Detik.com
Jakarta –
Tahun ini, Indonesia memegang Keketuaan ASEAN 2023. Tugasnya mulai dari mendorong relevansi organisasi regional Asia Tenggara tersebut bagi dunia sebagai wilayah yang mengedepankan perdamaian dan stabilitas kawasan.
Benazir Syahril, seorang alumnus LPDP 2014, rupanya turut bertugas di belakang layar Keketuaan ASEAN 2023. Perempuan yang disapa Bena ini merupakan lulusan Development Management, London School of Economics (LSE) Inggris. Kini, Bena terlibat dalam portofolio kota berkelanjutan (sustainable urbanization) untuk memajukan kota-kota di ASEAN.
Meniti Jalan ke ASEAN
Bena kini tercatat bekerja di Sekretariat ASEAN. Namun, perempuan berdarah Minangkabau ini semula adalah seorang bankir.
Lulus S1, Bena semula menekuni pekerjaan di bidang akuntansi keuangan dan perbankan. Seiring waktu, ia merasa tidak cocok dan ingin mengubah arah karier. Pilihannya jatuh ke sektor pembangunan.
“Nah, kemudian makanya saya ngambil lagi S2 untuk kemudian dari segi pendidikannya agar lebih mantap lagi dari sisi development sector. Karena background pendidikan saya finance, accounting gitu,” tutur Bena, dikutip dari laporan Dimas Wahyudi dari Tim Komunikasi LPDP di laman LPDP RI.
“Nah dari situ kemudian lulus dari S2 itu saya udah gak kembali ke swasta lagi, saya udah lanjut ke public sector, waktu itu sempat bantu-bantu di Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dan setelah itu berlanjut ke Sekretariat ASEAN,” imbuhnya.
Kuliah Manajemen Pembangunan
Di LSE, awardee LPDP jalur reguler ini memilih studi Development Management karena banyak porsi praktis manajemen pembangunan dan isu kekinian yang baginya bisa digali lebih lanjut. Harapan Bena, memilih jurusan ini dapat membekalinya untuk jadi praktisi.
Bena bercerita, perkuliahan di Development Management meliputi sejarah, politik, ekonomi, dan ilmu sosial. Ia mencontohkan, mahasiswa bisa mempelajari pengaruh format konstitusi negara pada cara pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan ekonomi, keputusan politis, dan pembangunan sebuah negara.
Ia menambahkan, di jurusan ini, mahasiswa juga bisa belajar apa yang membuat suatu negara berhasil dan tidak dari masa ke masa.
“Misalnya, apa yang membuat sebuah negara pada tahun atau di abad yang sebelumnya, dia termasuk negara-negara yang maju, tapi sekarang dia negara miskin, atau sebaliknya. Dari pertanyaan-pertanyaan itu kemudian dipelajari seperti faktornya apa saja,” seperti dikutip dari laporan Dimas Wahyudi dari Tim Komunikasi LPDP di laman LPDP RI.
Bena mencontohkan, faktor penjajahan dapat mengubah tatanan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Begitu pula kekayaan sumber daya alam yang juga berisiko jadi menjadi sumber bencana.
“Istilahnya resource curse, kutukan sumber daya alam. Adanya minyak, batu bara, dan lain-lain kemudian negara tersebut bergantung pada itu kemudian menjadi eksploitatif atau bisa menjadi sumber-sumber korupsi, dan lain-lain. Jadi justru adanya sumber daya alam yang melimpah, malah jadi sebuah curse, instead of blessing,” tuturnya.
Alumnus LPDP di Keketuaan ASEAN 2023
Meniti karier di Sekretariat ASEAN, Bena bertugas memegang portofolio terkait kota atau sustainable urbanization. Cakupannya termasuk smart city atau kota pintar sampai kota berkelanjutan atau sustainable urbanization. Ia juga bekerja sama dengan organisasi internasional lain untuk beragam proyek, seperti dengan United Nations Human Settlements Programme (UN-Habitat).
