Radarbanyuwangi.id – Ribuan umat Hindu di Kecamatan Pesanggaran mengikuti pawai ogoh-ogoh dengan mengitari sejumlah desa Minggu (10/3).
Pawai yang digelar untuk menyambut Hari Raya Nyepi itu start dan finis di lapangan Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran.
Ada 17 ogoh-ogoh berupa patung buto sebagai simbol angkara murka yang diarak keliling desa sepanjang 3 kilometer dengan iringan musik baleganjur.
”Ogoh ogoh ini dibawa keliling desa,” ungkap Hadi Santoso, 46, Romo Mangku Pura Sindhu Gangga Sidayu, Dusun Ringinagung, Desa/Kecamatan Pesanggaran.
Romo Hadi menyebut, perayaan pawai ogoh-ogoh tahun ini lebih meriah dibanding tahun sebelumnya.
Tahun ini ada 17 ogoh-ogoh yang dibuat umat untuk diikutkan dalam pawai. ”Ogoh-ogoh itu dibuat oleh umat Hindu di beberapa pura yang ada di Kecamatan Pesanggaran,” jelasnya.
Di antara 17 ogoh-ogoh dalam pawai itu, ada satu yang menyita perhatian warga, yaitu patung tikus berdasi yang memanggul segepok uang pecahan Rp 100 ribu. Ogoh-ogoh tikus berdasi itu dilengkapi tulisan ”koruptor”.
”Ogoh-ogoh koruptor banyak mendapat perhatian warga,” jelas Romo Hadi.
Pawai ogoh-ogoh yang menampilkan berbagai karakter tersebut dimulai pukul 10.00.
Selain karakter koruptor, ada juga tokoh pewayangan, animasi, hingga buto sebagai perlambang angkara murka.
”Ogoh-ogoh hasil kreativitas masyarakat ini merupakan simbol dari sifat buruk yang harus disucikan,” terang Romo Hadi.
Selain sebagai simbol menghalau kejahatan, ogoh-ogoh kini juga dijadikan sebagai sarana kritik sosial.
Seperti halnya ogoh-ogoh koruptor, menurut Romo Hadi hal itu sebagai representasi maraknya kasus korupsi di Indonesia.
”Masalah korupsi masih belum bisa berantas,” ujarnya.
Hadi menyebut, pawai ogoh-ogoh kali ini dipusatkan di lapangan Desa Sumbermulyo.
Page 2
Page 3
Radarbanyuwangi.id – Ribuan umat Hindu di Kecamatan Pesanggaran mengikuti pawai ogoh-ogoh dengan mengitari sejumlah desa Minggu (10/3).
Pawai yang digelar untuk menyambut Hari Raya Nyepi itu start dan finis di lapangan Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran.
Ada 17 ogoh-ogoh berupa patung buto sebagai simbol angkara murka yang diarak keliling desa sepanjang 3 kilometer dengan iringan musik baleganjur.
”Ogoh ogoh ini dibawa keliling desa,” ungkap Hadi Santoso, 46, Romo Mangku Pura Sindhu Gangga Sidayu, Dusun Ringinagung, Desa/Kecamatan Pesanggaran.
Romo Hadi menyebut, perayaan pawai ogoh-ogoh tahun ini lebih meriah dibanding tahun sebelumnya.
Tahun ini ada 17 ogoh-ogoh yang dibuat umat untuk diikutkan dalam pawai. ”Ogoh-ogoh itu dibuat oleh umat Hindu di beberapa pura yang ada di Kecamatan Pesanggaran,” jelasnya.
Di antara 17 ogoh-ogoh dalam pawai itu, ada satu yang menyita perhatian warga, yaitu patung tikus berdasi yang memanggul segepok uang pecahan Rp 100 ribu. Ogoh-ogoh tikus berdasi itu dilengkapi tulisan ”koruptor”.
”Ogoh-ogoh koruptor banyak mendapat perhatian warga,” jelas Romo Hadi.
Pawai ogoh-ogoh yang menampilkan berbagai karakter tersebut dimulai pukul 10.00.
Selain karakter koruptor, ada juga tokoh pewayangan, animasi, hingga buto sebagai perlambang angkara murka.
”Ogoh-ogoh hasil kreativitas masyarakat ini merupakan simbol dari sifat buruk yang harus disucikan,” terang Romo Hadi.
Selain sebagai simbol menghalau kejahatan, ogoh-ogoh kini juga dijadikan sebagai sarana kritik sosial.
Seperti halnya ogoh-ogoh koruptor, menurut Romo Hadi hal itu sebagai representasi maraknya kasus korupsi di Indonesia.
”Masalah korupsi masih belum bisa berantas,” ujarnya.
Hadi menyebut, pawai ogoh-ogoh kali ini dipusatkan di lapangan Desa Sumbermulyo.