Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

27 Tahun Tragedi Semanggi I: Saat Tembakan Menggema di Tengah Sidang HAM dan Reformasi Berdarah

27-tahun-tragedi-semanggi-i:-saat-tembakan-menggema-di-tengah-sidang-ham-dan-reformasi-berdarah
27 Tahun Tragedi Semanggi I: Saat Tembakan Menggema di Tengah Sidang HAM dan Reformasi Berdarah

sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Tepat 27 tahun lalu, pada 13 November 1998, Indonesia kembali dirundung duka mendalam.

Tanggal itu dikenang sebagai Tragedi Semanggi I, salah satu peristiwa kelam dalam perjalanan reformasi bangsa.

Ironisnya, tragedi berdarah ini terjadi di hari yang sama dengan pengesahan TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) — keputusan yang semestinya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, namun justru diwarnai pelanggaran HAM berat.

Baca Juga: Rahasia di Balik Keputusan Pit Stop Max Verstappen yang Ubah Jalannya F1 GP Brasil

Tragedi ini bermula dari gelombang aksi besar-besaran mahasiswa dan masyarakat pada 10–13 November 1998 yang menolak Sidang Istimewa (SI) MPR RI.

Mereka menilai sidang tersebut tidak sejalan dengan semangat reformasi dan masih dikuasai kepentingan Orde Baru.

Publik saat itu juga menaruh ketidakpercayaan pada DPR, MPR, dan pemerintahan BJ Habibie, yang dianggap sebagai perpanjangan tangan dari rezim sebelumnya.

Aksi protes yang bermula damai itu memanas sejak 11 November 1998, ketika massa dari Jalan Salemba menuju Tugu Proklamasi dan bentrok dengan Pam Swakarsa, kelompok sipil bersenjata bentukan TNI.

Baca Juga: Gebrakan HKN 2025! Pemkab Banyuwangi Hadirkan Dokter Spesialis di Puskesmas, Warga Tak Perlu ke RS Lagi!

Sehari kemudian, ribuan mahasiswa mencoba menembus gedung DPR/MPR, namun dihadang aparat gabungan TNI, Brimob, dan Pam Swakarsa.

Tercatat sekitar 30 ribu warga sipil dimobilisasi oleh militer untuk menjaga area parlemen.

Malam 12 November menjadi awal dari tragedi. Bentrokan pecah di kawasan Slipi dan Jalan Sudirman. Puluhan mahasiswa luka-luka, ribuan lainnya berlindung di Universitas Atma Jaya.

Puncak tragedi terjadi 13 November 1998. Ribuan mahasiswa yang bertahan di kawasan Semanggi dikepung aparat dari dua arah.

Baca Juga: KPK Bongkar Suap Rp 4,2 Miliar ke Bung Karna! Lima Kontraktor Situbondo Jadi Tersangka Baru Kasus Dana PEN


Page 2

Saat massa duduk di jalan, tembakan aparat menggema, menewaskan dan melukai banyak orang.

Mahasiswa Institut Teknologi Indonesia (ITI), Teddy Wardhani Kusuma, menjadi korban pertama yang tewas.

Di kampus Atma Jaya, Bernardus Realino Norma Irmawan (Wawan), mahasiswa Fakultas Ekonomi, juga tertembak saat menolong rekannya yang terluka.

Korban pun terus bertambah. Sebanyak 17 orang tewas dan 109 lainnya luka-luka. Di antara korban tewas, empat di antaranya adalah mahasiswa: Teddy Wardhani Kusuma, Wawan, Sigit Prasetya, Engkus Kusnadi, dan Heru Sudibyo.

Baca Juga: Ngeri! Warga Moran Street Hidup dalam Ketakutan, Ular Muncul Tiap Hari di Rumah dan Tangga!

Tragedi Semanggi I menjadi simbol pelanggaran HAM di era reformasi. Aksi yang seharusnya menjadi suara perubahan justru berujung pertumpahan darah di jantung ibu kota.

Hingga kini, 27 tahun berlalu, keadilan untuk para korban belum sepenuhnya terwujud. Kasus ini masih menjadi pengingat bahwa perjuangan reformasi menuntut lebih dari sekadar perubahan sistem—tetapi juga keberanian menegakkan kemanusiaan. (*)


Page 3

sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Tepat 27 tahun lalu, pada 13 November 1998, Indonesia kembali dirundung duka mendalam.

Tanggal itu dikenang sebagai Tragedi Semanggi I, salah satu peristiwa kelam dalam perjalanan reformasi bangsa.

Ironisnya, tragedi berdarah ini terjadi di hari yang sama dengan pengesahan TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) — keputusan yang semestinya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, namun justru diwarnai pelanggaran HAM berat.

Baca Juga: Rahasia di Balik Keputusan Pit Stop Max Verstappen yang Ubah Jalannya F1 GP Brasil

Tragedi ini bermula dari gelombang aksi besar-besaran mahasiswa dan masyarakat pada 10–13 November 1998 yang menolak Sidang Istimewa (SI) MPR RI.

Mereka menilai sidang tersebut tidak sejalan dengan semangat reformasi dan masih dikuasai kepentingan Orde Baru.

Publik saat itu juga menaruh ketidakpercayaan pada DPR, MPR, dan pemerintahan BJ Habibie, yang dianggap sebagai perpanjangan tangan dari rezim sebelumnya.

Aksi protes yang bermula damai itu memanas sejak 11 November 1998, ketika massa dari Jalan Salemba menuju Tugu Proklamasi dan bentrok dengan Pam Swakarsa, kelompok sipil bersenjata bentukan TNI.

Baca Juga: Gebrakan HKN 2025! Pemkab Banyuwangi Hadirkan Dokter Spesialis di Puskesmas, Warga Tak Perlu ke RS Lagi!

Sehari kemudian, ribuan mahasiswa mencoba menembus gedung DPR/MPR, namun dihadang aparat gabungan TNI, Brimob, dan Pam Swakarsa.

Tercatat sekitar 30 ribu warga sipil dimobilisasi oleh militer untuk menjaga area parlemen.

Malam 12 November menjadi awal dari tragedi. Bentrokan pecah di kawasan Slipi dan Jalan Sudirman. Puluhan mahasiswa luka-luka, ribuan lainnya berlindung di Universitas Atma Jaya.

Puncak tragedi terjadi 13 November 1998. Ribuan mahasiswa yang bertahan di kawasan Semanggi dikepung aparat dari dua arah.

Baca Juga: KPK Bongkar Suap Rp 4,2 Miliar ke Bung Karna! Lima Kontraktor Situbondo Jadi Tersangka Baru Kasus Dana PEN