Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Bekas Lokasi Wirjo Pun Tetap Ditakuti

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Ilustrasi

SUASANA mencekam pun melanda segenap penjuru kota Banyuwangi saat itu selama tiga hari berturut-turut. Sekolah-sekolah diliburkan, kantor-kantor tutup. Anak-anak dan perempuan diimbau tidak keluar rumah.

Aparat keamanan patroli dan warga lelaki dewasa berjaga-jaga di lingkungan masing-masing. Pasukan bantuan polisi pun dikerahkan dari daerah lain. Pesawat capung ikut melakukan manuver sambil menyebar selebaran dari udara.

Sebagian besar warga Banyuwangi berusia 40 tahun ke atas, masih punya kenangan atas kejadian memilukan dan mencekam itu. Akhirnya. suasana saat itu mereda setelah ada kabar Wirjo. sang jagal itu ditemukan tewas gantung diri di dekat sungai.

Ada beberapa versi lokasi Wirjo bunuh diri. Ada yang menyatakan, tempat ditemukannya Wirjo berada di sungai sebelah barat lingkungan Watu Buncul. Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah.

Namun ada versi lain, lokasi penemuan mayat Wirjo tergantung di akar pohon di atas sungai itu berada di sebelah barat Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri. Lokasi ini berada dekat persawahan, tak jauh dari permukiman penduduk.

Namun saat kejadian 30 tahun lalu, lokasi ini lumayan sepi dan jauh dari perkampungan. Kini, kondisi lokasi jejak kejadian berdarah 30 tahun silam itu masih tetap ada. Lokasi sungai tempat Wirjo diduga gantung diri di Boyolangu itu masih tetap ditakuti warga.

Masih banyak beredar cerita ngeri yang berkembang di masyarakat sekitar lokasi. Cerita-cerita kengerian itu terus dilanjutkan dari generasi tua ke para penerusnya. “Jarang ada orang yang mau ke sana. Paling-paling orang hanya lewat di jalan di dekat sungai itu. Jalannya tidak bisa untuk mobil berpapasan. Kalau sudah menjelang Magrib, biasanya sih tidak ada yang berani lewat situ. Malas saja mungkin lewat sana,” jelas Bagus R Rohman, 23, warga Kelurahan Giri.

Sementara itu sejauh ini, memang banyak versi cerita dan sudut pandang yang mengisahkan tragedi pembantaian oleh Wirjo di Banyuwangi pada 12 juli 1987. Melalui pencarian search engine internet, sosok jagal Wirjo muncul di banyak portal. Mulai dari Wikipedia dan sebagainya.

Namun, yang paling mendekatl adalah cerita yang termuat dalam catatan pengalaman blog Subhan Hidayat. Namun, ada perbedaan tanggal kejadian antara yang tertulis dalam blog tersebut, dengan catatan dokumen di RSUD Blambangan.

Pada blog itu tertulis kejadian bulan 15 April 1987, sedangkan dokumen RSUD tertulis kejadian 12 Juli 1987. Meski begitu, secara garis besar, dikisahkan bahwa sosok Wirjo adalah anak kelima dari 9 bersaudara.

Wirjo dikabarkan memiliki dua istri, dan secara ekonomi termasuk yang paling terpuruk dibandingkan saudara saudaranya. Dia ditiup kerap mengeluhkan masalah warisan kepada ibunya. Sebenarnya dia telah diberi banyak harta, tetapi karena hobinya berjudi dan mabuk, kehidupan ekonominya hancur.

Sikapnya sangat temperamental. Dia kerap mengancam ibu dan istrinya dengan celurit. Sampailah suatu malam, Wirjo mendatangi ibunya dengan membawa keris. la mengeluh mengapa sekeluarga dia paling jelek dan paling miskin.

Sang Ibu menanggapi sebisanya, menyebabkan Wirjo kalap. la berusaha menusuk ibunya tetapi tidak berhasil. Versi blog tersebut, keesokan harinya, Rabu, 15 April 1987, di belakang rumahnya, Wirjo mengasah parang dan celurit.

Sekali- sekali ia mengamati anak angkatnya Sri Renny (4 tahun) dan Arbaiyah (4 tahun) temannya. Kedua anak ini riang bermain gundukan pasir di depan rumah. Tiba tiba Wirjo berlari ke arah dua balita itu sambil membawa celurit dan parang.

Dia mengayunkan celurit ke leher Renny tetapi meleset. Anak ini berhasil lari. Kemudian Wirjo mengalihkan pandangannya ke leher Arbaiyah. Anak itu tidak sempat lari dan leher bocah itu tertebas.

Sementara Renny lari ke tengah sawah menemui ibunya. Renny bercerita pada ibunya. Mereka ketakutan lari ke jalan raya mencari pertolongan. Wirjo tak mengejar mereka. Kemudian dimulailah cerita pembantaian itu.

Wirjo menuju ke rumah Maskur, tetangga sebelah rumahnya. Tanpa permisi, dia masuk lewat belakang, menuju dapur. Wirjo menemukan istri Maskur yang sedang menanak nasi. Wirjo kemudian menebaskan celuritnya ke leher ibu itu.

Sang suami yang sedang di ruang tengah mau menolong istrinya. Tapi karena usianya sudah 80 tahun, usahanya itu sia-sia. Lehernya justru ikut jadi sasaran celurit. Wirjo kemudian mengejar orang-urang yang sedang bekerja di sawah.

Mereka akhirnya menjadi sasaran amukan Wirjo. Tetapi para sasaran itu banyak yang berhasil lolos. Warga kemudian berbondong mendatangi tempat kejadian untuk mencari Wirjo. Tapi hasilnya? Mereka malah menemukan banyak jenazah korban di pematang sawah. Wirjo diduga terus berjalan menyusur pematang ke arah barat.

Siswi SMP yang berangkat sekolah juga jadi korban saat melewati sawah. Sementara itu, usaha pencarian terhadap Wirjo terus dilakukan. Hasilnya, jumlah korban semakin banyak misalnya Mbok Suwendah, 73, dan Mbah Taman, 75. Penduduk jadi sibuk mengurus jenazah para korban.

Ketika mendengar ada kegaduhan Djam’i langsung keluar dari rumahnya. Di halaman rumahnya, anggota Kamra itu berpapasan dengan Wirjo. Sadar ada sesuatu yang tak beres, Djam’i melangkah mundur dan mengambil jarak.

Wirjo mengayunkan celuritnya, berkelebat dengan cepat. Djam’i yang pintar silat ini menepis. Hasilnya, dua jarinya putus terpapas ketajaman celurit Wirjo. Djam’i akhirnya memilih langkah seribu.

Diperkirakan korban tewas mencapai 18 orang. Belasan orang lainnya mengalami luka-luka. Akhirnya masyarakat Banyuwangi dicekam rasa ketakutan karena Wirjo belum juga ditemukan.

Akhirnya bala bantuan dari kepolisian datang. Tim gabungan aparat keamanan, yang bersenjata lengkap, bergerak. Dengan membawa obor, ikut membantu penduduk setempat yang bersenjata seadanya.

bak melakukan perang gerilya. Mereka terus melacak jejak Wirjo. Esok harinya, Wirjo ditemukan sudah jadi mayat, sekitar 3 Kilometer sebelah barat rumahnya. Wirjo diduga bunuh diri dengan ikat pingang menjerat di lehernya yang dikaitkan ke akar tumbuhan di lereng tebing, (radar)

Kata kunci yang digunakan :