Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Rebutan Wilayah di Malangsari Memanas

PENGGARAP LAHAN PERHUTANI: Warga berkumpul membicarakan pendirian desa baru.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
PENGGARAP LAHAN PERHUTANI: Warga berkumpul membicarakan pendirian desa baru.

KALIBARU – Sengketa batas wilayah antara Perhutani Banyuwangi Selatan dan wilayah Kabupaten Banyuwangi ternyata masih menjadi persoalan krusial bagi sebagian orang yang tinggal di perbatasan Banyuwangi dan Jember tersebut. Dua hari lalu, Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Genteng, Asper Sukirno, dan KRPH Malangsari, Sutrisno, bersama jajaran Muspika Kalibaru terpaksa mendatangi tempat tersebut, tepatnya Petak 1A.

Sempat tersiar kabar di lokasi tersebut sedang digelar pertemuan sejumlah warga yang akan membentuk sebuah desa di Kawasan Perhutani Banyuwangi Selatan. Namanya adalah Dusun Patungrejo, Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo. Bahkan, sebagian warga sudah memiliki kartu tanda penduduk. Kapolsek Kalibaru, AKP Suwanto Barri, membenarkan kabar tersebut.

Berdasar yang dia ketahui, tanah Perhutani RPH Malangsari sudah dikuasai penggarap sejak era reformasi. Masyarakat setempat tidak mau mengakui bahwa lahan tersebut masuk wilayah Banyuwangi. Mereka bersikukuh wilayah tersebut masuk Jember. Bahkan, oleh masyarakat penggarap areal tersebut hendak dijadikan Dusun Patungrejo, Desa Mulyorejo, Ke camatan Silo, Kabupaten Jember.

“Anehnya, meski pihak Kecamatan Silo tidak mengakui adanya Dusun Patungrejo, tapi masyarakat punya KTP dengan alamat Dusun Patungrejo,” jelas Kapolsek Suwanto Barri kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi kemarin. Kapolsek menuturkan, beberapa hari lalu, petugas Perhutani Banyuwangi Selatan sempat memasang beberapa spanduk yang menyebutkan bahwa lokasi tersebut masuk kawasan Perhutani Banyuwangi Selatan.

“Tapi lama-kelamaan spanduknya hilang,” tandasnya. Sementara itu, Wakil Admin-istrator Perhutani Banyuwangi Selatan, Ketut Sukantawiyasa, mengatakan bahwa persoalan tersebut terjadi karena ada kesalah pahaman petani penggarap dalam memahami peta wilayah. Berdasar peta wilayah kabupaten, lokasi tersebut memang masuk Kabupaten Jember.

Tetapi, berdasar peta wilayah hutan, kawasan itu masih masuk kawasan Perhutani Banyuwangi Selatan. “Jadi secara administrasi wilayah hutan dan kabupaten memang beda dan wilayah Perhutani Banyuwangi Selatan memang sampai Jember” jelas Ketut. Untuk itu, pihaknya tidak mempersoalkan jika para petani penggarap tersebut tidak mau mengakui wilayahnya masuk Kabupaten Banyuwangi, karena memang sudah masuk wilayah Kabupaten Jember. “Tapi kalau kawasan hutan tersebut mau dijadikan desa, tentu kita keberatan,” tandasnya. (radar)