Banyuwangi, Jurnalnews.com – Seni Tradisi Tari Topeng asal leluhur Sumenep ternyata hidup di lingkungan masyarakat Dusun Plampangrejo dan Dusun, Tegalrejo. Desa Bayu Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi. Itu berkat jasa seniman Rama Sholeh dan diupayakan untuk terus hidup sebagai penghormatan pada leluhur. Awal mula yang mendirikan adalah Rama Muraksan, dan di lanjutkan Rama Mateno
“Keduanya sudah almarhum. Seni tari topengnya tetap hidup. Karena anak turun Rama Muraksan dan Rama Mateno terus berupaya melestarikan budaya warisan nenek moyangnya,” tutur Wiji Misto, Humas Grup Seni Tari Topeng “Laras Mustoko Jalmo” Kecamatan Songgon.
Yang terus berupaya menghidup-hidupkan seni tari topeng ini adalah generasi ketiga dari Alm Rama Muraksan dan Rama Mateno yaitu Rama Sholeh.
Misto menjelaskan, untuk melestarikan budaya asal Madura di Kabupaten Banyuwangi yang kaya dengan warisan seni budaya sungguh tidak mudah.
Itu sebabnya, lanjut Misto, perlu dilakukan penyatuan dua budaya yang berbeda itu.
“Gerakan penari masih seperti aslinya. Tapi dialog yang digunakan adalah bahasa Madura dan Jawa,” jelas Misto, yang juga Ketua Kelompok Petani Kopi dan Peternak Kambing Susu Ettawa.
Cara lain yang ditempuh adalah melibatkan Generasi Z agar juga mencintai seni tari topeng yang sudah puluhan tahun hidup di lingkungan masyarakat Bayu, Songgon.
Minggu (15/12/2024) malam lalu ada hajatan pernikahan di Desa Bayu, Kecamatan Songgon. Si empunya hajat, Samsul Hadi, minta Grup Laras Mustoko Jalmo bermain semalam suntuk. Dari malam hingga jelang Subuh.
Ratusan penonton tak beranjak dari tempatnya selama pertunjukan berlangsung. “Itu artinya kesenian yang satu ini memang banyak penggemarnya,” ujar Misto.
Itu sebabnya Misto berharap, Dewan Kesenian Blambangan memasukkan dan mencatat Grup Tari Topeng “Laras Mustoko Jalmo’ sebagai salah satu kesenian yang hidup di Bumi Blambangan.
Puluhan tahun ada keluarga sendiri dari turunan Rama Muraksan dan Rama Mateno, Dan pada generasi ketiga sudah mulai berpikir organisasi dan legalitas serta generasi keempat mulai membuka sanggar untuk anak muda yang bukan keturunan buyut topeng asli madura serta kolaborasi dengan sanggar seni osing yang ada di Songgon.
Atraksi memadukan Musik dan Tari Madura dan Osing diwujudkan saat Syamsul Hadi gelar resepsi pernikahan putrinya nanggap Seni Topeng” Laras Mustoko Jalmo” semalam suntuk layaknya janger atau rengganis.”Bila diawali tari jejer gandrung sudah biasa, tapi memberi ruang tari lokal lainnya dari banyuwangi tapi bertema kan musik madura yang bernama ” Tari Jebing Kacong” dan musik Sanggar Songgon Etnic Colaboration yang semuanya gen Z ini pertama kali.Penabuh gamelan madura umumnya kan lansia!” ungkap Wiji Misto.
Sedang pimpinan Songgon Etnik Aditya Dwi Affandi asal Jajangan Sumberbulu Songgon mengumpulkan anak muda beragan etnis dan wilayah yang mau nguri-nguri tradisi Banyuwangi.”Kami baru bergerak dan membimbing semoga manfaat buat tanah kelahiran!” tuturnya ramah seraya senang bisa kolaborasi tradisi osing dan madura.
“Kami nanggap karena memang niat mengumpulkan keluarga besar juga yang penting bagaimana memberi apresiasi anak -anak yang rutin latihan tampil serta generasi muda mau menomton pertunjukkam penuh tontonan ini!”tutur yang punya hajatan yang sehari -hari tramtib di Kantor kecamatan Songgon.
Ada sekitar 45 topeng yang tak semua tampil saat main karena menyesuaian cerita yang dipilih dalang.Dan bersyukur pihak desa mulai menganggarkan APBDes untuk perawatan .”Kami ingin punya seragam sesuai tuntutan cerita,sarpras panggung dan gamelan baru lewat APBD atau CSR!” harap Rama Sholeh, Ketua seni “Topeng Laras Mustoko Jalmo” yang juga punya peninggalan leluhur pohon durian merah ini.(Bung Aguk/MA/JN-CA)