Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kecam Penahanan Kakek 73 Tahun, Aliansi Mahasiswa Desak Kejari Banjar Transparan dan Manusiawi – Radar Banyuwangi

kecam-penahanan-kakek-73-tahun,-aliansi-mahasiswa-desak-kejari-banjar-transparan-dan-manusiawi-–-radar-banyuwangi
Kecam Penahanan Kakek 73 Tahun, Aliansi Mahasiswa Desak Kejari Banjar Transparan dan Manusiawi – Radar Banyuwangi

RADARBANYUWANGI.ID – Gelombang protes muncul dari kalangan mahasiswa di Kalimantan Selatan, menyusul eksekusi terhadap Kakek Kahpi (73) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Banjar pada Kamis (12/6/2025) malam.

Eksekusi yang dilakukan saat proses Peninjauan Kembali (PK) masih bergulir, dinilai tidak hanya terburu-buru, tapi juga mencederai nilai keadilan dan kemanusiaan.

Aliansi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kalsel menyuarakan kekecewaannya dalam pernyataan sikap yang diterima Radar Banjarmasin, Sabtu (14/6/2025).

Baca Juga: Sidang PK Kakek Kahpi: Tim Hukum Soroti Kekeliruan Objek Tanah dan Kekhilafan Putusan MA

Mereka menilai tindakan Kejari Banjar menjemput paksa Kakek Kahpi pada malam hari merupakan langkah hukum yang kehilangan empati.

Penjemputan Malam Hari Jadi Sorotan

Eksekusi terhadap pria sepuh itu dilakukan sekitar pukul 22.30 Wita di kediaman anaknya di kawasan Pekapuran B Laut, Banjarmasin. Ia langsung digiring ke Lapas Banjarbaru setelah menjalani pemeriksaan kesehatan.

Bagi Rizky, salah satu perwakilan mahasiswa, langkah itu terasa janggal dan tidak manusiawi.

“Kami sangat kecewa. Informasi awal yang kami terima, eksekusi ditunda hingga PK selesai. Tapi nyatanya malam itu langsung dieksekusi. Ini mencederai prinsip kehati-hatian dalam penegakan hukum,” tegasnya.

Baca Juga: Eksekusi Kakek Kahpi Tuai Kecaman: Mahasiswa Turun Gunung Bela Lansia Pencari Keadilan di Banjarbaru

Menurutnya, tindakan itu menunjukkan inkonsistensi Kejari Banjar dan mengabaikan fakta bahwa Kakek Kahpi sedang menjalani proses hukum yang sah melalui jalur PK.

“Bukan soal menolak hukum, tapi soal bagaimana hukum dijalankan. Apa urgensinya menjemput seorang kakek yang kooperatif, tidak melarikan diri, dan sedang dalam proses hukum formal?” kritik Rizky.

Hukum Tak Hanya Soal Pasal

Nada serupa disampaikan oleh mahasiswa lainnya, Muhammad Fareh Sahli. Ia menegaskan bahwa pelaksanaan hukum semestinya tak hanya berpijak pada teks aturan, tapi juga pada nurani dan keadilan sosial.

Sumber: Radar Banjarmasin


Page 2


Page 3

“Kami bertanya ulang, apakah hukum kita masih punya rasa keadilan? Jangan sampai hukum kehilangan nurani dan berubah jadi alat represif,” ucapnya.

Baca Juga: Sempat Minta Tolong Presiden, Kakek Kahpi Dijemput 3 Mobil Lalu Dieksekusi Tengah Malam!

Fareh juga menyesalkan eksekusi yang dilakukan secara senyap, tanpa ada klarifikasi resmi sebelumnya ke publik, padahal Kejari sempat menyebut bakal menunggu proses PK rampung.

“Kalau sebelumnya disampaikan akan ditunda, mengapa tidak ada penjelasan ketika tiba-tiba dilakukan eksekusi malam hari? Ini bukan hanya soal prosedur, ini soal empati terhadap warga lansia,” tambahnya.

Desak Transparansi dan Kepedulian pada Kelompok Rentan

Melalui pernyataan sikap yang mereka rilis, para mahasiswa mendesak Kejari Banjar memberikan penjelasan resmi kepada publik terkait perubahan kebijakan eksekusi.

Mereka juga meminta aparat penegak hukum lebih mengedepankan transparansi dan nilai kemanusiaan dalam menangani perkara, khususnya terhadap kelompok rentan seperti lansia.

Baca Juga: Keluarga Syok, Kakek Kahpi Dieksekusi Tengah Malam Usai Sidang PK

“Kami harap ini menjadi refleksi bagi semua aparat penegak hukum. Prosedur penting, tapi rasa keadilan dan kemanusiaan harus tetap jadi dasar utama,” tutup Rizky.

PK Belum Tuntas, Kakek Sudah Dieksekusi

Sebagaimana diketahui, Kakek Kahpi tengah menempuh upaya hukum luar biasa melalui jalur Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Martapura.

Sidang perdana PK sendiri baru digelar Kamis (12/6) sore, hanya beberapa jam sebelum eksekusi dilakukan.

Dalam memori PK, tim kuasa hukum menegaskan adanya kekhilafan dalam putusan Mahkamah Agung (MA) yang sebelumnya menghukumnya satu tahun penjara.

Salah satu poin utama adalah perbedaan lokasi objek tanah yang disengketakan, antara kilometer 17,8 dan 19,5, yang disebut menjadi akar kekeliruan putusan.

Namun belum tuntas proses hukum itu berjalan, Kakek Kahpi lebih dulu harus kembali menjalani hari-harinya di balik jeruji.

Sumber: Radar Banjarmasin