NASKAH ID – Peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad menjadi momentum penting untuk muhasabah diri bagi masyarakat Banyuwangi. Khususnya dalam menghadapi bencana banjir yang sempat melanda sejumlah kelurahan di Kecamatan Banyuwangi.
Ajakan tersebut diserukan oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani saat memperingati Isra Mikraj 1444 H di Masjid Babussalam, Sekretariat Daerah Banyuwangi pada Jumat (17/2/2023).
“Jadikan momen Isra Mikraj ini untuk muhasabah, merefleksikan diri. Terutama dalam menghadapi cobaan, seperti banjir dan longsor beberapa waktu lalu,” ajaknya.
Baca Juga: Gandeng e-Commerce, Pemkab Banyuwangi Perluas Jangkauan Pasar UMKM
Isra Mikraj sendiri, imbuh Ipuk, adalah cara Allah SWT untuk menghibur Nabi Muhammad saat menghadapi ujian yang berat. Kala itu, Nabi ditinggal wafat istrinya, Siti Khadijah, dan pamannya, Abu Thalib. Untuk menghiburnya, lantas Allah menjalankannya ke Sidratulmuntaha. Di sana, Rasulullah menerima perintah salat wajib lima waktu setiap hari.
“Dalam konteks menghadapi cobaan dan, marilah kita jadikan nilai-nilai ajaran shalat sebagai bekal untuk menanggulangi cobaan ini. Salah satu caranya dengan berikhitiar dan bertawakkal,” imbuhnya.
Ikhtiar tersebut, tambah Ipuk, dilakukan dengan empat hal, mulai dari penghijauan kembali kawasan yang menjadi daerah tangkapan hujan, penguatan dan peninggian tangkis di sepanjang sempadan sungai, normalisasi sungai dan rekayasa pengendalian air di sejumlah titik, dan melakukan edukasi warga di sekitar sungai.
“Selebihnya kita berdoa kepada Allah agar Banyuwangi diberikan keselamatan dan dilindungi dari segala macam bencana, Aamiin,” harap Ipuk.
Peringatan Isra Mikraj tersebut diisi dengan kegiatan shalawat dan doa bersama. Diikuti oleh seluruh jajaran SKPD, camat, kepala desa, tokoh agama, dan masyarakat sekitar. Selain itu, juga diisi dengan ceramah agama oleh Pengasuh PP Adz-Dzikra Banyuwangi, KH. Ir. Achmad Wahyudi, MH.
Dalam ceramahnya, Kiai Wahyudi menegaskan tentang makna salat untuk memperkokoh nilai-nilai kehidupan.
“Salat sejatinya tidak hanya proses menyembah Allah SWT. Tapi, salat itu harus dapat terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Hidup yang tidak merusak lingkungan yang kemudian menyebabkan banjir, umpamanya,” tandasnya. (*)