Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Desa Adat Kemiren, Jantung Budaya Osing yang Mendunia

desa-adat-kemiren,-jantung-budaya-osing-yang-mendunia
Desa Adat Kemiren, Jantung Budaya Osing yang Mendunia

detik.com

Daftar Isi

  • Sejarah Singkat
  • Pengalaman Wisata
  • Pengakuan Internasional

Banyuwangi

Desa Adat Kemiren terletak di Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Desa ini menjadi salah satu kampung yang masih meneguhkan identitas suku Osing melalui bahasa, arsitektur rumah adat, serta berbagai ritual tradisional yang dijaga secara turun-temurun.

Baru-baru ini, Desa Adat Kemiren kembali meraih pengakuan internasional setelah masuk dalam Jaringan Desa Wisata Terbaik Dunia (The Best Tourism Villages Upgrade Programme 2025) dari United Nations Tourism (UN Tourism).

Kemiren berhasil memadukan kehidupan adat yang kuat dengan pengelolaan pariwisata yang dinamis. Alih-alih mengisolasi budayanya, masyarakat Desa Kemiren justru mengubah tradisi menjadi pengalaman wisata yang otentik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rumah tradisional Desa Adat Kemiren kini berfungsi ganda sebagai homestayhinggasanggar tari membuka kelas bagi wisatawan. Sementara pasar kampung menjadi pusat ekonomi kreatif untuk kuliner dan kerajinan lokal.

Pendekatan tersebut menjadikan Kemiren sebagai contoh desa wisata berbasis kearifan lokal yang sukses. Mereka membuktikan bahwa budaya bukan hanya warisan, melainkan modal ekonomi yang nyata.

Seperti dijelaskan dalam laman resmi desa dan portal pariwisata, kunci keberhasilan Kemiren terletak pada program terstruktur, mulai dari pengembangan UMKM, pelatihan pemandu lokal profesional, hingga paket wisata edukatif yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

Sejarah Singkat

Dilansir dari laman Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), nama “Kemiren” berasal dari banyaknya pohon kemiri dan durian yang tumbuh di wilayah tersebut pada masa awal penemuan desa. Sejak saat itu, daerah ini dikenal dengan sebutan Desa Kemiren.

Ritual Barong Ider Bumi di Desa Kemiren BanyuwangiRitual Barong Ider Bumi di Desa Kemiren Banyuwangi Foto: Istimewa

Sejarah masyarakat Desa Kemiren memiliki dua lapisan asal-usul. Secara garis besar, suku Osing diyakini merupakan keturunan masyarakat Kerajaan Blambangan, yang didirikan pengungsi dari Kerajaan Majapahit pada abad ke-15.

Adapun Desa Kemiren sendiri baru berdiri sekitar tahun 1830-an pada masa kolonial Belanda. Saat itu, penduduk Desa Cungking mengungsi untuk menghindari tentara, lalu membabat hutan yang banyak ditumbuhi pohon kemiri, yang kemudian menjadi asal nama desa ini.

Kini, Desa Kemiren telah ditetapkan sebagai desa wisata adat dan cagar budaya untuk melestarikan tradisi suku Osing. Keunikan budaya lokal tercermin dari penggunaan bahasa Osing yang khas dengan sisipan huruf “y”.

Contohnya, kata madang menjadi madyang. Selain itu, arsitektur rumah tradisional yang memiliki filosofi berdasarkan bentuk atapnya, seperti tikel balung, crocogan, dan baresan.

Pengalaman Wisata

Salah satu daya tarik utama Kemiren adalah pengalaman budaya langsung. Pengunjung dapat menyaksikan pertunjukan Gandrung, belajar tari Osing, atau mengikuti workshop membuat batik dan ukiran sederhana.

Selain itu, desa juga menawarkan pengalaman agraris-kulinari seperti praktik sangrai kopi tradisional dan mencicipi olahan lokal yang menjadi bagian dari paket wisata edukasi. Kegiatan ini dirancang agar wisatawan memahami makna ritual serta fungsi sosial yang menyertainya.

Desa Wisata Kemiren Banyuwangi Raih Anugerah Desa Wisata Indonesia 2024Desa Wisata Kemiren Banyuwangi Raih Anugerah Desa Wisata Indonesia 2024 Foto: Istimewa (Dok: Pemkab Banyuwangi)

Desa Adat Kemiren juga mengembangkan berbagai fasilitas pendukung seperti homestay bergaya rumah adat, ruang pamer kerajinan, dan jalur wisata yang disusun agar tetap menghormati area adat.

Pengelola lokal bekerja sama dengan pemerintah kabupaten untuk memperbaiki sanitasi, meningkatkan akses informasi, dan menata jadwal pertunjukan agar kunjungan wisata tidak mengganggu aktivitas ritual masyarakat.

Praktik semacam ini menjadikan kunjungan ke Kemiren tetap ramah wisatawan, namun tetap beretika-pengunjung dianjurkan meminta izin sebelum merekam upacara dan menghormati larangan di area tertentu.

Pengakuan Internasional

Pada Oktober 2025, Desa Adat Kemiren mendapatkan pengakuan internasional dengan bergabung ke dalam jaringan The Best Tourism Villages Upgrade Programme dari United Nations Tourism.

Penghargaan ini menempatkan Kemiren di peta destinasi pedesaan terbaik dunia dan membuktikan bahwa model pengelolaan pariwisatanya telah memenuhi standar penilaian internasional.

Dalam pernyataan resminya, Sekjen UN Tourism menekankan pentingnya pariwisata sebagai katalis pembangunan inklusif, sementara pemerintah daerah menyambut penghargaan ini sebagai buah dari gotong royong warga.

Tradisi mepe kasur di Desa Kemiren, Banyuwangi.Tradisi mepe kasur di Desa Kemiren, Banyuwangi. Foto: Eka Rimawati/detikJatim)

Dampak nyata dari pengakuan tersebut terlihat pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dan peluang pasar bagi produk lokal, mulai dari batik khas Banyuwangi hingga olahan kopi dan kuliner desa. Namun, peningkatan visibilitas juga menuntut tata kelola yang lebih baik.

Kapasitas pemandu, manajemen sampah, dan regulasi kunjungan perlu terus diperkuat agar manfaat ekonomi dirasakan warga tanpa mengorbankan kehidupan adat. Lembaga pencatat wilayah adat juga menekankan pentingnya pengakuan hak budaya untuk menjaga kontrol komunitas terhadap sumber daya dan ruang adat.

Desa Kemiren membuktikan bahwa pelestarian budaya dan pengembangan pariwisata dapat berjalan seiring. Ketika komunitas memegang kendali, dan ketika ekonomi dibangun di atas prinsip keberlanjutan serta penghormatan terhadap nilai-nilai lokal, desa seperti Kemiren dapat tumbuh tanpa kehilangan jati dirinya.

Pengakuan global yang diraih menjadi bukti nyata kerja kolektif seluruh warga-dari tetua adat hingga generasi muda pelaku UMKM-yang setiap hari memilih merawat warisan leluhur sambil membuka peluang baru secara bijak

Artikel ini ditulis Muhammad Faishal Haq, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.

20D

(ihc/irb)