Dokter Spesialis Kandungan Mogok 24 Jam
BANYUWANGI – Belasan dokter yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blambangan, Banyuwangi, menggelar aksi damai sekitar pukul 09.00 kemarin (27/11). Aksi itu digelar sebagai bentuk solidaritas atas kasus yang menimpa dokter Ayu. Seraya membentangkan poster bernada kecamatan atas kriminalisasi profesi dokter, belasan dokter itu berjalan mengelilingi rumah sakit (RS) pelat merah tersebut.
Aksi itu di akhiri dengan menggelar doa bersama di halaman belakang RSUD Blam bangan. Selain membentangkan poster, bentuk solidaritas juga dilakukan dengan menunda pelayanan pasien selama dua jam. Pelayanan umum di seluruh poliklinik RSUD Blambangan yang biasanya dibuka pukul 08.00 baru dibuka pukul 10.00 kemarin. Bah kan, dokter spesialis kandungan memutuskan tidak melayani pasien selama 24 jam.
Tidak hanya itu, seluruh dokter yang berdinas di RSUD Blambangan sepakat tidak membuka praktik di tempat masing-masing. Hal itu di lakukan berdasar kesepakatan komite medis RS yang berlokasi di Jalan Letkol Istiqlah, Banyuwangi, tersebut. Direktur RSUD Blambangan, Taufik Hidayat mengatakan, aksi solidaritas tersebut digelar sesuai keinginan seluruh dokter RSUD Blambangan, baik dokter umum, dokter gigi, maupun dokter spesialis.
Dikatakan, pelayanan secara umum di seluruh poliklinik di tunda selama dua jam. “Tetapi penanganan gawat darurat tetap dilakukan. Saat ini (kemarin) dokter spesialis mata dan dokter bedah tetap melakukan operasi Pelayanan Instalasi Rawat Darurat (IRD) tetap berjalan seperti biasa,” ujarnya. Taufik menuturkan, sebagai bentuk solidaritas terhadap dokter Ayu, dokter spesialis kandungan di RSUD Blambangan mematuhi keputusan POGI (Per kumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia) pusat dengan tidak melayani pasien selama 24 jam.
“Kebijakan tidak melayani pasien itu di lakukan untuk pemeriksaan rutin ibu hamil. Pelayanan proses melahirkan dan operasi (caesar) tetap dilakukan,” tuturnya. Taufik berharap, semua masyarakat, termasuk mereka yang terkait bidang hukum, memahami kondisi di dunia kedokteran. Dijelaskan, jika kondisi gawat darurat yang sudah ditangani seorang dokter ter nyata menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, itu bukan kesalahan dokter yang menangani.
“Seperti kasus dokter Ayu, pasiennya meninggal disebabkan emboli,” terangnya. Lebih jauh dikatakan, jika dalam penanganan gawat darurat dokter disalahkan, maka pihaknya khawatir tidak ada dokter yang berani menangani kasus gawat darurat. Semua dokter akan defensif. Jika itu yang terjadi, maka akan semakin banyak korban. “Kita ingin keadilan. Kalau menurut Majelis Kehormatan dan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) kita dinyatakan bersalah, kita siap menerima kesalahan itu.
Tetapi, kalau MKDKI menyatakan kita tidak bersalah, ya harus fair. Kita tidak ingin disa lahkan,” cetusnya. Sementara itu, Ketua Komite Me dik RSUD Blambangan, dr. Andar Setiawan mengatakan, gerakan sehari tanpa dokter itu dilakukan dalam rangka mendukung aksi solidaritas nasional terhadap kriminalisasi dok ter Ayu. Aksi solidaritas itu bertujuan agar tidak terjadi kriminalisasi serupa.
Dia menegaskan, dengan aksi kemarin, pihaknya berupaya menunjukkan keprihatinan terhadap kriminalisasi profesi dokter. “Karena sejak awal kita jadi dokter, kita berniat suci tidak akan membunuh pasien. Prinsipnya, kita tidak akan menyengsarakan pasien,” jlentrehnya. Di sisi lain, aksi solidaritas para dokter tersebut memantik ke kecewaan para pasien. Seperti diutarakan seorang pasien asal Kecamatan Srono, Siti Zulaekah.
Betapa tidak, setelah menempuh perjalanan selama satu jam menuju RSUD Blambangan menggunakan motor, dirinya tidak dilayani. Siti Zulaekah sampai RSUD Blambangan sekitar pukul 08.00 “Saya berniat berobat ke poli gigi. Tetapi, kata dokter tidak bisa dilayani karena mogok kerja. Saya belum tahu baru bisa dilayani pukul berapa. Saya berharap cepat ditangani, agar saya segera sembuh,” pungkasnya. (radar)