Masyarakat Suku Osing di Dusun Rejopuro, Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, kembali menggelar tradisi Ithuk-Ithukan yang sarat makna spiritual dan kearifan lokal. Ritual budaya ini rutin dilaksanakan setiap 12 Dzulqa’idah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas keberadaan sumber mata air Mengarang atau Kajar yang tak pernah kering, menjadi tumpuan kehidupan masyarakat setempat.
Baca Juga
Apa Itu Tradisi Ithuk-Ithukan?
Ithuk-Ithukan adalah ritual adat yang telah dilestarikan sejak tahun 1617. Tradisi ini mencerminkan penghormatan terhadap alam, khususnya terhadap sumber air yang menjadi elemen penting dalam kehidupan warga Osing. Prosesi ritual melibatkan berbagai elemen masyarakat dan dilakukan dengan penuh khidmat, memperkuat semangat kebersamaan dan nilai spiritual.
Prosesi Ithuk-Ithukan: Simbol Syukur dan Kebersamaan
Upacara dimulai dengan mendoakan ithuk, yaitu wadah dari daun pisang berisi nasi dan lauk khas Osing, pecel pitik—olahan ayam suwir berbumbu parutan kelapa dan rempah-rempah khas. Makanan ini diarak dalam prosesi budaya yang meriah, diiringi oleh kesenian tradisional seperti Barong Cilik Sukma Kencana, Kuntulan Putri Kembar, dan Sanggar Nampani.
Para perempuan membawa ithuk sambil berjalan rapi menuju arah timur, kemudian memutar ke barat menuju sumber mata air Mengarang. Di tempat sakral inilah seluruh peserta duduk bersama dan menyantap makanan sebagai simbol rasa syukur dan kebersamaan.
Nilai Sosial dan Kultural dalam Tradisi Ithuk-Ithukan
Sesepuh adat, Sarino, menegaskan bahwa Ithuk-Ithukan adalah bentuk terima kasih kepada Tuhan atas berkah sumber air yang melimpah. Bahkan warga yang tidak bisa hadir karena sakit tetap mendapatkan ithuk yang diantarkan ke rumah—sebuah simbol kuatnya solidaritas sosial di kalangan masyarakat Osing.
“Tradisi ini menegaskan bahwa budaya bukan hanya simbol, tetapi juga alat pemersatu masyarakat,” ujar Sarino.
Melestarikan Tradisi di Tengah Arus Modernisasi
Meskipun zaman terus berkembang, tradisi Ithuk-Ithukan Banyuwangi tetap eksis dan dijaga kelestariannya. Bagi masyarakat Osing Rejopuro, ini adalah bukti bahwa kearifan lokal dan nilai-nilai spiritual dapat tetap hidup dan relevan dalam kehidupan modern.
Like