Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Jejak Penyebaran Islam di Blambangan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

KOMPLEKS makam Lastono, yang diyakini petilasan Syech Siti Jenar di Dusun Sukorejo, Desa Lemahbang Kulon, Kecamatan Singojuruh, tidak sulit untuk ditemui. Lokasi itu hanya berjarak sekitar 50 meter dari jalan simpang tiga Bulog Lemahbang, atau berada di seberang sungai dengan melewati jembatan besar yang dibangun pada tahun 2007.

Memasuki lokasi kompleks makam Lastono yang cukup luas, terasa sangat sejuk. Pepohonan berukuran besar, banyak tumbuh di sekitar kompleks hingga membuat suasana rindang. Kicau burung terdengar bersahutan dari atas pohon.

Pagar tembok tampak mengitari seluruh kompleks pemakaman yang kini jadi pemakaman umum. Sebuah pohon beringin berukuran besar, berdiri kokoh di tengah kompleks pemakaman keramat itu. Di sebelah barat pohon beringin, ada pesarean yang dipercaya petilasan makam Syech Siti Jenar dan tiga pengikut setianya dengan ukuran sekitar enam meter kali empat meter.

Sebelah kiri bangunan pesarean, dibangun gazebo yang digunakan istirahat pengunjung. Tidak jauh dari gazebo, berdiri rumah bambu sang juru kunci. Di tempat itu,juga ada musala lengkap dengan tempat wudhu yang ada di depan arah pintu masuk makam.

Itulah situasi di kompleks Lastono, petilasan Syech Siti Jenar. Sejak petilasan ini dirawat oleh sang juru kunci, dan warga yang peduli dengan situs petilasan, tempat itu mulai banyak perubahan dan kemajuan. Tidak hanya pembangunan kompleks makam, tetapi juga ramai disinggahi oleh para peziarah.

Tapi, juga ada yang sengaja datang untuk sekedar istirahat. “Hawanya sejuk dan situasinya menenangkan,” cetus Edi Susilo, 30, warga Desa/Kecamatan Kabat. Bagi warga Dusun Sukorejo, Desa Lemahbang Kulon, kompleks makam Lastono itu tempat yang dikeramatkan.

Sebab, lokasi itu memiliki nilai sejarah  yang sangat tinggi, dan diyakini awal berdirinya perkampungan dan nama desanya. Cerita dari mulut ke mulut para sesepuh desa, mengenai siapa Syech Siti Jenar dan bagaimana kiprahnya selama menyebarkan Islam di Kerajaan Blambangan, membuat warga sangat menghormati leluhur dengan beragam cara.

Di antaranya yang masih berlangsung  hingga kini, adalah warga sekitar  menggelar selamatan di kompleks makam jika mempunyai  hajatan, seperti khitanan dan menikah. “ Kirim doa kepada  leluhur, dan makan bersama di gazebo,” ujar Turin, 54, juru kunci Lastono.

Sebelum kompleks makam Lastono dibangun pada tahun 2007, warga menggelar slamaten dan makan bersama di areal makam. Tidak ada tempat khusus untuk makam dan minum. Gazebo tersebut dibangun , untuk memisahkan warga yang  ingin berdoa dan hanya sekedar melepas penat.

Uniknya, selain membawa nasi tumpeng yang harus dimakan bersama, di kompleks makam Lastono itu juga wajib disertai membawa kopi hitam tanpa gula. Rasa pahit kopi itu, harus diminum bersama-sama sebagai pelepas dahaga setelah makan tumpeng.

“Ini tradisi dari dulu dan turun temurun sampai sekarang,” terangnya. Selain tradisi itu, bagi warga di kampung Desa Lemahbang Kulon, terutama warga yang tinggal di Dusun Sukorejo, setiap tahun pada hari ketujuh bulan Syawal (tahun hijriyah), rutin dilaksanakan ider bumi dengan keliling kampung sambil membaca istighfar.

Selanjutnya, setiba di depan kompleks makam Lastono, warga berhenti dan mengumandangkan adzan bersama-sama.  Jika dulu tempat itu terkenal  angker dan tidak jarang warga yang singgah di sekitar pohon beringin kesurupan, kini sudah berubah.

Lokasi itu kini menjadi situs bersejarah dan wisata religi baru yang menjadi jujugan warga Banyuwangi dan luar daerah.“Ada juga yang datang dari Jawa Barat dan Jawa Tengah, mereka itu biasanya bermalam,” ungkapnya. (radar)

Kata kunci yang digunakan :