Detik.com
Banyuwangi –
Ratusan pohon kopi tersebar di area hutan lindung seluas 35 hektare di Kampung Jati Mandiri, Desa Bangsring, Banyuwangi. Warna biji kopi yang memerah dengan struktur teratur melingkari ranting-ranting batang, menandakan kopi-kopi ini tumbuh dengan subur.
Namun, siapa sangka sebelumnya tidak satu warga pun yang menyadari bahwa Kecamatan Bangsring yang tidak jauh dari pantai ini memiliki tanaman kopi. Di hutan sekitar Desa tersebut warga mengaku tidak pernah menanam biji kopi, kopi-kopi itu tumbuh dengan liar dan subur.
Bunaji, Salah seorang warga kampung Jati Mandiri memperkirakan usia kopi tersebar sekitar 35 tahun. Sekitar bulan Mei lalu ia bersama sejumlah warga berniat mencari bambu di hutan, tanpa diduga ia menemukan satu pohon kopi dengan buah yang lebat. Bunaji bersama warga desa lainnya lalu mencoba menelusuri hutan dan ternyata mereka menemukan puluhan pohon kopi yang tumbuh terpencar.
“Bulan 5 lalu, warga jati mandiri menemukan kopi di hutan. Tinggi pohonnya sampai 5 meter tapi dahannya rindang dan subur buahnya juga banyak dan bagus-bagus,” terang Bunaji kepada detikJatim.
Bagi warga kampung Jati Mandiri, penemuan kopi tersebut adalah sejarah dan harapan baru. Di tengah keterbatasan ekonomi warga yang hanya bergantung hidup dari hasil hutan dan tanaman cabai seadanya, kopi tersebut menumbuhkan optimisme baru akan peluang ekonomi yang lebih baik.
“Bagi kami ini sejarah, mengingat Banyuwangi ini kotanya kopi dan kami bisa punya kopi. Harapannya ini bisa jadi sumber ekonomi baru bagi kami yang hidupnya pas-pasan,” ungkap Bonaji.
Penemuan Kopi di Kampung Jati Mandiri itupun memantik rasa penasaran Novian dan Bayu Satria, dua praktisi kopi Banyuwangi yang sengaja datang untuk melihat langsung jenis kopi dan potensi bisnis yang dapat dikembangkan.
Setelah menjelajah hutan dan memeriksa langsung kondisi kopi, Novian dan Bayu Satria menduga kopi-kopi tersebut tumbuh setelah luwak membawa bijian kopi dari wilayah Selogiri yang tidak jauh dari hutan tersebut.
“Kami menduga ini dibawa oleh luwak, bisa jadi ini sisa biji yang dimakan luwak yang biasanya disebut kopi luwak. Tumbuh subur dan baik karena biji pilihan luwak biasanya merupakan biji terbaik dan sudah matang sempurna sehingga benih yang tumbuh juga baik,” terang Bayu di hadapan sejumlah warga Jati Mandiri.
Bayu menambahkan kopi-kopi di hutan sekitar Kampung Jati Mandiri ini tumbuh alami dan dirawat oleh alam sekitar hutan yang masih alami. Teridentifikasi ada dua varietas yakni Tugusari dan Konoga.
“Dari ketinggiannya ini robusta, terlihat juga dari biji dan ciri-ciri lainnya. Robusta Varietas Tugusari dan Konoga, kopi ini disukai luwak karena kecil sesuai ukuran rongga leher luwak,” imbuh Bayu.
Bayu dan Novian pun berniat memberikan pendampingan kepada Warga Jati Mandiri agar mampu memproses kopi tersebut sehingga menjadi produk kopi berkualitas. Meski belum mencoba rasa dari kopi, Bayu meyakini kopi-kopi ini memiliki cita rasa spesial karena menyerap mineral air yang tersimpan di hutan bambu sekitar tumbuhan kopi. Ia pun berpesan agar warga tidak membabat hutan bambu tersebut.
“Di atas ada hutan bambu yang menyimpan mineral air yang baik dan merupakan sumber mata air yang diserap juga oleh tumbuhan kopi, jadi ini jangan sampai ditebangi,” tegas Bayu.
Kesulitan dari pengolahan kopi ini adalah lokasinya yang harus ditempuh melalui jalur hutan rimbun dan Medan yang berat. Pohonnya pun setinggi 5 meter sehingga harus memanen menggunakan tangga.
“Panennya agak sulit, medannya berat dan pohonnya tinggi. Untuk meremajakan nanti bisa dipotong pohonnya setelah panen supaya buahnya lebih optimal,” tuturnya.
Melihat temuan itu, Wakil Bupati Banyuwangi Sugirah mengaku terkejut karena ia tidak pernah mendengar ada kopi di sekitar pantai Bangsring. Selain itu, ia pun takjub dengan optimisme warga yang berniat mengembangkan pertanian kopi dan menjadikan sumper perekonomian baru.
“Ini luar biasa ya, ada kopi yang sudah disediakan oleh alam. Bisa jadi peluang saat panen cabe berakhir ini bisa jadi alternatif sehingga tidak ada istilah paceklik. Semoga warga bisa sabar merubah paradigma berfikir bahwa mengolah kopi itu tidak instan, butuh proses bagaimana sumberdaya yg luar biasa ini bisa memberdayakan manusianya terkait kegunaan dan nilai ekonomi yg harus dipacu dan kita punya teman-teman praktisi kopi yg mendukung ini,” ucap Sugirah.
Mengingat kopi-kopi tersebut tumbuh di hutan milik perhutani, Sugirah mengaku akan mengkomunikasikan dengan perhutani agar dapat bekerjasama dalam memberdayakan ekonomi warga tersebut dengan pengolahan kopi hutan.
“Kopi ini memang jenis tumbuhan yang perlu naungan untuk lebih optimal, jadi supaya bisa tetap berlanjut diupayakan akan ada kerjasama dengan perhutani untuk bisa bekerjasama dengan warga terkait pemanfaatan kopi yang ada di bawah naungan pepohonan jati di sekitar tumbuhan kopi di Kampung Jati Mandiri,” terang Sugirah.
Panen pertama bulan Juli, warga kampung Jati Mandiri di bawah pendampingan praktisi kopi Banyuwangi belajar memproses biji-biji mutiara merah tersembunyi tersebut untuk dipoles menjadi produk kopi berkualitas dengan cita rasa khas yang hanya dimiliki Banyuwangi.
Simak Video “Kebakaran Melanda Warung di Pantai Plengsengan Ancol Banyuwangi“
[Gambas:Video 20detik]
(abq/iwd)