sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Mencuatnya kasus dugaan pemotongan dana penerima program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Desa Gumirih, Singojuruh, Banyuwangi, direspon cepat oleh Suwito.
Anggota komisi IV DPRD Banyuwangi itu meminta aparat penegak hukum segera bertindak tegas.
Suwito merasa tergerak hatinya bantuan pemerintah untuk warga kurang mampu disalahgunakan. “Program ini merupakan program dari pemerintah untuk membantu masyarakat, jadi jangan sampai disalahgunakan,” ujar Suwito.
Suwito mengungkapkan, berdasarkan temuan di lapangan beberapa waktu lalu, pihaknya melihat sendiri adanya penggesekan ATM milik penerima PKH yang dilakukan oleh perangkat desa. Cara seperti itu dianggap menyalahi aturan.
“Penggesekan ATM mestinya dilakukan oleh penerima manffaat, bukan orang lain. Kalau seperti ini sudah masuk ranah pidana, ditambah lagi adanya pemotongan yang diarahkan dengan pembelian beras,” katanya.
Suwito mendapati indikasi penyelewengan dari penyaluran bansos di beberapa desa di Kecamatan Singojuruh.
Ketua Fraksi Gerindra tersebut mengatakan, dugaan ini muncul setelah dirinya menerima sejumlah keluhan dari warga penerima manfaat yang merasa diperlakukan tidak semestinya oleh aparat desa.
“Saya mendapatkan keluhan dari masyarakat, kebanyakan terkait warga yang belum menerima bansos. Bahkan, yang sudah menerima pun justru merasa tertekan, bukan senang,” ujar Suwito.
Menurutnya, kejadian yang dilaporkan warga di Desa Gumirih cukup memprihatinkan. Ia menuturkan, beberapa penerima bantuan pangan non tunai (BPNT) mendapat teguran dari aparat desa setelah mencairkan bantuan secara mandiri.
“Malam hari mereka ditegur aparat desa, diberi peringatan bahwa siapa yang mengambil bantuan secara mandiri harus siap menanggung risikonya. Padahal, mereka dikasih ATM oleh negara untuk dipakai sesuai kebutuhan,” tegasnya.
Tak berhenti di situ, warga penerima bansos keesokan harinya diminta untuk datang ke kantor desa dengan membawa ATM dan amplop berisi nomor PIN. Di sana, mereka mendapat wejangan dan dinilai mengarah sebagai ancaman.
“Setelah itu, sekitar 200 orang penerima bansos kartunya digesek dan dicairkan Rp 1,6 juta. Dari jumlah itu, Rp 600 ribu diwajibkan digunakan untuk membeli beras dari desa. Kalau tidak mau beli, katanya bantuan tidak akan diberikan lagi,” ungkap Suwito.
Suwito menuturkan, kualitas beras yang dijual disebut sangat rendah dan harganya cukup jauh dari harga pasar.
“Berasnya tidak bermerek, tidak ada kode produksi, warnanya kuning. Satu orang mendapat 40 kilogram dengan harga total Rp 600 ribu. Kalau dihitung, berarti Rp 15 ribu per kilo, padahal saya cek harga pasarnya beras jenis itu hanya sekitar Rp 10 ribu. Ada selisih Rp 5 ribu per kilo yang patut dipertanyakan,” ujarnya.
Page 2
Page 3
sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Mencuatnya kasus dugaan pemotongan dana penerima program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Desa Gumirih, Singojuruh, Banyuwangi, direspon cepat oleh Suwito.
Anggota komisi IV DPRD Banyuwangi itu meminta aparat penegak hukum segera bertindak tegas.
Suwito merasa tergerak hatinya bantuan pemerintah untuk warga kurang mampu disalahgunakan. “Program ini merupakan program dari pemerintah untuk membantu masyarakat, jadi jangan sampai disalahgunakan,” ujar Suwito.
Suwito mengungkapkan, berdasarkan temuan di lapangan beberapa waktu lalu, pihaknya melihat sendiri adanya penggesekan ATM milik penerima PKH yang dilakukan oleh perangkat desa. Cara seperti itu dianggap menyalahi aturan.
“Penggesekan ATM mestinya dilakukan oleh penerima manffaat, bukan orang lain. Kalau seperti ini sudah masuk ranah pidana, ditambah lagi adanya pemotongan yang diarahkan dengan pembelian beras,” katanya.
Suwito mendapati indikasi penyelewengan dari penyaluran bansos di beberapa desa di Kecamatan Singojuruh.
Ketua Fraksi Gerindra tersebut mengatakan, dugaan ini muncul setelah dirinya menerima sejumlah keluhan dari warga penerima manfaat yang merasa diperlakukan tidak semestinya oleh aparat desa.
“Saya mendapatkan keluhan dari masyarakat, kebanyakan terkait warga yang belum menerima bansos. Bahkan, yang sudah menerima pun justru merasa tertekan, bukan senang,” ujar Suwito.
Menurutnya, kejadian yang dilaporkan warga di Desa Gumirih cukup memprihatinkan. Ia menuturkan, beberapa penerima bantuan pangan non tunai (BPNT) mendapat teguran dari aparat desa setelah mencairkan bantuan secara mandiri.
“Malam hari mereka ditegur aparat desa, diberi peringatan bahwa siapa yang mengambil bantuan secara mandiri harus siap menanggung risikonya. Padahal, mereka dikasih ATM oleh negara untuk dipakai sesuai kebutuhan,” tegasnya.
Tak berhenti di situ, warga penerima bansos keesokan harinya diminta untuk datang ke kantor desa dengan membawa ATM dan amplop berisi nomor PIN. Di sana, mereka mendapat wejangan dan dinilai mengarah sebagai ancaman.
“Setelah itu, sekitar 200 orang penerima bansos kartunya digesek dan dicairkan Rp 1,6 juta. Dari jumlah itu, Rp 600 ribu diwajibkan digunakan untuk membeli beras dari desa. Kalau tidak mau beli, katanya bantuan tidak akan diberikan lagi,” ungkap Suwito.
Suwito menuturkan, kualitas beras yang dijual disebut sangat rendah dan harganya cukup jauh dari harga pasar.
“Berasnya tidak bermerek, tidak ada kode produksi, warnanya kuning. Satu orang mendapat 40 kilogram dengan harga total Rp 600 ribu. Kalau dihitung, berarti Rp 15 ribu per kilo, padahal saya cek harga pasarnya beras jenis itu hanya sekitar Rp 10 ribu. Ada selisih Rp 5 ribu per kilo yang patut dipertanyakan,” ujarnya.








