gandrung, saya tidak mikir capek, yang penting senang, saya itu senang kalau sama gandrung,” katanya.

Kemampuannya dalam menari, nembang, dan menyampaikan wangsalan atau cangkriman (teka-teki), ditambah dengan ciri khas suaranya yang unik, yaitu melengking tinggi dengan gaya khas masyarakat suku Using, berhasil membuatnya menghiasi beberapa isi VCD maupun DVD.

Pada masa awal perkembangan rekaman kaset, suara Temu Mesti termasuk dari bagian awal yang menghiasi pita rekaman. Temu mendedikasikan dirinya kepada seni gandrung dengan terus melaksanakan aktivitas yang terkait kesenian tersebut, yaitumembuat pagelaran dan melatih para calon gandrung.

Bagi dirinya, gandrung merupakan ladang penghidupan sekaligus sarana mengekspresikan diri. Beberapa penghargaan di tingkat lokal maupun nasional pernah diraih perempuan yang tidak tamat sekolah dasar tersebut.

Dia berhasil menampilkan kesenian gandrung dari panggung hajatan warga, hingga salah satu acara misi kebudayaan di Taman Ismail Marzuki. Ia juga pernah tampil di acara book fair yang diadakan di Frankfurt, Jerman pada 28-30 Agustus 2015.

Untuk melestarikan dan mewariskan kesenian ini, Temu mendirikan sebuah sanggar yang dinamakan dengan “Sopo Ngiro”, yang berarti “siapa mengira” atau “siapa sangka”. Temu juga tidak menyangka ungkapan tersebut benar-benar terwujud dalam kehidupannya karena dia menjadi penari gandrung sepanjang hidupnya.

“Ndak nyangka saya bisa sampai sekarang, semua karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Masih diberi sehat sampai sekarang semua karena Allah,” ungkap Temu Mesti.

Saat gelaran gandrung sewu yang digelar pada 16 September 2023, Mak Temu juga hadir di tengah-tengah seribu penari gandrung. Saat itu sang maestro gandrung didapuk menjadi salah satu tokoh tetua gandrung.

Ia digambarkan sebagai sosok yang memberikan jalan atau petunjuk bagi penari-penari gandrung di Bumi Blambangan. Sebagaimana di kehidupan nyata, Temu ingin tari gandrung kembali ke asalnya, menjadi tarian yang disakralkan, dan dihormati sebagai seni tradisional yang memiliki makna dengan tidak meninggalkan pakem-pakem seni Gandrung.

“Saya berharap, tari gandrung itu ya sesuai pakemnya. Mulai dari pakaiannya sampai ke gending-gendingnya itu harus gending gandrung. Penari gandrung itu ya harus bisa nyinden, bukan cuma menari,” tegas Temumisti.

Meski demikian, ia senang dan bangga karena saat ini tari gandrung semakin dikenal. Selain itu, banyak orang yang menggeluti tarian gandrung. Temu mengaku akan terus menari, menyanyi, dan melestarikan seni gandrung hingga akhir hayatnya.

“Kalau sekarang saya juga senang dan bangga, karena tidak seperti zaman saya dulu, mau jadi penari gandrung susah dan dicap buruk,” pungkasnya.

detikJatim Awards merupakan ajang penghargaan yang digelar detikJatim sebagai apresiasi kepada para tokoh, komunitas, hingga pemerintah daerah di Jawa Timur atas capaian kinerja dan sumbangsihnya kepada masyarakat. Dasar penghargaan dinilai oleh Tim Asesmen berdasarkan beberapa indikator keberhasilan program dan aksi nyata yang telah dilakukan. Nantikan edisi perdana detikJatim Awards yang bakal diselenggarakan di Singhasari Resort Kota Batu, Senin, 27 November 2023.

Simak Video “Pakaian Khusus yang Digunakan untuk Tari Gandrung, Banyuwangi
[Gambas:Video 20detik]
(irb/dte)

source