PERAYAAN tahun baru biasanya diperingati dengan pesta besar, dengan serangkaian acara khusus yang dilakukan berbagai pihak.
Acara spektakuler dengan pesta kembang api di berbagai pelosok negeri, biasanya disiapkan secara khusus untuk menandai tenggelamnya tahun 2023. dan datangnya tahun baru 2024.
Pusat keramaian di kota, hotel, pantai, kawasan wisata, dan tempat hiburan, biasanya dijadikan titik simpul masyarakat merayakan detik pergantian tahun.
Dana miliaran rupiah dihabiskan sekadar untuk menyambut malam tahun baru. Belum lagi korban berjatuhan dalam rangka peringatan tersebut.
Pertanyaan kecil dalam batin ini muncul. Mengapa kita selalu berpikir tentang tahun baru dan memperingati serta menyambutnya dengan acara super khusus?
Baca Juga: Pedagang Pasar Loak di Jalan Hasanuddin, Dusun Krajan, Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng mulai Kosongkan Kios
Mengapa menjelang tahun baru dijadikan titik refleksi masa lalu, masa kini, dan masa depan?
Padahal, setiap hari selalu terjadi fase masa lalu setelah kita melewati sesuatu, masa kini setiap kita berpikir saat itu, masa depan ketika kita berpikir nanti.
Menunda refleksi berarti sama saja menjadikan refleksi tak bermakna, karena kita hanya bisa memahami masa lalu.
Tak dapat mencegah penyimpangan sedini mungkin. Menunda refleksi hanya akan menghasilkan makna parsial yang tak memiliki ruh.
Hal ini berbeda dengan refleksi setiap waktu, yang akhirnya akan membentuk sebuah visi ke depan. Maka jangan heran tahun baru hanya simbolisme semata.
Simbolisme tahun baru hanya akan membawa kita kepada kehancuran, karena kita tidak mampu memaknainya dengan benar.
Baca Juga: Setelah Berhasil Merelokasi Para Pedagang Pasar Loak di Jalan Hasanuddin Kecamatan Genteng, Camat Ajukan Pelebaran Jalan
Apalagi, waktu satu tahun adalah waktu yang sangat panjang yang telah disediakan Yang Mahakuasa bagi kita, untuk diisi dengan sebaik-baiknya.
Sumber: Jawa Pos Radar Banyuwangi
Page 2
Kemampuan kita memetakan dengan benar dengan mengambil hikmah masa lalu, merenungi masa kini, dan merancang masa depan, akan menjadi kunci keberhasilan kita menatap masa depan lebih cerah dan mencerahkan.
Memperingati tahun baru tidaklah salah? Tidak juga jelek? Tetapi, harus tetap bermakna.
Baca Juga: Bersama Tangani Perundungan, Membangun Generasi Emas
Jika tahun baru hanya dijadikan ajang pesta pora minus makna, sedikit pun maka kerugian yang dalam adalah hasil yang kita petik.
Namun, jika kita mampu dan benar-benar menjadikan tahun baru sebagai titik tolak hijrah menuju kebaikan, keadilan, kebijaksanaan, dan kesuksesan, maka keuntungan besar akan menjadi hikmah terbesar memperingati tahun baru.
Sekarang, terserah kita memilih jalan yang mana? Yang merugikan atau menguntungkan. Semoga di tahun 2024, kesuksesan senantiasa menyertai kita. (*)
*) Mahasiswa PAI, Fakultas Tarbiyah, IAI Ibrahimy, Genteng, Banyuwangi.
Sumber: Jawa Pos Radar Banyuwangi
Page 3
Waktu itu laksana air yang mengalir ke hilir, yang tak pernah lagi kembali ke hulu. Waktu juga laksana anak panah yang terlepas dari busurnya, yang juga tak pernah kembali. Kadang ia membangkitkan gairah dan semangat. Kadang ia memperdayai kita.
Kadang, kita tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya. Oleh karena itu, kita harus menghargai setiap kesempatan yang ditawarkan sang waktu, sebelum ditarik dari kita. Karena kesempatan tidak akan datang untuk kedua kali.
Tahun baru selalu identik dengan kata “pesta pora”. Setiap pergantian tahun, masyarakat seluruh dunia menantinya dengan perasaan berbeda.
Tak terkecuali di Indonesia. Ada pesta meriah dengan sajian musik spesial, pesta di pantai-pantai sepanjang malam, makan-makan, minum-minum, dan bahkan hingga yang paling brutal yaitu pesta narkoba dan pesta seks.
Baca Juga: Produk Anyaman Dapatkan Peluang Business Matching Di UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR 2023
Tak terekam sedikit pun dalam setiap kegiatan tahun baru yang digelar, refleksi masa lalu dengan menginventarisasi segala bentuk perbuatan, tindakan, dan keputusan yang pernah diambil, untuk dijadikan refleksi menuju tahun depan yang lebih baik.
Yang ada hanya “pesta” dan menikmati malam pergantian tahun, yang sesungguhnya tiap malam juga bisa kita nikmati.
Detik-detik menuju tahun baru benar-benar hampa tanpa makna. Di sini dibutuhkan “refleksi” sesungguhnya dari memaknai tahun baru.
Sesungguhnya refleksi adalah belajar. Belajar adalah cara untuk mengerti, memahami, mendekati, menyadari, mencintai, dan menghasilkan masa depan yang lebih baik dan bermakna.
Refleksi juga merupakan ajang introspeksi diri, atas segala bentuk macam perbuatan, tindakan, dan keputusan kita.
Di mana kadang kala merugikan orang lain, menyakiti, dan menyengsarakan orang lain. Semua itu harus diubah menjadi lebih bermanfaat, berguna, dan berkeadilan.
Baca Juga: BBKSDA Beber Alasan Pendakian Menuju Kawah Ijen Ditutup Pasca Libur Nataru
Masa lalu adalah tempat untuk mengingat segala bentuk ucapan, tindakan, dan seluruh perbuatan kita.
Masa kini adalah media untuk merancang, memprediksi, dan menyiapkan strategi terbaik menyikapi masa lalu menuju masa depan.
Sedangkan masa depan adalah masa yang senantiasa diinginkan, dicapai, dan dijadikan cita-cita memetik hasil.
Sumber: Jawa Pos Radar Banyuwangi