detik.com
Setiap bulan Suro atau Muharam, Desa Alasmalang di Kabupaten Banyuwangi kembali menjadi pusat perhatian lewat ritual sakral Kebo-Keboan. Tradisi berusia ratusan tahun milik Suku Osing ini bukan sekadar pertunjukan budaya, melainkan sebuah upacara adat yang sarat makna spiritual, sosial, dan agraris.
Ritual Kebo-Keboan menampilkan puluhan petani yang dirias menyerupai kerbau dan bertingkah laku layaknya hewan tersebut. Dalam kepercayaan masyarakat setempat, para “manusia kerbau” ini menjadi medium spiritual untuk membersihkan desa dari mara bahaya, wabah penyakit, serta hama yang mengancam hasil panen. Hingga kini, Kebo-Keboan tetap dijaga sebagai ritual komunal yang hidup dan terus diwariskan lintas generasi.
Selai menjadi tradisi tahunan, ritual ini berperan sebagai upacara Bersih Desa atau sedekah desa untuk menolak bala, sekaligus sebagai wujud rasa syukur masyarakat agraris kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dan padi. Nilai-nilai inilah yang menjadikan Kebo-Keboan Alasmalang tidak terpisahkan dari identitas budaya Banyuwangi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tradisi Kebo-Keboan merupakan warisan adat masyarakat Suku Osing di Dusun Krajan, Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi. Akar sejarahnya diyakini berasal dari masa penjajahan Belanda, sekitar tahun 1725, dan dirintis oleh leluhur desa yang dikenal sebagai Mbah Buyut Karti.
Tiap tahunnya masyarakat Desa Alasmalang di Banyuwangi melaksanakan tradisi Kebo-keboan. Tradisi itu merupakan ungkapan rasa syukur atas panen yang berlimpah. Foto: Antara Foto/Budi Candra |
Asal-usul ritual sakral ini bermula dari tragedi besar yang menimpa masyarakat agraris setempat. Pada masa itu, Desa Alasmalang mengalami musim paceklik dan gagal panen akibat kemarau panjang.
Kondisi tersebut diperparah dengan wabah pagebluk, yakni penyakit ganas yang menyerang manusia maupun hewan ternak. Banyak kerbau yang menjadi tenaga utama pengolah sawah mati secara massal.
Dalam situasi sulit tersebut, Mbah Buyut Karti melakukan semedi dan dipercaya menerima wangsit. Wangsit tersebut berisi solusi agar para petani tetap dapat mengolah sawah dengan memanfaatkan tenaga manusia yang dirias dan berperilaku seperti kerbau sebagai pengganti hewan ternak yang mati. Sejak itulah, ritual Kebo-Keboan dilaksanakan secara turun-temurun setiap bulan Suro atau Muharam.
Kebo-Keboan kemudian dimaknai sebagai ritual Bersih Desa untuk menolak bala, mengusir roh jahat, serta menangkal wabah penyakit. Di sisi lain, tradisi ini juga menjadi bentuk pemujaan dan ungkapan syukur kepada Dewi Sri sebagai simbol kesuburan dan keberlimpahan hasil panen.
Kemeriahan Tradisi Kebo-Keboan Alasmalang Foto: Antara Foto/Budi Candra |
Dalam pelaksanaannya, ritual ini melibatkan pawai ider bumi atau mengelilingi desa. Prosesi tersebut dianggap sakral karena para pelaku Kebo-Keboan kerap memasuki kondisi tidak sadar atau trance. Saat arak-arakan berlangsung, penonton akan melemparkan beras, uang, maupun barang lain sebagai simbol harapan akan kemakmuran dan kesuburan desa.
Kebangkitan Kembali Ritual Kebo-keboan
Pelaksanaan ritual Kebo-Keboan sempat terhenti selama hampir 25 tahun pasca peristiwa G30S/PKI pada 1965. Saat itu, pemerintah melarang berbagai kegiatan adat yang dikhawatirkan mengandung muatan politik. Masyarakat Desa Alasmalang meyakini penghentian ritual ini memicu berbagai kejadian aneh, termasuk kesurupan massal dan gangguan sosial di desa.
