Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Derita Budi, Selama 30 Tahun Hidup tanpa Lubang Anus; Malu Bergaul Tetangga, Buang Air Besar Pun Harus Cari Sungai

derita-budi,-selama-30-tahun-hidup-tanpa-lubang-anus;-malu-bergaul-tetangga,-buang-air-besar-pun-harus-cari-sungai
Derita Budi, Selama 30 Tahun Hidup tanpa Lubang Anus; Malu Bergaul Tetangga, Buang Air Besar Pun Harus Cari Sungai
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

RadarBanyuwangi.id – Hidup selama 30 tahun tanpa lubang anus. Itulah yang dirasakan Budi, warga Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.

Kata dokter, Budi mengalami kelainan atresia ani. Sejak bayi, Budi buang air lewat lubang buatan pada bagian perut sebelah kiri.

Budi sempat menjalani operasi pada usia 25 tahun. Operasi pertama dilakukan di RSUD dr Soetomo Surabaya.

Gara-gara terbentur biaya, operasi berikutnya tidak dilakukan. Budi akhirnya memilih hidup tanpa lubang anus di rumahnya Desa Kandangan.

Penderitaan yang dirasakan Budi akhirnya mengundang perhatian Abdul Kadir.

Baca Juga: Tuntut Kedaulatan Rakyat Dijalankan melalui Pemilu

Mantan pejabat Pemkab Banyuwangi itu menemukan Budi ketika blusukan ke desa-desa terkait pencalegan.

Kadir benar-benar iba melihat penderitaan yang dialami anak pasangan Paini dan almarhum Geger tersebut.

”Saya merasa trenyuh dengan penderitaan yang dialami Budi. Selama hidupnya Budi buang air besar lewat lubang buatan. Itu pun harus mencari sungai agar buang airnya lancar. Sungai kecil dibendung, lalu mengambang di atas air, baru bisa buang air,’’ tutur Kadir.

Tanpa menunggu lama, Kadir dan sejumlah warga Sarongan menggalang donasi untuk biaya pengobatan di Surabaya nanti.

Sejumlah dermawan dihubungi, lalu terkumpul uang Rp 29 juta.

Baca Juga: Pria Tak Punya Lubang Anus asal Desa Kandangan Banyuwangi Akhirnya Dirujuk ke Surabaya

”Uang tersebut rencananya untuk biaya hidup keluarganya selama menunggui Budi ke Surabaya,’’ ujar Kadir yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Banyuwangi itu.

Segala persyaratan diurus untuk keperluan operasi kedua di Surabaya. Di antaranya mengurus surat pernyataan miskin (SPM) dari RT dan desa.

Sumber: Jawa Pos Radar Banyuwangi


Page 2


Page 3

Selasa pukul 07.00 kemarin (6/2), Budi diantar keluarganya naik mobil ambulans puskesmas menuju RSUD Blambangan untuk dimintakan surat rujukan.

”Setelah mendapatkan surat rujukan, rencananya Budi langsung berangkat menuju RSUD dr Soetomo Surabaya,’’ kata Kadir.

Saat ditemui di RSUD Blambangan kemarin (6/2), Budi mengaku cukup lega karena mendapatkan jalan untuk menjalani operasi yang rencananya dilakukan di RSUD dr Soetomo Surabaya.

Baca Juga: Bersinergi, Pengadilan Negeri Banyuwangi Jalin Kerja Sama dengan JP-RaBa

”Lima tahun lalu saya sempat menjalani operasi di Surabaya. Namun, tidak dilakukan hingga tuntas lantaran tidak punya biaya. Untuk makan sehari-hari pun saya harus bekerja keras sebagai penyadap karet,’’ ungkapnya.

Lima tahun lalu, Budi sempat mau dioperasi. Namun, dokternya mengatakan dia harus tinggal di Surabaya setidaknya selama tiga bulan.

”Kami tidak punya uang untuk biaya hidup di Surabaya. Untuk makan saja susah, akhirnya tindakan operasi dibatalkan,” kenangnya.  

Selama ini Budi hanya bisa buang air besar melalui lubang yang telah dipasang sejak dia baru lahir.

Namun, hal tersebut bukan satu-satunya penyelesaian masalah. Budi terkadang merasakan kesakitan seperti rasa ngilu saat melakukan buang hajat.

”Saat BAB harus mencari sungai yang memiliki ketinggian lebih tinggi dari lubang di perut sebelah kanan,’’ ujarnya.  

Baca Juga: Nilai Ujian Peserta Pelatihan Pelatih Kerja Banyuwangi, Tertinggi se Jatim

Sang ibu, Paini kemarin ikut mengantar putranya menjalani pemeriksaan di RSUD Blambangan. Paini tak henti-hentinya meneteskan air mata.

Dia merasa haru lantaran putra pertamanya dapat menjalani pengobatan yang layak dan bisa hidup seperti temen-teman seusianya.

Selama ini anaknya menjadi pria yang sangat tertutup, bahkan tidak pernah bersosialisasi lantaran minder dengan kekurangan yang dimiliki. Budi malu berbaur dengan masyarakat.

”Kalau pergi ya cuma bekerja. Pulang kerja langsung tidur. Tidak pernah ngobrol atau bertegur sapa dengan yang lain,” ungkap perempuan 50 tahun itu.

Sumber: Jawa Pos Radar Banyuwangi