RADAR BANYUWANGI – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Peneliti ICW, Dewi Anggraeni, mengungkapkan bahwa selama dua bulan program ini berjalan, terdapat tiga masalah mendasar yang perlu diperhatikan.
Pertama, ICW mencatat bahwa belum ada kebijakan yang mengatur tata kelola dan mekanisme pelaksanaan MBG secara komprehensif.
Hasil penelusuran ICW menunjukkan bahwa produk kebijakan yang ada hanya mengakomodasi ambisi politik Prabowo untuk menjalankan program ini di awal kepemimpinannya pada tahun 2025.
Baca Juga: Impor Sapi yang Batal Senilai Rp 3,5 M dan Mengundurkan Diri dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Ternyata Ini Penyebabnya
Peraturan Presiden (Perpres) 83/2024 yang mengatur pembentukan BGN sebagai Koordinator Pelaksana Program MBG diterbitkan pada 15 Agustus 2024, namun pelaksanaannya dinilai terburu-buru.
Dewi menambahkan, “Dalam perjalanan program, terdapat pemotongan anggaran negara untuk membiayai MBG dan program Presiden lainnya. Perencanaan yang minim transparansi dan pelibatan publik, serta larangan mempublikasikan informasi mengenai program ini, membuka peluang besar terjadinya korupsi.”
Kedua, ICW mengkritik perhitungan kebutuhan anggaran MBG yang dianggap serampangan, yang berdampak pada pemangkasan anggaran pemerintahan.
Dalam Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2025, terdapat daftar pos belanja yang dapat dipangkas, meskipun pemotongan anggaran seharusnya tidak termasuk belanja pegawai dan bantuan sosial.
Baca Juga: Harga Menu MBG di Banyuwangi Ternyata Tak Sampai Rp 10.000, Ini Isinya
“Namun, banyak program yang berkaitan dengan manusia menjadi terdampak,” ujar Dewi seperti dilansir dari JawaPos.com.
Menteri Keuangan menyebutkan bahwa anggaran yang dibutuhkan untuk MBG sebesar Rp 306,6 triliun, dengan Rp 100 triliun yang akan diberikan kepada BGN.
Sementara itu, Kepala BGN menyatakan bahwa program MBG hanya memerlukan Rp 1 triliun per bulan, sehingga total yang dibutuhkan dalam setahun adalah Rp 12 triliun.
“Pertanyaannya, bagaimana penggunaan Rp 82 triliun sisanya?” tanya Dewi, yang menduga bahwa anggaran tersebut akan digunakan untuk operasional BGN dan program lainnya.
Page 2
Ketiga, ICW menyoroti kurangnya transparansi dalam mekanisme pengadaan program MBG. Masyarakat kesulitan mengakses informasi mengenai bahan pangan, kemasan makanan, dan distribusi kepada penerima manfaat.
Baca Juga: Pemohon SKCK Didominasi Emak-Emak Juru Masak Dapur MBG di Genteng Banyuwangi
Data yang dipublikasikan menunjukkan bahwa hingga akhir Januari, baru terdapat 190 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dari target 500-937 SPPG.
ICW menilai bahwa program MBG cacat dari sektor anggaran, kebijakan teknis, pelaksanaan, hingga pengawasan. Mereka merekomendasikan perlunya pengawasan internal dan eksternal, serta evaluasi reguler terhadap pelaksanaan program MBG.
“Keterbukaan informasi kepada publik mengenai progres dan hasil pelaksanaan program MBG sangat penting,” pungkas Dewi.
Dengan adanya temuan ini, ICW berharap BGN dapat segera mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan program MBG berjalan efektif dan transparan, serta memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat. (*)
Page 3
RADAR BANYUWANGI – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Peneliti ICW, Dewi Anggraeni, mengungkapkan bahwa selama dua bulan program ini berjalan, terdapat tiga masalah mendasar yang perlu diperhatikan.
Pertama, ICW mencatat bahwa belum ada kebijakan yang mengatur tata kelola dan mekanisme pelaksanaan MBG secara komprehensif.
Hasil penelusuran ICW menunjukkan bahwa produk kebijakan yang ada hanya mengakomodasi ambisi politik Prabowo untuk menjalankan program ini di awal kepemimpinannya pada tahun 2025.
Baca Juga: Impor Sapi yang Batal Senilai Rp 3,5 M dan Mengundurkan Diri dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Ternyata Ini Penyebabnya
Peraturan Presiden (Perpres) 83/2024 yang mengatur pembentukan BGN sebagai Koordinator Pelaksana Program MBG diterbitkan pada 15 Agustus 2024, namun pelaksanaannya dinilai terburu-buru.
Dewi menambahkan, “Dalam perjalanan program, terdapat pemotongan anggaran negara untuk membiayai MBG dan program Presiden lainnya. Perencanaan yang minim transparansi dan pelibatan publik, serta larangan mempublikasikan informasi mengenai program ini, membuka peluang besar terjadinya korupsi.”
Kedua, ICW mengkritik perhitungan kebutuhan anggaran MBG yang dianggap serampangan, yang berdampak pada pemangkasan anggaran pemerintahan.
Dalam Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2025, terdapat daftar pos belanja yang dapat dipangkas, meskipun pemotongan anggaran seharusnya tidak termasuk belanja pegawai dan bantuan sosial.
Baca Juga: Harga Menu MBG di Banyuwangi Ternyata Tak Sampai Rp 10.000, Ini Isinya
“Namun, banyak program yang berkaitan dengan manusia menjadi terdampak,” ujar Dewi seperti dilansir dari JawaPos.com.
Menteri Keuangan menyebutkan bahwa anggaran yang dibutuhkan untuk MBG sebesar Rp 306,6 triliun, dengan Rp 100 triliun yang akan diberikan kepada BGN.
Sementara itu, Kepala BGN menyatakan bahwa program MBG hanya memerlukan Rp 1 triliun per bulan, sehingga total yang dibutuhkan dalam setahun adalah Rp 12 triliun.
“Pertanyaannya, bagaimana penggunaan Rp 82 triliun sisanya?” tanya Dewi, yang menduga bahwa anggaran tersebut akan digunakan untuk operasional BGN dan program lainnya.