Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Harga Gabah Terlalu Murah, Pertani Resah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

gabah-murahROGOJAMPI – Musim panen padi di Kecamatan Rogojampi dan Singojuruh tidak membuat petani tersenyum. Mereka malah resah karena harga gabah terus merosot. Harga gabah saat ini dianggap tidak imbang dengan biaya perawatan.

Salah seorang petani asal Desa/Kecamatan Rogojampi, Nur Hariri, 38, mengatakan di daerah Kecamatan Rogojampi saat ini masih sebagian lahan padi yang mulai panen. Diperkirakan panen raya tiba pada April 2015.

“Harga gabah sudah murah,” katanya. Petani Desa Rogojampi lainnya, Nanang Nur Ahmadi, 44, mengungkapkan di wilayah Kecamatan Rogojampi tidak ada penjualan gabah kering giling melainkan gabah kering sawah.

Saat ini harga gabah kering sawah harganya Rp 3.700 per kilogram (Kg). Padahal, saat panen tiga bulan lalu harganya masih di kisaran Rp 4.200 per Kg. Bahkan, sempat mencapai Rp 5.000 per Kg. “Saya bingung, apa yang mempengaruhi turunnya harga gabah ini,” ungkapnya.

Harga gabah saat ini, jelas dia, dinilai sudah sangat rendah. Padahal, Kecamatan Rogojampi, Singojuruh, dan Songgon belum memasuki masa panen raya. “Belum panen raya saja sudah sangat murah. Terus kalau panen raya jadi berapa harganya,” katanya risau.

Tak banyak yang bisa diperbuat petani dalam menghadapi murahnya harga gabah kering sawah tersebut. Apalagi, sebagian besar petani tidak memiki gudang penyimpanan gabah hasil panen. Sehingga, mereka harus menjual langsung kepada pemilik penggilingan padi.

“Di Rogojampi juga belum ada sistem resi gndang yang bisa dimanfaatkan petani untuk menyimpan hasil panen. Jadi, setelah panen langsung dijual,” cetusnya. Menurut Nanang, murahnya harga gabah itu dinilai sangat merugikan para petani.

Apalagi, saat ini hampir seluruh biaya operasional mengalami kenaikan drastis. Ongkos olah sawah yang sebelumnya hanya Rp 600 ribu per bahu atau sekitar 7.500 meter persegi, kini naik menjadi Rp 900 ribu. Ongkos tanam juga demikian.

Jika sebelumnya hanya Rp 500 ribu per bahu, kini naik menjadi Rp 600 ribu. Belum lagi biaya pemupukan dan perawatan. “Untung masih bisa panen. Kalau gagal panen apa tidak malah bangkrut,” serunya. Petani asal Desa/Kecamatan Singnjuruh, Sukarno, 56, menyampaikan bahwa sekarang petani resah karena harga gabah murah.

Utang dipenggilingan padi tidak bisa di lunasi karena harga gabah kering sawah murah. “Dalam mengolah padi, petani biasa mendapat bantuan pemilik penggiling padi. Kalau harga gabah murah, terus yang digunakan membayar apa,” katanya.

Perjanjian petani dengan pemilik penggilingan padi itu, jelas dia, sudah lazim dilakukan saat akan menggarap sawah. Petani akan mendapat bantuan dana segar selama proses tanam hingga perawatan asal hasil panen padi dijual ke penggilingan padi tersebut.

“Kalau tidak ada bos penggilingan padi, kami tidak punya biaya menggarap sawah,” ujarnya. Sementara itu, sejumlah petani menduga murahnya harga gabah itu akibat masuknya gabah Bojonegoro dan Lombok ke Bumi Blambangan.

Membeludaknya stok gabah itu mengakibatkan harga gabah merosot. Selanjutnya, gabah dari luar daerah itu digiling menjadi beras di Banyuwangi. “Begitu jadi beras, gabah dari luar daerah itu bisa saja dijual dengan nama beras Banyuwangi.

itu untuk menaikkan pamor beras luar daerah tersebut, karena selama ini Beras Banyuwangi dikenal enak, punel, dan harum,” jelas S. Mualim, petani asal Desa Rogojampi. (radar)