radarbanyuwangi.jawapos.com – Tak banyak yang tahu, bangunan suci Ka’bah yang kini berdiri megah di jantung Masjidil Haram, Mekkah, ternyata pernah mengalami perubahan bentuk yang cukup signifikan sepanjang sejarah.
Umat Islam di seluruh dunia memang menjadikan Ka’bah sebagai kiblat salat, tetapi tidak semua menyadari bahwa pondasi aslinya jauh berbeda dengan wujud yang tampak sekarang.
Ka’bah Zaman Nabi Ibrahim: Persegi Panjang Tanpa Atap
Dalam catatan sejarah Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir (Al-Bidayah wan Nihayah) dan Al-Azraqi (Akhbar Makkah), Ka’bah pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya, Nabi Ismail AS.
Saat itu, Ka’bah dibangun di atas pondasi yang berbentuk persegi panjang, bukan kubus seperti sekarang.
Bagian yang kini dikenal sebagai Hijir Ismail atau area setengah lingkaran di samping Ka’bah, sebenarnya adalah bagian dalam bangunan Ka’bah di masa Nabi Ibrahim.
Pondasi itu meluas hingga ke arah Hijir Ismail, sehingga ukuran Ka’bah lebih panjang ke utara.
Menariknya, Ka’bah di masa itu tidak memiliki atap. Dindingnya pun tidak terlalu tinggi, hanya cukup untuk menandai area suci.
Pintu Ka’bah juga dibuat sejajar dengan tanah, sehingga siapa pun yang ingin masuk dapat melangkah dengan mudah, tanpa perlu naik tangga atau perantara.
Sejarah juga menyebut Ka’bah aslinya memiliki dua pintu, satu di sisi timur, satu di barat. Ini bertujuan agar orang-orang bisa masuk dari satu sisi dan keluar dari sisi lainnya.
Renovasi Besar di Masa Quraisy: Bentuk Ka’bah Jadi Kubus
Ratusan tahun setelah itu, Ka’bah sempat rusak akibat banjir hebat yang melanda Mekkah. Suku Quraisy, yang saat itu bertanggung jawab menjaga Ka’bah, kemudian sepakat untuk merenovasi total.
Uniknya, mereka bertekad hanya menggunakan uang halal hasil perdagangan jujur, tanpa riba, tanpa kecurangan.
Namun, dana yang berhasil mereka kumpulkan ternyata tidak cukup untuk membangun Ka’bah sesuai pondasi Nabi Ibrahim.
Alhasil, mereka hanya mampu membangun hingga area kotak seperti sekarang, sementara Hijir Ismail tetap berada di luar. Itulah sebabnya, dalam hukum fikih, salat di dalam Hijir Ismail sama nilainya dengan salat di dalam Ka’bah.
Perubahan lain yang muncul di masa Quraisy adalah peninggian pintu Ka’bah sekitar 2 meter dari tanah.
Page 2
Tujuannya, agar orang-orang yang masuk bisa diawasi, sebab hanya penjaga kunci Ka’bah yang berhak membuka atau menutup pintu. Dari dua pintu yang semula ada, Quraisy pun hanya membuat satu pintu, yakni di sisi timur.
Hijir Ismail: Sisa Pondasi yang Tersisa
Area Hijir Ismail saat ini dikelilingi dinding setengah lingkaran. Bagi umat Islam, area ini menjadi tempat istimewa karena termasuk dalam area pondasi Ka’bah aslinya.
Tak heran jika saat melaksanakan thawaf, umat Islam berusaha menghindari bagian Hijir Ismail agar tetap memutari seluruh bangunan Ka’bah sesuai syariat.
Perubahan di Masa Sahabat dan Dinasti
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Abdullah bin Zubair, seorang sahabat Nabi, sempat merenovasi Ka’bah dan mengembalikannya ke bentuk aslinya. Hijir Ismail dimasukkan, pintu Ka’bah dibuat dua, dan tinggi dinding dikurangi.
Namun, di masa Hajjaj bin Yusuf (gubernur Dinasti Umayyah), bentuk Ka’bah dikembalikan ke model kotak seperti masa Quraisy, dengan alasan menjaga stabilitas politik.
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW sendiri bersabda.
