RADARBANYUWANGI.ID – Hotel-hotel di Banyuwangi saat ini sedang dalam mode bertahan menghadapi badai kebijakan efisiensi dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Perampingan jam kerja dan pengurangan konsumsi energi dilakukan besar-besaran. Dalam jangka panjang, kondisi ini tentu akan mempengaruhi serapan pendapatan asli daerah (PAD).
Pengurangan besar-besaran terhadap anggaran perjalanan dinas menyebabkan penurunan tajam pada tingkat hunian hotel.
Terutama di segmen korporasi dan instansi pemerintah yang selama ini menjadi penyumbang signifikan terhadap permintaan kamar hotel.
Baca Juga: Okupansi Hotel Nasional Turun 20 Persen, Okupansi Hotel di Banyuwangi Malah Berjaya
Persatuan Hotel Republik Indonesia (PHRI) Banyuwangi mencatat, lebih dari 40 persen pendapatan hotel berasal dari reservasi MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition).
Sementara realisasi PAD Banyuwangi pada tahun 2024, gagal memenuhi target 100 persen.
Berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Tahun 2024, PAD terealisasi sebesar Rp 597,5 miliar atau 94,84 persen dari target Rp 630 miliar.
Pajak sektor perhotelan sendiri telah menyumbang realisasi Rp 21,4 miliar dari target Rp 18,2 miliar.
Baca Juga: Mirip Masa Covid-19, Hotel-Hotel di Banyuwangi Masuki Mode Bertahan Gegara Efisiensi Anggaran
Ketua PHRI Banyuwangi Zaenal Mutaqqin mengatakan, ketika kegiatan pemerintah berkurang drastis, maka penurunan penerimaan dari pajak hotel menjadi tidak terhindarkan.
Selain itu, dampak mode bertahan hotel berdampak terhadap tingkat belanja kebutuhan listrik, air, dan bahan baku makanan.
”Tentu perihal pembayaran pajak akan berkurang. Kondisi ini berbanding lurus dengan tingkat okupansi dan kegiatan yang mendukung,” kata Zaenal kepada wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi, Jumat (18/4).
General Manager Aston Hotel Banyuwangi Catur Rahmadi mengatakan, setoran pajak dari seluruh poin wajib pajak telah menurun cukup signifikan.
Page 2
Page 3
RADARBANYUWANGI.ID – Hotel-hotel di Banyuwangi saat ini sedang dalam mode bertahan menghadapi badai kebijakan efisiensi dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Perampingan jam kerja dan pengurangan konsumsi energi dilakukan besar-besaran. Dalam jangka panjang, kondisi ini tentu akan mempengaruhi serapan pendapatan asli daerah (PAD).
Pengurangan besar-besaran terhadap anggaran perjalanan dinas menyebabkan penurunan tajam pada tingkat hunian hotel.
Terutama di segmen korporasi dan instansi pemerintah yang selama ini menjadi penyumbang signifikan terhadap permintaan kamar hotel.
Baca Juga: Okupansi Hotel Nasional Turun 20 Persen, Okupansi Hotel di Banyuwangi Malah Berjaya
Persatuan Hotel Republik Indonesia (PHRI) Banyuwangi mencatat, lebih dari 40 persen pendapatan hotel berasal dari reservasi MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition).
Sementara realisasi PAD Banyuwangi pada tahun 2024, gagal memenuhi target 100 persen.
Berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Tahun 2024, PAD terealisasi sebesar Rp 597,5 miliar atau 94,84 persen dari target Rp 630 miliar.
Pajak sektor perhotelan sendiri telah menyumbang realisasi Rp 21,4 miliar dari target Rp 18,2 miliar.
Baca Juga: Mirip Masa Covid-19, Hotel-Hotel di Banyuwangi Masuki Mode Bertahan Gegara Efisiensi Anggaran
Ketua PHRI Banyuwangi Zaenal Mutaqqin mengatakan, ketika kegiatan pemerintah berkurang drastis, maka penurunan penerimaan dari pajak hotel menjadi tidak terhindarkan.
Selain itu, dampak mode bertahan hotel berdampak terhadap tingkat belanja kebutuhan listrik, air, dan bahan baku makanan.
”Tentu perihal pembayaran pajak akan berkurang. Kondisi ini berbanding lurus dengan tingkat okupansi dan kegiatan yang mendukung,” kata Zaenal kepada wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi, Jumat (18/4).
General Manager Aston Hotel Banyuwangi Catur Rahmadi mengatakan, setoran pajak dari seluruh poin wajib pajak telah menurun cukup signifikan.