radarbanyuwangi.jawapos.com – Polemik utang Rp 164 miliar yang menyeret nama PT Jawa Pos Holding (JPH) dalam sidang permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terus bergulir panas.
Namun, pernyataan tegas datang dari ahli akuntansi yang juga Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Zaenal Fanani.
Dalam kesaksiannya di sidang yang digelar Kamis (31/7) di Pengadilan Niaga Surabaya, Prof. Zaenal menyebutkan bahwa utang yang didalilkan oleh Dahlan Iskan bukanlah kewajiban PT JPH sebagai induk usaha.
“Memang harus dibuat laporan keuangan konsolidasi. Tetapi tidak serta-merta punyanya anak atau cucu itu kepunyaan induk,” tegasnya.
Diketahui, Dahlan Iskan mendalilkan bahwa PT Jawa Pos memiliki utang terhadap salah satu bank swasta.
Namun, fakta yang terungkap di pengadilan menyebutkan bahwa utang Rp 164 miliar tersebut berasal dari dua cucu perusahaan JPH, yaitu PT Putra Muda Brothers dan PT Dharmasraya Palma Sejahtera.
Utang itu memang tercantum dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) PT JPH.
Sebab, sesuai prinsip akuntansi, perusahaan induk wajib menyusun laporan keuangan konsolidasi—yang mencakup seluruh entitas anak hingga cucu perusahaan dalam satu grup usaha.
Namun, Prof. Zaenal menegaskan bahwa laporan konsolidasi bukan berarti seluruh tanggung jawab dalam grup otomatis menjadi tanggung jawab induk.
“Ketika utang sebesar Rp 164 miliar ini muncul di laporan keuangan konsolidasi, apakah itu kewajibannya induk Jawa Pos (PT JPH)? Jawabannya: tidak,” tegasnya lagi.
Menurut dia, dalam konsolidasi, seluruh transaksi antarperusahaan dalam satu grup akan dieliminasi untuk menghindari penggandaan.
Utang hanya dicatat sebagai total kewajiban grup secara kolektif, bukan individu entitas.
Tak hanya itu, Prof. Zaenal juga menjelaskan, bila ada utang dividen yang diklaim Dahlan Iskan, maka seharusnya dicatat dalam laporan keuangan.
Jika tidak tercatat, maka secara prinsip akuntansi utang dividen itu dianggap tidak ada.
Page 2
Page 3
radarbanyuwangi.jawapos.com – Polemik utang Rp 164 miliar yang menyeret nama PT Jawa Pos Holding (JPH) dalam sidang permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terus bergulir panas.
Namun, pernyataan tegas datang dari ahli akuntansi yang juga Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Zaenal Fanani.
Dalam kesaksiannya di sidang yang digelar Kamis (31/7) di Pengadilan Niaga Surabaya, Prof. Zaenal menyebutkan bahwa utang yang didalilkan oleh Dahlan Iskan bukanlah kewajiban PT JPH sebagai induk usaha.
“Memang harus dibuat laporan keuangan konsolidasi. Tetapi tidak serta-merta punyanya anak atau cucu itu kepunyaan induk,” tegasnya.
Diketahui, Dahlan Iskan mendalilkan bahwa PT Jawa Pos memiliki utang terhadap salah satu bank swasta.
Namun, fakta yang terungkap di pengadilan menyebutkan bahwa utang Rp 164 miliar tersebut berasal dari dua cucu perusahaan JPH, yaitu PT Putra Muda Brothers dan PT Dharmasraya Palma Sejahtera.
Utang itu memang tercantum dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) PT JPH.
Sebab, sesuai prinsip akuntansi, perusahaan induk wajib menyusun laporan keuangan konsolidasi—yang mencakup seluruh entitas anak hingga cucu perusahaan dalam satu grup usaha.
Namun, Prof. Zaenal menegaskan bahwa laporan konsolidasi bukan berarti seluruh tanggung jawab dalam grup otomatis menjadi tanggung jawab induk.
“Ketika utang sebesar Rp 164 miliar ini muncul di laporan keuangan konsolidasi, apakah itu kewajibannya induk Jawa Pos (PT JPH)? Jawabannya: tidak,” tegasnya lagi.
Menurut dia, dalam konsolidasi, seluruh transaksi antarperusahaan dalam satu grup akan dieliminasi untuk menghindari penggandaan.
Utang hanya dicatat sebagai total kewajiban grup secara kolektif, bukan individu entitas.
Tak hanya itu, Prof. Zaenal juga menjelaskan, bila ada utang dividen yang diklaim Dahlan Iskan, maka seharusnya dicatat dalam laporan keuangan.
Jika tidak tercatat, maka secara prinsip akuntansi utang dividen itu dianggap tidak ada.