sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Kereta Whoosh kembali menjadi sorotan publik setelah anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Darmadi Durianto, mengingatkan adanya ancaman kebangkrutan finansial yang dapat membebani PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Darmadi menyebut, utang yang ditanggung PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) meningkat drastis dalam waktu singkat.
“Jika tidak segera ditangani, beban utang yang tinggi akan menenggelamkan unit anak perusahaan lain yang seharusnya menghasilkan laba,” ujarnya di Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Baca Juga: KAI Terapkan Jadwal Baru, Pemesanan Tiket Kereta Api Desember 2025 Kini Tersedia
Menurut data, utang KCIC yang semula Rp950 miliar melonjak menjadi lebih dari Rp4 triliun pada 2024, dan diperkirakan meningkat hingga Rp6 triliun pada 2026.
Dalam enam bulan terakhir saja, KAI menanggung biaya bunga mencapai Rp1,2 triliun.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Presiden Prabowo Subianto memastikan pemerintah memiliki dana yang cukup untuk membayar kewajiban utang proyek Whoosh.
Baca Juga: Cara Pesan Tiket Kereta Api Desember 2025, Mulai dari Stasiun Gambir hingga Pasar Senen
Ia menegaskan cicilan sebesar Rp1,2 triliun per tahun bukanlah masalah besar.
“Manfaatnya jauh lebih besar, seperti mengurangi kemacetan, polusi, dan mempercepat mobilitas masyarakat,” kata Prabowo saat meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Prabowo juga menekankan pentingnya penguasaan teknologi transportasi modern dan kerja sama strategis antara Indonesia dan Tiongkok dalam proyek tersebut.
Baca Juga: Mulai 1 Desember 2025, Jadwal dan Pola Perjalanan Kereta Api di Daop 7 Madiun Berubah
Sikap positif Presiden Prabowo mendapat dukungan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Wakil Ketua Umum DPP PSI Andy Budiman menilai langkah pemerintah mencerminkan sikap kenegarawanan.
Page 2
Menurut perhitungan, pembayaran bunga utang saja mencapai Rp1,2 triliun per tahun, sementara utang pokok baru akan mulai dibayar pada 2033.
Pengamat ekonomi menilai, jika pembayaran dilakukan menggunakan dana APBN, maka hal tersebut harus mendapat persetujuan DPR, mengingat uang hasil rampasan korupsi yang diklaim pemerintah akan digunakan untuk cicilan proyek termasuk dalam pos keuangan negara.
Ketua DPR Puan Maharani menyatakan, persoalan utang Whoosh akan dibahas bersama pemerintah melalui komisi terkait.
Baca Juga: KAI Lakukan Pembaruan Pola Perjalanan Kereta Api, Pemesanan Tiket Desember Ditunda
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas agar proyek ini tidak merugikan rakyat.
Pemerintah melalui Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya menyebut Indonesia dan China telah menyepakati restrukturisasi utang dengan memperpanjang tenor hingga 60 tahun.
Namun, CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa negosiasi tersebut belum mencapai kesepakatan final.
Baca Juga: Mulai 1 Desember! KAI Daop 9 Jember Ubah Jadwal Kereta, Pemesanan Tiket Desember Sementara Ditutup
Pengamat menilai, negosiasi ideal seharusnya menekan bunga utang hingga 0,1 persen agar KCIC mampu membayar kewajibannya secara mandiri tanpa membebani keuangan publik.
Page 3
Menurutnya, utang proyek Whoosh merupakan bagian dari praktik bisnis dan restrukturisasi normal.
“Whoosh tidak bisa dinilai hanya dari sisi finansial, tetapi dari manfaat sosial dan ekonomi jangka panjang,” jelasnya.
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa penyelidikan dugaan korupsi proyek Whoosh tetap berjalan.
Baca Juga: Mulai Desember 2025, Ini Jadwal dan Pola Baru Perjalanan Kereta Api KAI
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menuturkan, lembaganya telah memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan.
“Penyelidikan ini penting untuk memastikan ada atau tidaknya unsur pidana korupsi dalam proyek KCIC,” katanya.
Isu dugaan penyimpangan mencuat setelah mantan Menko Polhukam Mahfud MD menyinggung adanya potensi mark up biaya pembangunan kereta cepat yang mencapai Rp118 triliun.
Baca Juga: Segera Hadir! Rute Kereta Api Banyuwangi–Bandung, Penghubung Wisata Timur dan Barat Jawa
Beberapa pengamat ekonomi politik, seperti Anthony Budiawan dan Ichsanuddin Noorsy, juga menilai terdapat banyak kejanggalan dalam pemilihan mitra proyek antara Jepang dan China.
Menurut Anthony Budiawan, keputusan pemerintah terdahulu yang memilih China sebagai mitra proyek menimbulkan pertanyaan besar.
Jepang sempat menawarkan pinjaman dengan bunga 0,1 persen, jauh lebih rendah dibanding bunga pinjaman dari China yang mencapai 2 persen.
Baca Juga: KAI Commuter Luncurkan Konsep Kereta Petani dan Pedagang, Efisiensi Rantai Pasok di Banten
Selain itu, terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) hingga USD 1,2 miliar selama proses pembangunan.
Ichsanuddin Noorsy menambahkan, perlu audit finansial menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan apakah terdapat kerugian negara dalam proyek tersebut.
Beban utang yang terus meningkat dikhawatirkan akan mempersempit ruang fiskal pemerintah.