ﻟَﻮْﻟَﺎ ﺣِﺪْﺛَﺎﻥُ ﻗَﻮْﻣِﻚِ ﺑِﺎﻟْﻜُﻔْﺮِ ﻟَﻨَﻘَﻀْﺖُ ﺍﻟْﻜَﻌْﺒَﺔَ ﻭَﺟَﻌَﻠْﺖُ ﻟَﻬَﺎ ﺑَﺎﺑًﺎ ﺷَﺮْﻗِﻴًّﺎ ﻭَﺑَﺎﺑًﺎ ﻏَﺮْﺑِﻴًّﺎ ﻭَﺃَﺩْﺧَﻠْﺖُ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﺍﻟْﺤِﺠْﺮَ
“Wahai Aisyah, kalau bukan karena kaummu baru saja meninggalkan jahiliyah, aku ingin meruntuhkan Ka’bah, lalu membangunnya di atas pondasi Ibrahim dan menjadikannya punya dua pintu timur dan barat, dan aku akan memasukkan al-Hijr ke dalam lingkup Ka’bah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini menegaskan betapa bentuk Ka’bah saat itu memang tidak sepenuhnya sama dengan pondasi Nabi Ibrahim.
Kiswah: Dulu Tak Selalu Hitam
Fakta menarik lain, kain penutup Ka’bah (Kiswah) juga mengalami evolusi. Pada masa awal, Kiswah tidak selalu berwarna hitam.
Tercatat, di masa Khalifah berbeda, Kiswah pernah berwarna putih, merah, hingga hijau. Baru pada masa Abbasiyah warna hitam mulai digunakan secara konsisten seperti sekarang.
Tujuan pemasangan Kiswah tetap sama yakni menjaga kesucian Ka’bah dari debu, panas, dan kotoran.
Page 3
radarbanyuwangi.jawapos.com – Tak banyak yang tahu, bangunan suci Ka’bah yang kini berdiri megah di jantung Masjidil Haram, Mekkah, ternyata pernah mengalami perubahan bentuk yang cukup signifikan sepanjang sejarah.
Umat Islam di seluruh dunia memang menjadikan Ka’bah sebagai kiblat salat, tetapi tidak semua menyadari bahwa pondasi aslinya jauh berbeda dengan wujud yang tampak sekarang.
Ka’bah Zaman Nabi Ibrahim: Persegi Panjang Tanpa Atap
Dalam catatan sejarah Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir (Al-Bidayah wan Nihayah) dan Al-Azraqi (Akhbar Makkah), Ka’bah pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya, Nabi Ismail AS.
Saat itu, Ka’bah dibangun di atas pondasi yang berbentuk persegi panjang, bukan kubus seperti sekarang.
Bagian yang kini dikenal sebagai Hijir Ismail atau area setengah lingkaran di samping Ka’bah, sebenarnya adalah bagian dalam bangunan Ka’bah di masa Nabi Ibrahim.
Pondasi itu meluas hingga ke arah Hijir Ismail, sehingga ukuran Ka’bah lebih panjang ke utara.
Menariknya, Ka’bah di masa itu tidak memiliki atap. Dindingnya pun tidak terlalu tinggi, hanya cukup untuk menandai area suci.
Pintu Ka’bah juga dibuat sejajar dengan tanah, sehingga siapa pun yang ingin masuk dapat melangkah dengan mudah, tanpa perlu naik tangga atau perantara.
Sejarah juga menyebut Ka’bah aslinya memiliki dua pintu, satu di sisi timur, satu di barat. Ini bertujuan agar orang-orang bisa masuk dari satu sisi dan keluar dari sisi lainnya.
Renovasi Besar di Masa Quraisy: Bentuk Ka’bah Jadi Kubus
Ratusan tahun setelah itu, Ka’bah sempat rusak akibat banjir hebat yang melanda Mekkah. Suku Quraisy, yang saat itu bertanggung jawab menjaga Ka’bah, kemudian sepakat untuk merenovasi total.
Uniknya, mereka bertekad hanya menggunakan uang halal hasil perdagangan jujur, tanpa riba, tanpa kecurangan.
Namun, dana yang berhasil mereka kumpulkan ternyata tidak cukup untuk membangun Ka’bah sesuai pondasi Nabi Ibrahim.
Alhasil, mereka hanya mampu membangun hingga area kotak seperti sekarang, sementara Hijir Ismail tetap berada di luar. Itulah sebabnya, dalam hukum fikih, salat di dalam Hijir Ismail sama nilainya dengan salat di dalam Ka’bah.
Perubahan lain yang muncul di masa Quraisy adalah peninggian pintu Ka’bah sekitar 2 meter dari tanah.