Banyuwangi, Jurnalnews – Sejarah Blambangan kuno sekali lagi didiskusikan di Balai Desa Tembokrejo Kecamatan Muncar pada hari Rabu (10/07/2024) karena Desa Tembokrejo ini diyakini sebagai pusat Kerajaan Blambangan tempo dulu yang sudah ada di abad pada kejayaan Kerajaan Majapahit.
Pada kegiatan ini dihadiri oleh para sejarahwan dari Banyuwangi kemudian mahasiswa Unair, mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Seniman budayawan yang ada di Banyuwangi, narasumber yaitu penulis Blambangan Kuno atau Thomas Racharto dan arkeolog dari dinas budaya dan Pariwisata Banyuwangi Bayu Ari Wibawanto, juga Dr. Tantri dari UNJ, dan Sudartomo dari Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta.
Moh. Jumali perwakilan dari Desa Tembokrejo mengatakan bahwa dalam rangka bersih desa dIskusi Blambangan Kuno diadakan.
“Diskusi ini untuk menambah wawasan keilmuan sejarah dan kecintaan memiliki agar memahami awal mula desa didirikan, karena Desa Blambangan mendapat program pemajuan desa dari Kemenristekdikti, “ungkapnya.
Ariyanto panitia bersih desa mengatakan bahwa pentingnya pelurusan sejarah kerajaan Blambangan betul betul berada di desa Blambangan karena selama ini masih gamang simpang siur tentang sejarah kerajaan Blambangan seperti bukti Ompak Songo dan Balaikambang.
Thomas Racharto selaku narasumber menerangkan dengan detail awal mula munculnya nama Blambangan sampai adanya Kerajaan Blambangan sebagai dari pasal Kerajaan Majapahit di era Raja Hayam Wuruk dan Patih Mada.
“Blambangan di era kerajaan Majapahit pernah diberi hadiah sebagai wilayah Swatantra, dan di era Hayam Wuruk kerajaan Blambangan menjadi Kerajaan pasal dengan ditunjuknya Sri Bima Chili Kepakisan bangsawan dari Kediri anak dari guru Patih Gajah Mada yang ditunjuk sebagai Raja Bawahan bersamaan dengan Bali, Pasuruan, dan Lombok/Sumbawa, “kata Tohmas Racharto penulis buku Blambangan Kuno Abad XIII dan XIV.
Bayu Aribowo membedah Blambangan dari segi Arkeologi dimana banyak ditemukan artepak-artepak peninggalan dari Kerajaan Blambangan yang ada di Wilayah Kecamatan Muncar.
Dr. Tantri dari UNJ menerangkan tentang pemberian dana hibah kebudayaan.
“Pemberian dana hibah kebudayaan agar budaya tidak berhenti harus aktif maka pemerintah mengucurkan dana hibah, pemajuan kebudayaan dana abadi ldpb beasiswa, penelitian brin, dana pemajuan kebudayaan pemerintah menggulirkan uu pemajuan kebudayaan, seperti tradisi lisan, manuskrip kuno dll, “tutur Tantri.
Sudartomo dari Sarjanawiyata Tamansiswa dosen Yogyakarta mengunkap petik laut bersifat religius dan kesadaran sosial, kesadaran ekologis untuk merawat dan terjaga, kesadaran historis bagaimana masyarakat mengawali, pelaksanaa ritual sebagai media edukasi ajakan untuk meningkatkan kualitas lingkungan, rencana apa yang akan dilksanakan pemerintah setempat termasuk perbaikan insfrastruktur. Mengorganisasi kegiatan masyarakat kesenian, keagaamaan, dan pelabuhan untuk rekreasi dan ekonomi perdagangan, sehingga bagaimana lokasi lebih nyaman dengan penghijauan, “jelasnya.
Selanjutnya yang sebelumnya penyerahan buku Blambangan Kuno Abad 13-14 oleh Thomas Racharto kepada Pemdes Tembokrejo kemudian diadakan diskusi tentang Blambangan kuno yang dijawab secara detail oleh Thomas Racharto dengan disaksikan oleh peserta sampai tidak terasa waktu sudah sangat siang.(AM)