The Latest Collection of News About Banyuwangi
English VersionIndonesian

Lato-lato Traders Harass Dozens of Elementary School Children in Banyuwangi, KemenPPPA Urges Perpetrators to be Severely Punished

Register your email to Subscribe to news delivered directly to your mailbox

Jakarta, tvOnenews.comSeorang penjual lato-lato berinisial MM di Banyuwangi, Jawa Timur melakukan kekerasan seksual molestation terhadap puluhan schoolgirl Sekolah Dasar (SD).

Hal ini membuat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) geram dengan terjadinya aksi pencabulan terhadap puluhan anak.

Even, bisa lebih karena jumlah victim belum diketahui pasti lantaran baru beberapa korban yang melapor.

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menegaskan, terduga pelaku diharapkan mendapat sanksi hukum yang berat sesuai Undang-Undang (UU) that happened.

Mengingat kasus pencabulan bisa berdampak berat terhadap psikis korban.

“Kekerasan seksual adalah kejahatan yang tidak bisa ditoleransi oleh apapun karena itu pelakunya selayaknya mendapat hukuman berat sesuai UU yang berlaku,” kata Nahar dalam keterangannya, Thursday (16/2/2023).

Apalagi dalam kasus ini, terduga pelaku diinformasikan telah melakukan perbuatannya selama satu bulan yang berarti dia berulang-ulang melakukan kejahatan terhadap anak-anak yang tengah membeli mainan,” he added.

Nahar menyebut, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Banyuwangi telah melakukan pendampingan dan asesmen terhadap para korban.

Polsek Banyuwangi juga telah menahan dan menetapkan terduga pelaku sebagai tersangka,” he said.

Furthermore, dia menjelaskan, korban pencabulan diduga sebanyak 21 anak berasal dari satu sekolah yang sama. Namun yang melapor baru dua korban dan empat korban sudah menjalani pemeriksaan polisi.

Polisi terus melakukan penyelidikan mendalam terhadap tersangka untuk mengetahui kemungkinan korban lain mengingat tersangka berdagang keliling di lingkungan sekolah yang berbeda-beda,” terang Nahar.

Polisi menjerat tersangka dengan pasal 82 verse (1) and (4) Law No 17 year 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Year 2016 concerning the Second Amendment to Law No 23 Year 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana.

Nahar menambahkan, selain dikenakan pidana penjara, berdasarkan pasal 82 verse (5) and (6): pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Terkait kasus ini, Nahar berharap, ada upaya pencegahan agar kasus serupa tidak berulang baik dari pihak sekolah dan orang tua siswa untuk terus mengingatkan siswa agar tidak mudah terbujuk orang asing.

Dia juga meminta sekolah agar melakukan penanganan dengan cara yang tepat terhadap para korban. Hal ini agar tidak menjadi korban lagi karena adanya stigma negatif di sekolah.

Sekolah berperan besar guna turut memulihkan siswa dari dampak psikis akibat kekerasan yang dialaminya,” he concluded.(rpi/muu)

source