ngopibareng.id
Banyuwangi memiliki potensi besar menjadi pusat industri perfilman. Sebab, daerah berjuluk Sun Rise of Java ini memiliki banyak kekayaan alam, budaya, dan adat istiadat. Bahkan potensi yang dimiliki Banyuwangi ini telah dikenal seantero dunia.
“Banyuwangi mempunyai cerita legenda yang begitu hebat. Alamnya bagus. Budayanya banyak. Jadi jangan ditanya lagi, semuanya sudah mendunia. Banyuwangi bisa jadi pusat industri sinema,” jelas Ketua Subkomisi Penyensoran Lembaga Sensor Film (LSF), Hadi Armoto.
Ihwal itu disampaikan dalam agenda Literasi Layanan Penyensoran Film dan Iklan Film, di Banyuwangi, Rabu, 19 November 2025. Banyuwangi dipilih menjadi tuan rumah karena dinilai memiliki potensi besar di dunia perfilman.
Banyuwangi, menurut Hadi, telah memiliki semua tolok ukur suatu daerah yang potensial dieksplorasi dalam karya sinematografi. Seluruh nilai positif Banyuwangi itu, kata dia, bisa menjadi materi dalam dunia sinematografi. Potensi Banyuwangi ini juga layak untuk digarap sebagai film bendek, film dokumenter, dan lain sebagainya.
“Potensinya memang besar banget. Film dokumenter yang saya buat juga berkisah tentang Banyuwangi,” terangnya.
LSF mendorong film-film yang berlatar di Banyuwangi bisa digarap secara maksimal. Baik film yang diproduksi sineas-sineas terkenal, sineas komunitas lokal, maupun pemerintah daerah. Dia juga mendorong film-film yang diproduksi bisa diurus penyensorannya.
Baca Juga
Saat ini menurut Hadi, pengurusan sensor dipermudah dengan aplikasi e-SiAS, yang membuat pengurusan sensor bisa dilakukan tanpa harus ke Ibu Kota. Dengan memiliki surat tanda lulus sensor atau STLS, kata dia, film akan memiliki perlindungan hukum. LSF juga akan menentukan klasifikasi film atau produk serupa lainnya dalam klasifikasi kelompok usia yang tersedia.
Setiap tahun, LSF menangani sekitar 42 ribu film. Ia berharap jumlah tersebut bisa meningkatkan pada tahun-tahun mendatang dengan mendorong film-film baru dengan berbagai jenis dan genre bisa muncul,
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan, dukungan LSF ini menjadi penyemangat pelaku perfilman lokal Banyuwangi untuk lebih kreatíf membuat film-film berkualitas. Tidak hanya itu, pelaku perfilman diharapkan lebih memahami mekanisme pengajuan sensor film untuk mendapatkan STLS.
Selama ini, menurutnya, Banyuwangi telah menjadi lokasi syuting film-film nasional di Indonesia. Dengan dukungan ini, harapannya pelaku film di Banyuwangi kian kreatif dan sesuai dengan regulasi yang ada.
“Kami juga berharap nantinya ada film besar yang dihasilkan dari orang Banyuwangi, syuting di Banyuwangi dan artisnya dari Banyuwangi,” ujarn
Like







