Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Ekowisata Terumbu Karang Watu Dodol, Cara Sederhana Menuju Ekonomi Biru

ekowisata-terumbu-karang-watu-dodol,-cara-sederhana-menuju-ekonomi-biru
Ekowisata Terumbu Karang Watu Dodol, Cara Sederhana Menuju Ekonomi Biru
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Banyuwangi

Setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelago and Island States (AIS) Forum di Bali pada 10-11 Oktober 2023 lalu, Indonesia diharapkan mampu memengaruhi negara-negara anggota dalam membuat protokol implementasi Blue Economy atau Ekonomi Biru yang menjadi agenda global.

Oleh sebab itu, Indonesia mendorong upaya percepatan tercapainya Ekonomi Biru yang dimulai dengan menargetkan perluasan kawasan konservasi laut hingga 30% dari luas perairan RI yang mencapai 6.400.000 kilometer persegi pada tahun 2045 mendatang.

Perluasan kawasan konservasi laut dan penangkapan ikan terukur berbasis kuota menjadi bagian dari agenda prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk capaian target tersebut. Upaya tersebut ditopang dengan peran aktif masyarakat pesişir yang telah tereduksi dalam upaya konservasi laut secara swadaya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya yang dilakukan oleh Kelompok Budidaya Ikan (Pokdakan) Pesona Bahari di Grand Watu Dodol Kabupaten Banyuwangi. Sejak tahun 2016, kelompok masyarakat ini membuka area Ekowisata secara swadaya dan memperbaiki ekosistem laut di sekitar Watu Dodol yang kini telah mencapai 1,5 hektare kilometer persegi.

Abdul Ajiz, koordinator Grand Watu Dodol sekaligus inisiator Pokdakan Pesona Bahari menyebutkan, secara sederhana apa yang mereka kerjakan sejak tahun 2016 itu ia sebut sebagai Ekonomi Biru yang sebenarnya. Bukan hanya berpikir tentang konservasi, tetapi juga tentang efek ekonomi bagi masyarakat sekitar pesisir Watu Dodol.

“Prinsip saya, ekonomi biru itu bagaimana masyarakat bisa menjaga lingkungan lewat konservasi tanpa mengabaikan faktor ekonomi. Dari konservasi itu masyarakat juga bisa mendapatkan keuntungan secara ekonomi yang berkelanjutan,” tegas Ajiz, Minggu (10/12/2023).

Prinsip tersebut berhasil dibuktikan oleh sekitar 50 warga sekitar Watu Dodol yang bergantung hidup dari Grand Watu Dodol. Upaya konservasi mulai dari perbaikan ekosistem laut dengan penanaman terumbu karang hingga membangun infrastruktur ekowisata.

Sekitar 7 tahun upaya tersebut kini membuahkan hasil. Pesisir pantai yang gersang kini berubah menjadi asri dengan keberadaan pohon pinus nan rindang. Pengunjung pun bisa turut menanam terumbu karang di area konservasi.

“Karena sekarang lautnya bersih dan asri, ratusan spesies ikan ada di sini dan dasar lautnya juga dihiasi dengan terumbu karang yang indah. Maka pengunjung wisata juga banyak, saat weekend bisa mencapai 5 ribu orang. Dari sini masyarakat bisa hidup jadi tidak lagi berpikir tentang mengeksploitasi lautnya,” imbuhnya.

Tak hanya itu, masyarakat di pesişir Watu Dodol kian berdaya dengan adanya kolaborasi dengan sejumlah perusahaan yang kerap menggelar kegiatan konservasi laut dengan memesan bibit terumbu karang untuk ditanam di perairan Watu Dodol. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mereka pun bekerja sama dengan salah satu universitas terkemuka di Indonesia membangun Coral House yang menjadi rumah penangkaran dan budidaya terumbu karang.

Coral House tersebut dibangun dengan warna serbabiru, disertai pencahayaan yang menduplikasi ekosistem laut dengan dilengkapi simulasi arus yang mengalir terus-menerus. Terumbu karang mulai dari jenis Galaxea fascicularis, Acropora elegantula, Acropora acuminat, hingga Acropora cervicornis tumbuh dalam budidaya yang subur tersebut.

Dari situ pula konservasi di laut Watu Dodol untuk penanaman terumbu karang dapat terpenuhi. Arus kencang dan wilayah Malung memberi keuntungan tersendiri yang bisa membuat Karang-karang yang ditanam tumbuh subur di laut tersebut.

