Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

10 Tradisi Tolak Bala di Jawa Timur

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Detik.com


Surabaya

Budaya Jawa dikenal sebagai budaya adi luhung, yaitu masih ada dan tetap relevan dengan perkembangan zaman. Salah satu budaya yang masih dilestarikan masyarakat Jawa Timur adalah tradisi tolak bala.

Berdasarkan sistem kepercayaan masyarakat setempat, tradisi tolak bala ditujukan untuk mencegah terjadinya marabahaya. Tradisi tolak bala juga untuk memohon keselamatan kepada Tuhan.

Tradisi Tolak Bala di Jawa Timur:

Beberapa daerah di Jawa Timur mempunyai tradisi tolak bala dengan karakteristik dan proses pelaksanaan berbeda-beda. Berikut tradisi tolak bala di Jawa Timur yang harus kamu ketahui.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Siraman Air Terjun Sedudo

Air terjun Sedudo di NganjukAir terjun Sedudo di Nganjuk Foto: (Lena Ellitan/d’traveler)

Siraman Air Terjun Sedudo merupakan tradisi tolak bala yang dilakukan turun-temurun oleh masyarakat Desa Ngilman, Kabupaten Nganjuk. Atas dasar kepercayaan terhadap legenda Sedudo, masyarakat setempat mempercayai aliran air terjun tersebut memiliki kekuatan magis.

Umumnya, siraman Air Terjun Sedudo dilakukan pada bulan Suro sebagai bentuk permohonan kepada leluhur atau orang yang dihormati, agar memberikan dan mengabulkan apa yang mereka minta, terutama keselamatan.

Rangkaian prosesi upacara dilakukan mulai dari penyerahan sesajen, tarian sakral, siraman menggunakan air suci yang diambil dari air terjun tersebut, hingga ziarah ke makam Kyai Ngilman.

2. Selamatan Ketupat dan Serabi

ketupatilustrasi ketupat Foto: iStock

Selamatan ketupat dan serabi merupakan ajaran yang diturunkan Wali Songo. Masyarakat Desa Sidorenggo, Kabupaten Malang melaksanakan tradisi ini untuk mencegah hal-hal buruk terjadi, seperti wabah penyakit ganas dan penanganan pasca bencana.

Menurut sistem kepercayaan masyarakat setempat, ketupat dan serabi merupakan media yang dapat memberikan keselamatan. Proses pelaksanaannya dilakukan dua kelompok masyarakat.

Kelompok masyarakat pertama akan terlebih dahulu membuat ketupat dan serabi sebanyak tujuh buah, kemudian disantap bersamaan dengan lauk sayur. Terakhir, memanjatkan doa keselamatan dunia akhirat sesuai syariat agama Islam.

Sementara itu, kelompok masyarakat kedua akan membawa ketupat dan serabi tersebut menuju masjid atau musala. Kemudian dibacakan doa bersama-sama, dan langsung menukarkannya dengan rekan-rekan lainnya. Terakhir pembacaan sholawat Burdah.

3. Rabu Wekasan

Warga Dusun Gedongan, Borobudur, Kabupaten Magelang, mengelar merti dusun yang dilangsungkan tepat pada Rebo Wekasan, Rabu (21/9/2022).Ilustrasi tradisi Rabu Wekasan Foto: Eko Susanto/detikJateng

Rabu Wekasan merupakan tradisi yang diselenggarakan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar, yaitu bulan kedua dari 12 bulan penanggalan Hijriah. Tujuannya untuk menghindari datangnya sumber penyakit dan marabahaya.

Tradisi ini ada di beberapa wilayah Jawa, salah satunya Kabupaten Gresik. Proses pelaksanaannya diadakan dengan cara melakukan ibadah salat empat rakaat dengan nilai salat mutlak, hingga selamatan.

4. Pertunjukan Wayang Timplong

Masyarakat di Desa Putukrejo, Nganjuk mengadakan tradisi bersih desa sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Tradisi ini digelar setahun sekali pada bulan Suro atau Muharram.

Proses pelaksanaannya dimulai dari pembersihan rumah, lingkungan desa, dan makam leluhur. Kemudian pembacaan doa-doa di masjid yang diikuti seluruh masyarakat. Pada hari terakhir, masyarakat akan ziarah ke makam leluhur sebelum menyaksikan pertunjukan Wayan Timplong.

Pertunjukan Wayang Timplong dibawakan berdasarkan cerita lokal wilayah setempat dan cerita Panji. Masyarakat mempercayai kesenian ini mempunyai kekuatan magis sebagai media tolak bala pada suatu acara.

5. Ritual Seblang

Ritual Adat Seblang Bakungan BanyuwangiRitual Adat Seblang Bakungan Banyuwangi Foto: Ardian Fanani/detikJatim

Ritual Seblang hanya dilakukan masyarakat Using yang menempati Desa Bakungan dan Desa Olehsari, Banyuwangi. Ritual ini sebagai tolak bala dan keperluan bersih desa supaya terjaga keamanan, ketenteraman, serta terhindar dari marabahaya.

Ritual Seblang diadakan pada Hari Raya Idul Fitri. Masing-masing desa memiliki perbedaan tata cara pelaksanaan. Namun, yang menjadi ciri khas ritual ini adalah Tari Seblang, yaitu sebuah tarian di mana para penarinya dirasuki roh halus.

