Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Keboan Desa Aliyan menjadi Potensi Wisata lokal berbasis Budaya Adi Luhur

keboan-desa-aliyan-menjadi-potensi-wisata-lokal-berbasis-budaya-adi-luhur
Keboan Desa Aliyan menjadi Potensi Wisata lokal berbasis Budaya Adi Luhur

Banyuwangi, Jurnalnews.com – Upacara adat Keboan di Desa Aliyan, dilaksanakan pada Minggu 29 Juni 2025. Rangkaian acaranya tidak jauh berbeda dengan penyelenggaraan setiap tahunnya.

Masyarakat Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi menggelar ritual adat Keboan Aliyan. Tradisi ini digelar setiap bulan Suro ini. Ribuan orang memadati lokasi untuk menyaksikan ritual sakral tersebut. Ada bazar pasar ien, malam minggu sebelumnya juga ada kesenian jaranan dan pertunjukan pentas musik tradisional.

Semua persiapan penduduk memasang ubo rampe dengan cara digantung dan diikat pada lawang kori. 2-3 hari sebelumnya bagi warga Aliyan, warga yang kesurupan bukan hal yang aneh. Apalagi, kini memasuki bulan Sura dalam kalender Jawa, atau Muharam dalam kalender Hijriah.

Keboan Aliyan merupakan tradisi turun-temurun sebagai bentuk syukur atas panen sekaligus permohonan kelimpahan hasil bumi di musim tanam berikutnya. Dalam prosesi ini, beberapa warga yang telah kerasukan bertingkah seperti kebo (kerbau), lengkap dengan tingkah laku membajak sawah dan berkubang di lumpur.

Tradisi ini memiliki akar sejak abad ke-18, dimulai oleh Mbah Buyut Wongso Kenongo, yang diwarisi oleh dua anaknya, Raden Pekik dan Raden Turonggo. Legenda menyebutkan bahwa perselisihan antara kedua anak ini, yang ditengarai oleh sebuah wangsit, berakhir dengan mereka berguling-guling di sawah, simbolik untuk melestarikan kesuburan tanah dan kesejahteraan desa.

Tradisi Keboan sendiri telah mengalami evolusi dari waktu ke waktu, melibatkan partisipasi aktif dari sekitar 10 hingga 15 pelaku utama dalam ritual yang berlangsung selama 10 jam. Tambahan acara dari pihak pemerintah kabupaten menunjukkan dukungan yang kuat terhadap pelestarian tradisi ini serta pengakuan akan nilai-nilai budaya yang tersimpan di Desa Aliyan.

Selain memberikan dampak sosial dan budaya yang signifikan, Keboan juga berkontribusi terhadap ekonomi lokal melalui pengembangan pariwisata mikro.

Tradisi Keboan semakin dikenal dan mendapat dukungan untuk meningkatkan infrastruktur dan promosi pariwisata di Desa Aliyan. Hal ini tidak hanya membantu dalam melestarikan budaya lokal tetapi juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

Keboan di Desa Aliyan tidak hanya menjadi potensi wisata lokal berbasis cagar budaya yang penting tetapi juga motor penggerak pembangunan ekonomi lokal. Kesuksesan dalam melestarikan tradisi ini menegaskan pentingnya menjaga dan menghormati warisan leluhur di tengah tantangan zaman modern. Desa Aliyan terus berupaya untuk mempertahankan nilai-nilai luhur ini sebagai bagian integral dari identitas dan kehidupan mereka.

Acara Keboan di Desa Aliyan tidak hanya bertahan sebagai tradisi yang kaya akan nilai-nilai budaya, tetapi juga sebagai motor penggerak bagi pembangunan ekonomi lokal dan promosi pariwisata. Keberhasilan dalam menjaga dan mengembangkan tradisi ini menunjukkan betapa pentingnya penghormatan terhadap warisan leluhur dalam menghadapi tantangan zaman modern sekarang.

“Tradisi ini sudah turun temurun sejak ratusan tahun. Sebagai bentuk ungkapan syukur kami atas hasil panen yang diberikan Allah SWT, sekaligus tolak balak dan memohon agar hasil panen berikutnya lebih melimpah,” ujar Kepala Desa Aliyan, Agus Robani Yusuf.

Tradisi Keboan Aliyan menjadi menjadi magnet wisatawan setiap penyelenggaraannya. Meski sempat diguyur hujan, antusiasme pengunjung tak surut. Mereka tetap memadati sisi kanan-kiri Lapangan Desa Aliyan yang pusat pelaksanaan ritual adat masyarakat Osing tersebut.

Keboan Aliyan merupakan tradisi turun-temurun sebagai bentuk syukur atas panen sekaligus permohonan kelimpahan hasil bumi di musim tanam berikutnya. Dalam prosesi ini, beberapa warga yang telah kerasukan bertingkah seperti kebo (kerbau), lengkap dengan tingkah laku membajak sawah dan berkubang di lumpur.

Keboan Aliyan konon dilaksanakan sejak era kerajaan Blambangan. Tradisi ini adalah warisan Buyut Wongso Kenongo, yang lokasi makam berada di Dusun Cempokosari, Desa Aliyan. Ritual ini dilaksanakan oleh masyarakat setempat yang berkultur Osing setiap memasuki bulan Suro dalam kalender Jawa.

Keboan Aliyan diawali dengan selamatan dan ider bumi (berkeliling desa) ke empat penjuru mata angin. Warga yang kerasukan kemudian mulai berkeliling desa, bertingkah mirip kerbau yang tengah mengolah sawah.

Selain itu mereka juga mengairi, hingga menabur benih padi, layaknya siklus cocok tanam. Mereka juga membawa alat bajak di punggung.

Terdapat dua kelompok warga yang melakukan arak-arakan Keboan Aliyan. Dari sisi timur kantor desa berasal dari warga Dusun Krajan, Cempokosari, Bolot, dan Temurejo. Lalu disusul kemudian dari sisi barat oleh rombongan dari Dusun Sukodono dan Kedawung. Keduanya mempertontonkan atraksi di hadapan para tamu dan wisatawan.

Wakil Bupati Banyuwangi Mujiono yang turut menyaksikan Keboan Aliyan tersebut mengapresiasi keguyuban warga. Selain menjaga gotong royong, tradisi ini, menurutnya menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk datang ke Desa Aliyan.

“Tradisi seperti ini sangat penting untuk dilestarikan. Selain menjaga warisan budaya, juga bisa menjadi daya tarik wisata yang memberi dampak ekonomi bagi masyarakat,” jelasnya.(Ilham T.)