“Coral House itu hasil dari penelitian oleh Universitas Brawijaya dan inovasi saya secara pribadi. Saya buat arusnya menyerupai laut, karena hasil pengamatan saya kalau Karang itu saat di laut mereka ada di cekungan yang tidak ada arusnya itu malah mati. Tapi yang di arus deras itu tumbuh subur, intinya ada pada sirkulasi,” terang Ajiz.

Keindahan pesisir pantai dan alam bawah lautnya menjadi daya tarik utama Wisata Grand Watu Dodol. Dari situ pula nelayan akhirnya tidak tertarik lagi untuk merusak ekosistem laut yang juga menjadi sumber ekonomi bagi keluarganya, di mana anak dan istri mereka ada yang mengais rezeki dari wisata. Untuk itu, nelayan pun berhenti mengeksploitasi laut Watu Dodol secara berlebihan dan menerima pembagian zona eksploitasi dengan radius 500 meter dari area konservasi.

Ekowisata terumbu karang BanyuwangiPelestarian terumbu karang di ekowisata Watu Dodol Banyuwangi Foto: Eka Rimawati/detikJatim)

Negara harus turun dukung swadaya masyarakat tanpa retribusi

Melihat gerakan masyarakat Banyuwangi yang secara swadaya membantu mempercepat upaya pencapaian Ekonomi Biru. Pengamat Maritim Indonesia Siswanto Rusdi menyebut, pemerintah sepatutnya memberikan apresiasi pada upaya swadaya masyarakat tersebut dengan tidak membebani area pesisir dengan retribusi. Berkaca pada sistem pengelolaan pesisir Indonesia selama ini, Rusdi melihat pemerintah kerap bergantung pada investor yang berujung pada kapitalisme pesisir. Sehingga ,rakyat tidak leluasa untuk menikmati keindahan pesisir lantaran dikenakan tarif retribusi yang dibebankan secara langsung.

“Negara harus hadir di tengah masyarakat yang seperti ini, apakah mereka ini terbebas dari retribusi? Belum tentu ka? Masuknya pasti bayar, minimal untuk tiket masuknya yang kemudian harus disetorkan pada negara juga. Paradigma berpikirnya jangan eksploitatif dulu,” tegasnya.

Menurut Rusdi, upaya Kementrian Kelautan untuk menuju Ekonomi Biru tentu butuh waktu panjang. KKP memiliki fungsi utama mengelola kelautan yang berkaitan dengan perikanan dan nelayan. Sentra industri perikanan nasional adalah industri yang membutuhkan kerja ekstra keras untuk menjadikan lebih modern dan beradab. Meski demikian, kolaborasi dengan kelompok masyarakat patut mendapat ruang gerak untuk menuju transformasi masyarakat pesisir yang modern.

“Kalau KKP ini kan nelayan yang diurus. KKP tentu menemukan kesulitan untuk mentransformasi sektor ini menjadi lebih modern. Fokus sederhana soal menjaga kebersihan pesisir saja dulu dan edukasi konservasi ini upaya baik,” ungkap Rusdi.

KKP telah membidik pengembangan wilayah pesisir Banyuwangi melalui berbagai sektor budidaya seperti lobster dan pengurangan sampah plastik. Di sepanjang pesisir Banyuwangi, mulai Bangsring hingga Watu Dodol, sudah ada tiga objek ekowisata yang ramai pengunjung seperti Bangsring Underwater, Kampung Lobster, dan Grand Watu Dodol. Selain itu, KKP juga meningkatkan nilai ekonomi produk kelautan melalui perempuan-perempuan nelayan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Machmud mengungkapkan, peran penting perempuan dapat membantu nelayan berpikir lebih leluasa dalam upaya konservasi lantaran sektor ekonomi lain ditingkatkan dengan menaikkan nilai jual produk perikanan.

“Peran perempuan dalam kehidupan pesisir ini tidak hanya berkontribusi pada keberlanjutan ekonomi dan lingkungan, tetapi juga mencerminkan kesetaraan gender dan pentingnya inklusi dalam pengambilan keputusan,” kata Machmud.

Simak Video “Gelombang Panas Perburuk Kerusakan Karang di Florida [Gambas:Video 20detik] (dte/dte)