RADARBANYUWANGI.ID – Siapa sangka, seorang remaja 16 tahun dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah catur dunia? Dialah Shafira Herfesa Devi, pecatur muda berbakat yang kini bersiap terbang ke Batumi, Georgia, demi berkompetisi di Piala Dunia Catur 2025.
Perjalanan Shafira menuju ajang bergengsi ini tidaklah singkat. Tiket ke Piala Dunia ia raih usai menjuarai Asian Zone 3.3 Chess Championship 2025, yang digelar di Holiday Inn, Ulaanbaatar, Mongolia, pada 22 April hingga 3 Mei lalu.
Dalam kejuaraan tersebut, Shafira sukses menyingkirkan puluhan pecatur tangguh dari berbagai negara, mulai dari Hong Kong, Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam, hingga tuan rumah Mongolia.
Yang menarik, Shafira datang ke arena turnamen sebagai peserta non-unggulan. Ia hanya berada di peringkat ke-20 dari total peserta.
Namun, hal itu justru memacu semangatnya untuk tampil tanpa beban. Berbekal strategi matang, ketenangan, dan tekad pantang menyerah, Shafira bahkan berhasil menaklukkan pecatur-pecatur top Asia, termasuk Grand Master asal Filipina yang menjadi unggulan ketiga.
“Belum pernah ada pecatur dari DIY yang lolos ke Piala Dunia. Shafira ini yang pertama. Bahkan gelar Master Internasional yang dia raih juga jadi yang pertama untuk DIY,” kata Jumariyanto, Sekretaris Umum Pengda Percasi DIY dengan bangga.
Baca Juga: Warga RI Siap-siap Kecewa! Ian Maatsen Berpaling, Pilih Bela Belanda Meski Keturunan Jawa
Kesuksesan ini tentu tidak diraih dalam semalam. Bakat catur Shafira sudah diasah sejak ia masih balita. Sang ibu, Dewi Rochana, bercerita bahwa putrinya sudah dikenalkan pada papan catur sejak usia tiga tahun oleh ayahnya, yang juga mantan atlet catur era 2000-an.
Sejak kecil, Shafira dibiasakan memahami notasi catur, bahkan sang ibu sengaja memasukkan putrinya ke PAUD di usia dini agar cepat bisa membaca dan menulis.
“Waktu umur dua tahun lebih sedikit, dia sudah saya sekolahkan supaya cepat bisa baca tulis. Bapaknya rajin menanamkan catur, sedikit-sedikit dikenalkan supaya anaknya senang. Alhamdulillah cepat tanggap,” kenang Dewi.
Perlahan tapi pasti, minat itu berbuah prestasi. Sejak duduk di bangku kelas 2 SD, Shafira mulai memberanikan diri ikut kompetisi.
Meski sempat merasakan kegagalan di lomba pertamanya, hal itu justru menjadi cambuk untuk terus belajar. Sang ibu pun memutuskan mendampingi langsung setiap Shafira berlaga.
“Pengalaman pertamanya itu waktu lomba O2SN tingkat kecamatan. Sempat ada kendala, gurunya harus mengantar siswa lain jadi Shafira cuma diantar tukang kebun. Jadinya mentalnya kena. Sejak itu saya dan suami turun langsung. Kalau ada lomba, kami pegang, antar jemput sendiri,” ujar Dewi.
Hasilnya mulai tampak. Dari tingkat kecamatan, Shafira merangkak naik menjuarai tingkat kabupaten, hingga menjadi juara di DIY.
Page 2
Meski begitu, perjalanannya tidak selalu mulus. Ada kalanya ia harus kalah, tetapi semangatnya selalu membara. Rasa penasaran dan tekad untuk ‘membalas kekalahan’ membuatnya terus berlatih.
Rutinitas latihan Shafira juga terbilang disiplin, meski harus berbagi waktu dengan sekolah. Usai pulang sekolah, ia sering meluangkan waktu berlatih di malam hari, bahkan tak jarang sampai dini hari, ditemani sang ayah.
“Kadang habis belajar dia tidur lebih awal, lalu bangun tengah malam untuk latihan catur lagi sampai subuh. Dia bisa atur sendiri waktunya. Kalau ada tugas sekolah, dikerjakan dulu, baru main catur. Pokoknya anaknya nggak mau kalah,” cerita sang ibu.