Kemeriahan Tradisi Kebo-Keboan Alasmalang Foto: Antara Foto/Budi Candra |
Tradisi Kebo-Keboan baru kembali dihidupkan sekitar tahun 1990 setelah memperoleh izin dari pemerintah. Untuk menjamin kelestarian dan keberlangsungan ritual, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi kemudian menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) Nomor 4 Tahun 2016. Regulasi ini menjadi landasan hukum agar masyarakat dapat melaksanakan ritual Kebo-Keboan setiap tahun dengan tenang dan terjaga pakemnya.
Filosofi “Manusia Kerbau” dalam Budaya Osing
Penggunaan simbol kerbau dalam ritual Kebo-Keboan memiliki filosofi yang mendalam dalam kebudayaan agraris Suku Osing. Kerbau atau kebo dipandang sebagai lambang kekuatan, ketekunan, dan kesuburan.
Warga yang berdandan kebo-keboan (kerbau) berpose pada ritual adat Kebo-keboan Alasmalang, Banyuwangi, Jawa Timur Foto: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya |
Pertama, kerbau melambangkan kekuatan agraris. Dalam kehidupan petani, kerbau merupakan penolong utama dalam mengolah sawah dan simbol tenaga andalan yang menyuburkan lahan. Kedua, kerbau diyakini memiliki kekuatan penolak bala, termasuk roh jahat dan hama penyakit yang mengancam keselamatan desa.
Ketiga, ritual ini berkaitan erat dengan pemujaan Dewi Sri. Kehadiran tokoh yang memerankan Dewi Sri serta prosesi mengarak hasil bumi menegaskan bahwa Kebo-Keboan adalah simbol penghormatan terhadap kesuburan, padi, dan keberlanjutan hidup masyarakat tani.
Rangkaian Ritual Kebo-Keboan Alasmalang
Pelaksanaan ritual Kebo-Keboan di Desa Alasmalang umumnya melalui tiga tahapan utama yang dijalankan secara sakral.
Tahap pertama adalah persiapan dan nyekar. Sehari sebelum ritual, warga melakukan ziarah ke makam Buyut Karti sebagai bentuk penghormatan sekaligus memohon restu. Pada tahap ini juga dilakukan pemilihan peserta serta prosesi pendandanan para petani yang akan berperan sebagai “kerbau”.
Rangkaian Ritual Kebo-Keboan Alasmalang Foto: Antara Foto/Budi Candra |
Tahap kedua adalah ider bumi atau arak-arakan keliling desa. Puluhan petani yang telah dirias menyerupai kerbau diarak mengelilingi empat penjuru desa. Mereka bergerak liar, bergumul di lumpur, dan pundaknya dipasangi peralatan membajak sawah. Dalam prosesi ini, banyak peserta mengalami trance yang diyakini sebagai wujud masuknya kekuatan spiritual.
Tahap terakhir adalah ritual menabur benih. Prosesi ditutup di sebuah petak sawah yang telah disiapkan. Para “manusia kerbau” melakukan adegan membajak sawah, dilanjutkan dengan penaburan benih padi oleh tokoh yang memerankan Dewi Sri. Benih tersebut kemudian diperebutkan warga karena dipercaya membawa keberkahan dan hasil panen melimpah.
Kekhasan Kebo-Keboan Alasmalang
Meski tradisi Kebo-Keboan juga dilaksanakan di desa lain seperti Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Kebo-Keboan Alasmalang memiliki kekhasan tersendiri, terutama pada tingkat kesakralan dan konsistensi pakem ritualnya. Tradisi ini telah diakui sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) khas Suku Osing.
Pasca-Reformasi, Kebo-Keboan Alasmalang berkembang menjadi agenda budaya tahunan yang menarik perhatian wisatawan. Meski demikian, masyarakat setempat tetap berkomitmen menjaga unsur spiritual dan adat agar ritual ini tidak kehilangan makna. Kebo-Keboan kini menjadi simbol kuat identitas budaya Banyuwangi sekaligus cermin kearifan lokal masyarakat Osing.
Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(ihc/irb)