6. Larung Sesaji

Warga Desa Jetak, Pacitan, menggelar upacara adat larungan. Ritual melepas sesaji ke laut ini diyakini menjadi sarana penolak bala, termasuk wabah COVID-19.ILUSTRASI tradisi larung sesaji. Warga Desa Jetak, Pacitan, menggelar upacara adat larungan. Ritual melepas sesaji ke laut diyakini menjadi sarana penolak bala. Foto: Purwo Sumodiharjo

Tradisi larung sesaji di Desa Sugihwaras, Kediri merupakan tradisi untuk menolak bala sumpah Lembu Suro, yang diadakan setiap tahun. Kepercayaan ini didasarkan pada legenda Dewi Kilisuci dan Mahesasura dalam naskah-naskah klasik, seperti kitab Paraton dan perjalanan Bujangga Manik.

Dikisahkan, Dewi Kilisuci, seorang putri Kediri hendak menolak pinangan Mahesa Suro atau Lembu Suro dengan cara menjebak dan menimbunnya di dalam tanah. Sebelum mati, Lembu Suro mengucapkan sumpah ia akan melenyapkan wilayah Kediri beserta isinya.

Sejak saat itu, ledakan Gunung Kelud selalu dikaitkan dengan sumpah Lembu Suro. Proses pelaksanaan ritual ini dengan cara menyerahkan sesaji berupa hasil bumi ke kawah Gunung Kelud. Di samping itu, para pemangku adat membacakan doa-doa keselamatan.

7. Barong Ider Bumi

Ritual Barong Ider Bumi Kemiren Banyuwangi saat pandemi dikawal satgas dan petugas ber-APDRitual Barong Ider Bumi Kemiren Banyuwangi. Foto: Ardian Fanani

Barong Ider Bumi adalah tradisi tolak bala yang dilaksanakan masyarakat Using di Desa Kemiren, Banyuwangi setiap tahun. Tepatnya pada hari kedua Hari Raya Idul Fitri. Ider bumi bermakna “mengelilingi tempat berpijak” atau “bumi”.

Dengan begitu, proses pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengadakan arak-arakan di sepanjang jalan utama desa, yaitu dari ujung timur sampai ujung barat. Tradisi ditutup dengan mengadakan selamatan di atas gelar tikar dengan pembacaan doa-doa menggunakan bahasa Using dan Arab.

8. Ruwatan Jawa

Anak berambut gimbal mengikuti prosesi ruwatan (pemotongan rambut) di Komplek Candi Arjuna Kawasan Wisata Dataran Tinggi (KWDT) Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (30/6/2013). File/detikFoto.ILUSTRASI Ruwatan Jawa. Anak berambut gimbal mengikuti prosesi ruwatan (pemotongan rambut) di Komplek Candi Arjuna Kawasan Wisata Dataran Tinggi (KWDT) Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (30/6/2013). File/detikFoto. Foto: Agung Pambudhy

Ruwatan Jawa merupakan tradisi pernikahan adat Jawa yang dilakukan masyarakat di beberapa tempat, salah satunya di Desa Pulungdowo, Malang. Masyarakat Jawa menilai tradisi ini dapat membebaskan dari malapetaka atau kesialan dalam kehidupan, khususnya kehidupan setelah pernikahan.

Tradisi ini diambil berdasarkan cerita pewayangan. Adapun proses pelaksanaannya dimulai dari mengadakan pagelaran wayang bersama dalang sebagai pemandunya, mementaskan cerita Murwakala.

Kemudian menyajikan sesaji khusus memuja Batarakala, dan pembacaan mantra-mantra oleh dalang. Tradisi ini diiringi gamelan dan gending tertentu untuk menolak bala.

9. Upacara Kebo-keboan

Ritual Keboan, upacara adat unik dari BanyuwangiRitual Keboan, upacara adat unik dari Banyuwangi Foto: (Ardian Fanani/detikTravel)

Upacara Kebo-keboan merupakan salah satu tradisi yang dimiliki masyarakat Using, Banyuwangi. Tradisi ini untuk menghindari wabah penyakit dan memohon keselamatan terhadap Tuhan.

Ritual Kebo-keboan dilangsungkan setahun sekali pada bulan Muharram atau Suro dalam penanggalan Jawa. Prosesnya diawali dengan mempersiapkan sesajen untuk acara selametan.

Kemudian menyiapkan berbagai macam hasil tanaman palawija untuk ditanam kembali di sepanjang jalan, dan mempersiapkan genangan air mirip bendungan untuk mengairi tanaman palawija yang telah ditanam.

Puncaknya ketika penaburan benih padi yang dipercaya sebagai penolak bala dan mendatangkan keberuntungan dijadikan sebagai bahan rebutan masyarakat setempat. Di samping itu, Kebo-keboan akan dibacakan mantra sebelum akhirnya mengejar para perebut benih secara tidak sadar.

10. Dongkrek

Seni Dongkrek MadiunSeni Dongkrek Madiun Foto: Sugeng Harianto

Dongkrek merupakan kesenian tradisional yang menceritakan legenda di wilayah Desa Mejayan, Madiun. Tradisi ini dipercaya dapat mencegah wabah penyakit (pageblug) yang disebabkan roh-roh jahat.

Proses pelaksanaan ritual dapat dilakukan di lapangan terbuka dengan syarat menyajikan sesaji pada bulan Suro. Dimulai dari persiapan panggung pagelaran, pembacaan doa, pertunjukan tari tradisional, dan diakhiri pembacaan rangkaian doa yang diiringi dengan sholawat.

Itulah deretan tradisi tolak bala yang ada di Jawa Timur. Semoga menambah wawasan!

Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Simak Video “Kue Cimplo dan Tradisi Tolak Bala Warga Indramayu
[Gambas:Video 20detik]
(irb/sun)

source