BANYUWANGI, KOMPAS.com – Seorang pria duduk di sebuah ruangan di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi. Wajahnya ramah, dan garis-garis halus di wajahnya menggambarkan perjuangan hidup yang telah dilaluinya.
Dia adalah Suriyono, seorang pria berusia 60 tahun. Usia yang tak lagi muda tak menjadi penghalang untuk menggapai impiannya meraih gelar sarjana.
Lulusan SMAK Hikmah Mandala Banyuwangi tahun 1986 itu lulus dan meraih gelar Sarjana Agroteknologi Pertanian Untag Banyuwangi.
“Saya dulu lulus SMA tidak punya uang untuk lanjut kuliah,” kata Suriyono mengawali ceritanya, Selasa (27/5/2025).
Baca juga: Kisah Ahmad Fauzan, Berjuang Cari Kerja di Usia 49 Tahun demi 2 Anaknya
Setelah lulus SMA, dia mencoba peruntungannya bekerja sebagai kernet pengantaran bahan material, hingga akhirnya ia diterima sebagai pekerja di sebuah pabrik pengemasan makanan ekspor hingga kini.
Giat bekerja, Suriyono juga giat mengelola keuangannya dengan baik, hingga memiliki usaha sampingan bagi hasil jual beli kambing yang memberdayakan petani lokal.
“Setelah terkumpul uang yang cukup, timbul keinginan saya yang dahulu untuk kuliah. Maka dari itu saya jual kambing-kambing saya, saya niatkan kuliah,” ucap Suriyono.
Baca juga: Eri Cahyadi Pilih Asrama dan 1 Keluarga Miskin 1 Sarjana untuk Beri Pendidikan Anak Nakal
Niatnya bulat. Ia dengan mantap mendaftarkan diri untuk menjadi mahasiswa Untag Banyuwangi.
Dia pun telah mempersiapkan diri untuk belajar di samping aktivitas shift kerjanya sehari-hari.
Suriyono akan menyesuaikan waktunya untuk memastikan dapat belajar maksimal.
Bahkan, dia rela belajar di malam hari hingga jelang subuh untuk memahami materi-materi perkuliahan.
“Setelah isya saya belajar, kalau ngantuk saya tidur, terbangun nanti baca lagi. Karena saya berpikir bahwa waktu saya terbatas, jadi kapan lagi saya belajar,” tuturnya.
Suriyono adalah angkatan 2019 dan sempat cuti 3 semester. Namun, perjuangan yang sempat berhenti ia bayar kembali dengan semangat untuk lulus.
Page 2
Baginya, tak masalah ia lelah belajar karena ilmu yang dia dapatkan itu tak semua orang bisa mendapatkannya.
Sehingga, ketika memiliki kesempatan, Suriyono memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
“Yang terpenting adalah niat, kemudian semangat, baru uang,” tutur Suriyono.
Menariknya, meski waktunya tersita untuk bekerja dan belajar, dia dapat memaksimalkan keduanya.
Bahkan, Suriyono mendapatkan predikat pekerja terbaik dari tempatnya bekerja.
Kini, setelah mendapatkan gelar sarjananya, Suriyono mengaku lebih percaya diri. Dukungan pun terus mengalir kepadanya, dan dia bahkan kini mendapatkan promosi jabatan.
“Dulu pernah ada yang meragukan, termasuk dari biaya juga, tapi saya percaya ketika Allah bilang jadi, maka jadi. Meskipun berat prosesnya, tapi sekarang saya jadi (lulus),” tuturnya.
Baca juga: Pengangguran di Lhokseumawe Tertinggi se-Aceh, Didominasi Lulusan SMA dan Sarjana
Sosok disiplin
Dosen pembimbing skripsi Suriyono, Yusmia Widiastuti, memuji semangat Suriyono untuk menjalani bimbingan skripsi di tengah aktivitas kerjanya.
Diakui Yusmia, Suriyono adalah sosok yang semangat, pantang menyerah, dan rajin, yang juga menular kepadanya untuk semangat menyelesaikan tugas-tugasnya.
Kolaborasi mereka juga terjalin dengan baik.
Selain semangat Suriyono, Yusmia juga bersedia menyesuaikan waktu bimbingan dengan kerja shift Suriyono.
“Saya tidak langsung tanya besok bimbingan jam berapa, tapi saya tanya bapak besok shift apa. Setelahnya baru kami mengatur jam bimbingan,” tutur Yusmia.
Terkenang di ingatan Yusmia dan para dosen Untag Banyuwangi, Suriyono adalah orang yang tepat waktu.
Bahkan, dia dengan tenang akan menunggu dosen pembimbingnya hingga datang.
Pernah sekali waktu, di waktu yang disepakati pada pukul 16.00 WIB, Suriyono yang pulang kerja langsung menuju Untag Banyuwangi untuk mendapatkan bimbingan meski cuaca tengah hujan lebat.
“Pak Sur tidak pakai jas hujan, kebasahan dari rambut hingga bajunya. Saya yang khawatir takut bapak jatuh sakit,” ujar Yusmia disambut tawa kecil Suriyono.
Selain itu, Yusmia pun kadang terheran-heran, sebab dengan beban tugas yang besar di sela-sela pekerjaannya, ia bertanya-tanya kapan Suriyono beristirahat.
Dia menyelesaikan seluruh tanggung jawab dengan baik, dan percaya bahwa hasil akhir akan sesuai dengan upaya yang dilakukan.
“Ketika KKN (kuliah kerja nyata) di Gombengsari, Pak Sur bukan sekadar melihat, tetapi juga turun sebagai petani. Penilaian dari teman-teman di Gombengsari untuk Pak Sur positif sekali,” puji Yusmia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.