Kini, tiket Piala Dunia Catur 2025 di genggamannya menjadi tonggak baru bagi Shafira. Ke depan, ia punya mimpi besar: meraih gelar Women Grandmaster, salah satu gelar tertinggi bagi pecatur perempuan di dunia.
“Saya bersyukur bisa lolos ke Piala Dunia. Setelah ini, saya ingin secepatnya meraih gelar Women Grandmaster,” kata Shafira.
Di balik kehebatan langkahnya di atas papan catur, ada dedikasi keluarga yang tak pernah lelah mendampingi.
Shafira bukan hanya membawa nama DIY ke panggung dunia, tetapi juga membuktikan bahwa mimpi besar bisa dimulai dari langkah kecil.
Semoga langkah Shafira di Batumi, Georgia, pada 5–19 Juli mendatang, menjadi awal cerita yang akan terus menginspirasi generasi muda Indonesia.
Page 3
RADARBANYUWANGI.ID – Siapa sangka, seorang remaja 16 tahun dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah catur dunia? Dialah Shafira Herfesa Devi, pecatur muda berbakat yang kini bersiap terbang ke Batumi, Georgia, demi berkompetisi di Piala Dunia Catur 2025.
Perjalanan Shafira menuju ajang bergengsi ini tidaklah singkat. Tiket ke Piala Dunia ia raih usai menjuarai Asian Zone 3.3 Chess Championship 2025, yang digelar di Holiday Inn, Ulaanbaatar, Mongolia, pada 22 April hingga 3 Mei lalu.
Dalam kejuaraan tersebut, Shafira sukses menyingkirkan puluhan pecatur tangguh dari berbagai negara, mulai dari Hong Kong, Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam, hingga tuan rumah Mongolia.
Yang menarik, Shafira datang ke arena turnamen sebagai peserta non-unggulan. Ia hanya berada di peringkat ke-20 dari total peserta.
Namun, hal itu justru memacu semangatnya untuk tampil tanpa beban. Berbekal strategi matang, ketenangan, dan tekad pantang menyerah, Shafira bahkan berhasil menaklukkan pecatur-pecatur top Asia, termasuk Grand Master asal Filipina yang menjadi unggulan ketiga.
“Belum pernah ada pecatur dari DIY yang lolos ke Piala Dunia. Shafira ini yang pertama. Bahkan gelar Master Internasional yang dia raih juga jadi yang pertama untuk DIY,” kata Jumariyanto, Sekretaris Umum Pengda Percasi DIY dengan bangga.
Baca Juga: Warga RI Siap-siap Kecewa! Ian Maatsen Berpaling, Pilih Bela Belanda Meski Keturunan Jawa
Kesuksesan ini tentu tidak diraih dalam semalam. Bakat catur Shafira sudah diasah sejak ia masih balita. Sang ibu, Dewi Rochana, bercerita bahwa putrinya sudah dikenalkan pada papan catur sejak usia tiga tahun oleh ayahnya, yang juga mantan atlet catur era 2000-an.
Sejak kecil, Shafira dibiasakan memahami notasi catur, bahkan sang ibu sengaja memasukkan putrinya ke PAUD di usia dini agar cepat bisa membaca dan menulis.
“Waktu umur dua tahun lebih sedikit, dia sudah saya sekolahkan supaya cepat bisa baca tulis. Bapaknya rajin menanamkan catur, sedikit-sedikit dikenalkan supaya anaknya senang. Alhamdulillah cepat tanggap,” kenang Dewi.
Perlahan tapi pasti, minat itu berbuah prestasi. Sejak duduk di bangku kelas 2 SD, Shafira mulai memberanikan diri ikut kompetisi.
Meski sempat merasakan kegagalan di lomba pertamanya, hal itu justru menjadi cambuk untuk terus belajar. Sang ibu pun memutuskan mendampingi langsung setiap Shafira berlaga.
“Pengalaman pertamanya itu waktu lomba O2SN tingkat kecamatan. Sempat ada kendala, gurunya harus mengantar siswa lain jadi Shafira cuma diantar tukang kebun. Jadinya mentalnya kena. Sejak itu saya dan suami turun langsung. Kalau ada lomba, kami pegang, antar jemput sendiri,” ujar Dewi.
Hasilnya mulai tampak. Dari tingkat kecamatan, Shafira merangkak naik menjuarai tingkat kabupaten, hingga menjadi juara di DIY.