RADARBANYUWANGI.ID – Kabar duka pendakian Gunung Rinjani belum usai. Setelah jenazah wisatawan Brasil Juliana Marins (26) ditemukan pada 24 Juni 2025, keluarganya kini bersuara lantang.
Mereka menilai operasi penyelamatan “terlambat dan keliru”, bahkan menyebut video penanganan yang beredar “dimanipulasi” sehingga berniat “mencari keadilan” lewat jalur hukum.
Diketahui, Marins terjatuh di jalur Cemara Nunggal saat mendaki puncak Rinjani pada Sabtu, 21 Juni, sekitar pukul 06.30 WITA.
Cuaca buruk dan medan labil membuat tim pencari BASARNAS butuh empat hari untuk mengevakuasi korban yang tergelincir hingga kedalaman kurang lebih 500 meter.
Pemerintah Indonesia lantas menutup sementara jalur pendakian demi kelancaran evakuasi.
Tuduhan “negligence” versi keluarga
Melalui unggahan Instagram dan wawancara dengan stasiun TV Globo, pihak keluarga menegaskan bahwa “Jika tim SAR tiba dalam tujuh jam pertama, Juliana masih hidup.”
Mereka menilai laporan bahwa korban sempat menerima makanan, air, atau pakaian hangat sebagai “informasi palsu”.
“Sekarang kami akan menuntut keadilan, karena itulah yang pantas ia dapatkan,” ucap pihak keluarga sebagimana dikutip dari people.com.
Jalur hukum yang disiapkan
Hingga 2 Juli 2025, gugatan resmi belum terdaftar, baik di Brasil maupun Indonesia. Namun kuasa hukum keluarga yang namanya belum dipublikasikan, disebut tengah menyiapkan dua opsi.
1. Gugatan perdata di Indonesia atas dasar kelalaian penyelamatan terhadap otoritas Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), tim SAR, dan operator tur.
2. Tuntutan di Brasil menggunakan yurisdiksi extraterritorial untuk menekan ganti rugi moral serta finansial, dengan dukungan Kementerian Luar Negeri Brasil.
Pakar hukum udara dan maritim Brasil, Ana Paula Soares, menilai peluang ganti rugi “terbuka” jika unsur kelalaian terbukti, tetapi eksekusi putusan di Indonesia bisa memakan waktu lama karena perbedaan sistem hukum.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama BASARNAS membentuk tim evaluasi SOP pendakian Rinjani.
Petugas berwenang telah menegaskan bahwa prosedur sudah dijalankan sesuai standar, tetapi mengakui medan pasir tebal membuat tali penjangkau tidak stabil.
Page 2

Rabu, 2 Juli 2025 | 20:53 WIB
Page 3
RADARBANYUWANGI.ID – Kabar duka pendakian Gunung Rinjani belum usai. Setelah jenazah wisatawan Brasil Juliana Marins (26) ditemukan pada 24 Juni 2025, keluarganya kini bersuara lantang.
Mereka menilai operasi penyelamatan “terlambat dan keliru”, bahkan menyebut video penanganan yang beredar “dimanipulasi” sehingga berniat “mencari keadilan” lewat jalur hukum.
Diketahui, Marins terjatuh di jalur Cemara Nunggal saat mendaki puncak Rinjani pada Sabtu, 21 Juni, sekitar pukul 06.30 WITA.
Cuaca buruk dan medan labil membuat tim pencari BASARNAS butuh empat hari untuk mengevakuasi korban yang tergelincir hingga kedalaman kurang lebih 500 meter.
Pemerintah Indonesia lantas menutup sementara jalur pendakian demi kelancaran evakuasi.
Tuduhan “negligence” versi keluarga
Melalui unggahan Instagram dan wawancara dengan stasiun TV Globo, pihak keluarga menegaskan bahwa “Jika tim SAR tiba dalam tujuh jam pertama, Juliana masih hidup.”
Mereka menilai laporan bahwa korban sempat menerima makanan, air, atau pakaian hangat sebagai “informasi palsu”.
“Sekarang kami akan menuntut keadilan, karena itulah yang pantas ia dapatkan,” ucap pihak keluarga sebagimana dikutip dari people.com.
Jalur hukum yang disiapkan
Hingga 2 Juli 2025, gugatan resmi belum terdaftar, baik di Brasil maupun Indonesia. Namun kuasa hukum keluarga yang namanya belum dipublikasikan, disebut tengah menyiapkan dua opsi.
1. Gugatan perdata di Indonesia atas dasar kelalaian penyelamatan terhadap otoritas Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), tim SAR, dan operator tur.
2. Tuntutan di Brasil menggunakan yurisdiksi extraterritorial untuk menekan ganti rugi moral serta finansial, dengan dukungan Kementerian Luar Negeri Brasil.
Pakar hukum udara dan maritim Brasil, Ana Paula Soares, menilai peluang ganti rugi “terbuka” jika unsur kelalaian terbukti, tetapi eksekusi putusan di Indonesia bisa memakan waktu lama karena perbedaan sistem hukum.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama BASARNAS membentuk tim evaluasi SOP pendakian Rinjani.
Petugas berwenang telah menegaskan bahwa prosedur sudah dijalankan sesuai standar, tetapi mengakui medan pasir tebal membuat tali penjangkau tidak stabil.