Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Menguak Alasan Gus Dur Kunjungi Israel: Sejarah, Kontroversi, dan Misi Perdamaian yang Dilupakan Orang

sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Di balik sosoknya yang humoris dan dikenal sebagai pembela kaum kecil, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga memiliki rekam jejak yang penuh terobosan di wilayah yang jarang disentuh pemimpin Muslim lain.

Salah satu langkah paling kontroversial itu adalah kunjungan-kunjungannya ke Israel—sebuah keputusan yang hingga kini masih menjadi bahan perdebatan, terutama ketika isu serupa kembali menghangat di tubuh Nahdlatul Ulama.

Baca Juga: Gus Yahya Hadiri Rapat PWNU di Surabaya di Tengah Isu Pemakzulan, NU Belum Beri Pernyataan Resmi

Kunjungan Gus Dur ke Israel bukan terjadi sekali. Dalam kapasitasnya sebagai tokoh lintas agama, intelektual internasional, dan Ketua Umum PBNU, ia beberapa kali bertandang ke negara tersebut.

Salah satu yang paling dikenal adalah kehadirannya dalam momen bersejarah perjanjian damai Israel–Yordania.

Sorotan publik terhadap kisah lama ini kembali mencuat setelah munculnya desakan mundur terhadap Ketua Umum PBNU saat ini, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).

Polemik tersebut dipicu kehadiran seorang narasumber yang dianggap terhubung dengan jaringan zionisme dalam sebuah program pelatihan kepemimpinan.

Baca Juga: Menko Airlangga: Selamat untuk Gus Yahya, Terima Kasih Kang Said

Banyak pihak kemudian mengaitkan momen tersebut dengan jejak Gus Dur puluhan tahun lalu.

Berikut rangkuman lengkap mengenai kunjungan Gus Dur ke Israel, sebagaimana dihimpun dari NU Online dan berbagai sumber.

Undangan Bersejarah: Perjanjian Damai Israel–Yordania (1994)

Menurut laporan NU Online, salah satu kunjungan Gus Dur ke Israel yang paling banyak dikenang terjadi pada 1994.

Saat itu, Gus Dur mendapat undangan langsung dari Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, untuk menyaksikan penandatanganan perjanjian damai Israel–Yordania.

Dalam perjalanan tersebut, Gus Dur melihat secara langsung keinginan kuat masyarakat Israel untuk hidup damai.


Page 2

Gus Dur memanfaatkan jejaringnya untuk mendorong dialog antara tokoh Israel dan Palestina. Logika Gus Dur sederhana namun tegas:

Indonesia tidak mungkin berperan dalam perdamaian Israel–Palestina jika tidak memiliki jalur komunikasi dengan kedua pihak.

Meskipun kerap berkunjung ke Israel dan menjalin hubungan dengan tokoh Yahudi progresif—bahkan bergabung dalam yayasan Shimon Peres—Gus Dur tidak pernah goyah dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Ia menegaskan bahwa posisinya konsisten hingga akhir hayat.

Menurut Gus Dur, membangun pertemanan dengan kelompok Yahudi progresif justru membuka ruang dukungan moral dan politik yang dapat membantu perjuangan Palestina dalam arena global.

Jejak Berani yang Tetap Menginspirasi

Kunjungan Gus Dur ke Israel kini kembali didiskusikan, terutama ketika organisasi besar seperti NU kembali diterpa isu sensitif terkait hubungan dengan tokoh atau lembaga yang terhubung dengan jaringan zionisme.

Meski demikian, rekam jejak Gus Dur menunjukkan bahwa langkah tersebut bukan bentuk dukungan terhadap Israel sebagai negara, melainkan strategi untuk membuka ruang dialog kemanusiaan.

Baginya, perdamaian hanya dapat muncul dari keberanian untuk melampaui batas yang dianggap tabu.

Hingga kini, warisan pemikiran Gus Dur tetap menginspirasi banyak pihak dalam melihat konflik global dengan cara yang lebih luas, jernih, dan penuh empati. (*)


Page 3

Ia berdialog dengan warga Yahudi, Muslim, Kristen, hingga komunitas Arab.

Semua menyampaikan harapan yang sama: bebas dari bayang-bayang perang berkepanjangan.

Pada masa itu, kehadiran seorang tokoh Muslim Indonesia di Israel merupakan tindakan yang tabu.

Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, sehingga setiap bentuk interaksi dianggap sensitif dan berpotensi memicu kecaman politik.

Namun bagi Gus Dur, batas diplomatik bukan alasan untuk menghentikan dialog kemanusiaan.

Ia memandang dialog lintas batas sebagai upaya menjaga perdamaian global—bukan sebagai bentuk pengakuan politik terhadap Israel.

Tidak Mewakili Negara, Tapi Tetap Menjadi Sorotan Publik

Gus Dur datang ke Israel bukan sebagai perwakilan resmi negara.

Statusnya saat itu adalah Ketua Umum PBNU, intelektual Muslim, dan aktivis perdamaian internasional.

Meski demikian, kedudukannya membuat langkah tersebut tetap menjadi sorotan nasional.

Reaksi publik pun beragam. Sebagian mengkritik langkah itu sebagai tindakan yang menabrak sensitivitas politik luar negeri Indonesia.

Sementara itu, sebagian lainnya melihat keberanian Gus Dur sebagai bentuk keterbukaan yang sangat langka dari seorang pemimpin Muslim besar.

Gus Dur tidak gentar terhadap kritik tersebut. Baginya, umat beragama harus tetap berbicara satu sama lain, meski sejarah panjang dan politik global mengatakan sebaliknya.

Misi Besar Gus Dur: Membuka Ruang Dialog Israel–Palestina

Kunjungan Gus Dur tidak hanya terkait pemikiran kosmopolitan, melainkan sarat dengan misi perdamaian. Dalam banyak kesempatan, ia dipercaya sebagai figur Muslim moderat yang dapat diterima di berbagai komunitas internasional.