BANYUWANGI, KOMPAS.com – Pemandangan unik tampak di gelaran tradisi mencak sumping yang digelar warga Dusun Mondoluko, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (6/6/2025).
Acara yang digelar bertepatan setiap Hari Raya Idul Adha itu, tak hanya menjadi bentuk pelestarian seni bela diri pencak silat, tetapi juga menjadi daya tarik wisata budaya yang memikat wisatawan mancanegara.
Salah satunya Sebastian, wisatawan mancanegara asal negara Chili yang turut meramaikan acara setelah melihat flyer kegiatan tersebut di media sosial.
“Saya turut bangga bisa bergabung dengan orang-orang yang sangat ramah,” kata Sebastian.
Baca juga: Potong 17 Hewan Kurban, Napi Lapas Banyuwangi Gembira Nyate Bersama
Saat tampil, usai mengucapkan salam ke pendekar Suku Osing yang menjadi lawannya, Sebastian berupaya merobohkan pendekar tersebut.
Namun meski perawakan Sebastian lebih besar dari sang pendekar, ia tetap tidak bisa menumbangkannya. Meski begitu, ia menjalani acara itu dengan ruang gembira.
Sesekali tawanya lepas, disusul riuh suara penonton yang membuat acara kian terasa semarak.
Peluhnya menetes dari sekujur tubuhnya, tapi senyumnya tak pernah lepas.
“Ini merupakan pengalaman yang luar biasa bagi saya untuk ikut meramaikan kegiatan tradisional di sini,” tuturnya.
Baca juga: Sapi Kabur Saat Akan Disembelih, Kejar-kejaran dengan Petugas Damkar Banyuwangi
Penampilan Sebastian diakhiri sorak-sorai dan tepuk tangan warga serta penonton kepada wisatawan mancanegara tersebut.
Untuk diketahui, mencak sumping adalah pertunjukan pencak silat tradisional yang dipadukan dengan iringan musik khas Banyuwangi yang rancak.
Para pendekar dari berbagai usia (anak-anak hingga lansia, laki-laki dan perempuan) menampilkan jurus-jurus silat.
Baik dengan tangan kosong maupun menggunakan senjata, secara lincah dan energik.
Tradisi ini memiliki keterikatan erat dengan sejarah Dusun Mondoluko.
Konon, pada masa penjajahan Belanda, seorang tokoh bernama Buyut Ido terluka parah (luko) hingga tubuhnya terkoyak (modol-modol), yang kemudian menjadi asal-usul penamaan “Mondoluko”.
Baca juga: Idul Adha di Banyuwangi: Melihat Uniknya Tradisi Kurban Suku Osing
Page 2
Selain aksi silat, acara ini juga menyuguhkan sumping, kudapan tradisional berbahan dasar pisang yang dibungkus adonan tepung lalu dikukus (mirip dengan nagasari di daerah lain).
Uniknya, kue sumping bukan hanya disajikan sebagai suguhan kepada tamu, tetapi juga digunakan dalam atraksi silat sebagai bentuk pengakuan kemenangan.
Pendekar yang menang akan ‘menyumpal’ mulut lawan yang kalah dengan kue sumping sebagai simbol humoris sekaligus penghormatan.
Rangkaian tradisi Mencak Sumping digelar bersamaan dengan ritual Bersih Desa atau Ider Bumi, yang dilaksanakan malam sebelum Idul Adha.
Dalam ritual ini, warga mengelilingi desa sambil melantunkan adzan dan istighfar sebagai bentuk permohonan ampun kepada Allah serta doa keselamatan bagi desa.
Dengan kombinasi antara nilai sejarah, seni bela diri, dan sajian kuliner khas, tradisi Mencak Sumping tidak hanya memperkuat identitas budaya lokal.
Tetapi juga membuka peluang besar dalam pengembangan wisata budaya di Banyuwangi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.