“Jadi saya selalu bekerja sama dengan negara-negara di ASEAN untuk memajukan perkotaan yang berkelanjutan atau kota pintar seperti itu. Aktivitas yang dilakukan bisa berupa studi, bisa berupa pemberian capacity building, trainings, atau kemudian juga berupa knowledge management,” tuturnya.
Memasuki Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023, Bena mengatakan, ia kerap bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang merupakan perwakilan Indonesia untuk ASEAN Smart Cities Network. Jejaring ini berfungsi mempromosikan kota pintar.
Membangun Jejaring Kota Pintar ASEAN
Salah satu proyek yang ditanganinya yaitu pemberian capacity building kepada pemerintah kota atau daerah dan metakota untuk planning mereka membuat perangkat.
“Misalnya sebuah kota ingin melakukan perbaikan dalam sistem transportasinya, atau misalnya kota ingin melakukan perbaikan terkait tata kelola sistem sampah mereka. Nah, untuk melakukan itu biasanya mereka membutuhkan bantuan teknis dan bantuan keuangan. Nah, itu dananya bisa dari syukur-syukur dana internal, ada dari dana pemerintah daerah atau pemerintah nasional, ada juga yang mungkin membutuhkan dana atau technical expert dari luar,” terang Bena.
Kota Keberlanjutan di ASEAN
Bena menjelaskan, dukungan membentuk kota keberlanjutan penting untuk munculnya resiliensi wilayah-wilayah di ASEAN. Di kota yang tengah bergerak, maupun wilayah yang bergerak menjadi kota, baginya penting untuk didukung agar tidak mengalami masalah yang kini sulit ditanggulangi kota metropolitan.
“ASEAN mengangkat isu sustainable urbanization karena kalau misalnya kota-kotanya nggak mampu untuk mengatasi isu-isu itu, yang terdampak bukan hanya satu negara saja, tapi negara lain juga. Karena mereka saling bersinggungan, saling connected,” kata Bena.
Ia mencontohkan, Tomohon, Sulawesi Utara dan Banyuwangi, Jawa Timur diharapkan kian unggul di sektor pariwisata. Di sisi lain, isu kemacetan, keamanan, dan inisiatif yang dapat memajukan kewirausahaan perlu diangkat ASEAN agar kota-kota dengan masalah serupa bisa berinteraksi, berbagi pengetahuan dan keahlian.
Tips Merintis Karier di ASEAN
Bena menuturkan, pendidikan, khususnya yang difasilitasi LPDP, memungkinkan anak muda berkontribusi untuk ASEAN. Di samping itu, lulusan pendidikan tinggi juga wajib mengasah interpersonal skill atau skill komunikasi. Ia mengingatkan, mahasiswa juga perlu punya roadmap atau peta jalan pascalulus.
Soal skill pendukung karier di ASEAN, baginya kemampuan menulis, terutama menuangkan pemikiran dalam tulisan, dan berbicara bahasa Inggris merupakan hal umum yang perlu dikuasai. Kemampuan presentasi atau memaparkan, baginya juga penting untuk mengasah kecakapan menuangkan pemikiran secara verbal.
“Jika teman-teman memiliki kesempatan berkuliah di luar negeri dengan dibiayai LPDP, jangan hanya kuliah saja. Kalau bisa meluangkan waktu untuk berorganisasi. Bila tak ada, cobalah ikut lomba, seperti lomba menulis, lomba debat, atau hal-hal semacam itu yang sebenarnya memberikan pengalaman yang baik,” tuturnya.
“Di Sekretariat ASEAN meski tempatnya di Jakarta, tetapi kita berkomunikasinya kebanyakan dengan bahasa Inggris sebagai bahasa kerja. Karena yang bekerja di sini dari negara ASEAN lainnya juga, seperti ada orang Vietnam, Malaysia, Brunei, dan lainnya” imbuh Bena.
Simak Video “Indonesia Masuk 6 Negara Paling Berpolusi di Dunia“
[Gambas:Video 20detik]
(twu/pal)