Radarbanyuwangi.id – Bagi sebagian besar masyarakat tentu sudah tidak asing dengan keberadaan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen.
Secara administratif lokasinya berada dalam dua cakupan wilayah kabupaten yakni Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso.
Kawah Ijen berada di kawasan hutan pegunungan Ijen. Melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.1017/Kpts-II/Um/12/1981, menetapkan sebagian dari kawasan Cagar Alam Kawah Ijen seluas 92 ha menjadi Taman Wisata Alam Kawah Ijen.
Sedangkan sisanya seluas 2.468 ha tetap sebagai cagar alam. Tapi, tahukah kamu bila TWA Kawah Ijen sejatinya terletak bagian punggung Gunung Merapi Ungup-Ungup.
Selain itu, Gunung Merapi Ungup-Ungup ini juga terkenal karena pada bagian puncaknya terkenal dengan kawah bulan sabitnya. Posisi letaknya berada di sebelah timur Kawah Ijen.
Baca Juga: Libur Nataru, Jalur Penyeberangan Padangbai-Lembar Diprediksi Bakal Dipadati Penumpang, ASDP Siapkan Langkah Berikut
Secara umum hal ini seolah menegaskan bahwa Gunung Ijen sendiri boleh jadi tidak pernah ada.
Hanya saja kemudian masyarakat lebih familiar menggunakan istilah Gunung Ijen ini merupakan sebutan lain dari Gunung Merapi Ungup-Ungup.
Boleh jadi inilah asal muasal Gunung Merapi Ungu-Ungup kemudian lebih familir dikemudian hari oleh masyarakat dengan sebutan Gunung Ijen.
Baca Juga: Jelang Nataru, Polisi Gerebek Pabrik Uang Palsu di Kampus UIN Alauddin Makasar: Amankan Mesin Cetak, Upal Rp 446,7 Juta Bersama 15 Orang Tersangka
Ini cukup beralasan mengingat dibagian punggung gunung tersebut pada bagian timur punggung gunung terdapat danau Kawah Ijen.
Gunung ini termasuk salah satu gunung berapi aktif yang memiliki ketinggian 2.799 meter dpl.
Gunung Merapi Ungup-ungup sendiri merupakan salah satu gunung yang berada dalam gugusan pegunungan lainnya seperti Gunung Ranti, Gumitir, dan Raung.
Deretan kawasan pegunungan inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan Pegunungan Ijen.
Konten berikut adalah iklan platform Geozo, media kami tidak terkait dengan materi konten ini.
Page 2

Selasa, 17 Desember 2024 | 22:38 WIB
Page 3
Sebab sebagai gunung dengan identitas tersendiri, Gunung Ijen boleh jadi tidak pernah ada.
Sekadar diketahui saja, menurut catatan sejarah Kawah Ijen Banyuwangi ternyata telah dikenal oleh bangsa Eropa hampir seperempat milenium yang lalu.
Pada tahun 1770, VOC (Belanda) menduduki Banyuwangi dan mendirikan benteng “Utrecht”, yang berada sekitar 48 km arah tenggara dari Kawah Ijen.
Tahun 1786, belerang Kawah Ijen telah ditambang untuk bahan mesiu. Pada tahun 1789 Kawah Ijen dikunjungi oleh Clemens de Harris, komandan benteng Utrecht Banyuwangi (Oudgast, 1820).
Kemudian pada tahun 1805, Jean-Baptiste Louis Claude Théodore Leschenault La Tour, seorang ahli botani dan ahli burung dari Perancis mengunjungi dan melakukan observasi kawasan Kawah Ijen.
Sejak era VOC menduduki Banyuwangi (1770), lalu saat Perancis mengambil alih kekuasaan atas Jawa (1799), kemudian ketika kekuasaan di Jawa diduduki oleh Inggris (1811), sampai saat masa kerajaan Belanda menguasai kembali Pulau Jawa (1816), Kawah Ijen Banyuwangi kerap menjadi obyek observasi, penelitian, dan eksplorasi, di berbagai bidang keilmuan. Baik di bidang geologi, vulkanologi, tambang dan mineral, botani, sampai biologi flora dan fauna.
Nama Ijen mulai dikenal dunia sejak kedatangan dua turis asal Perancis, Nicolas Hulot dan istrinya Katia Kraft pada tahun 1971.
Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Saat Libur Nataru, Jalur Penyeberangan Pelabuhan ASDP Ketapang-Gilimanuk Siagakan 34 Armada Kapal Ferry
Mereka menuliskan kisah pesona Kawah Ijen beserta kerasnya kehidupan para penambang bongkahan belerang. Dua hal inilah yang menjadi daya tarik utama bagi para wisatawan dan fotografer dunia.
Nama Gunung Ijen juga disebut-sebut tatkala seorang pangeran dari Kerajaan Wilis bergerilya melawan VOC dari balik lereng pegunungan Ijen pada masa penjajahan.
Meski akhirnya kalah, kisah ini membuktikan Ijen sebagai tempat persembunyian yang ideal bagi para pejuang Blambangan. Tanahnya yang bergunung-gunung dan dipenuhi hutan lebat, sungguh menakutkan bagi orang luar.
Baca Juga: Subangkit, Regi Aditya, dan Stefan Rullin Keeltjes Masuk Radar Persewangi Gantikan Alm. Syamsuddin Batola
Kesan angker begitu melekat di wilayah tak bertuan ini. Alam Ijen mulai tersentuh tatkala Kompeni Belanda menyewakan tanah yang amat luas di daerah Besuki, Panarukan, Probolinggo dan sekitarnya kepada saudagar dan kapten penduduk Cina di Surabaya yang kaya raya, Han Chan Pit dan saudaranya, Han Ki Ko.
Untuk menarik minat pekerja, mereka membagi-bagikan beras gratis saat musibah kelaparan menyerang. Dalam waktu singkat, datanglah 40 ribu pekerja asal Madura.
Mereka membuka lahan, bertanam padi dan sayuran, menggunakan sistem irigasi yang teratur. Namun meletusnya pemberontakan para petani yang dipimpin Kiai Mas pada tahun 1813 membuat tanah sewaan ini dibeli kembali.
Konten berikut adalah iklan platform Geozo, media kami tidak terkait dengan materi konten ini.