Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Legenda Pelet Kuno Puter Giling: Ketika Cinta Mantan Ditarik Kembali oleh Laku Batin Leluhur

legenda-pelet-kuno-puter-giling:-ketika-cinta-mantan-ditarik-kembali-oleh-laku-batin-leluhur
Legenda Pelet Kuno Puter Giling: Ketika Cinta Mantan Ditarik Kembali oleh Laku Batin Leluhur

RADARBANYUWANGI.ID – Di balik sunyi malam di pelosok-pelosok Jawa Timur, tersimpan sebuah ilmu tua yang hingga kini masih dipercaya sebagian masyarakat sebagai jalan terakhir menaklukkan cinta yang pergi.

Ia disebut Puter Giling, sebuah ajian pengasihan yang bukan sekadar mantra, melainkan warisan spiritual dari zaman para leluhur.

Ilmu ini menjadi bagian dari legenda masyarakat Jawa, khususnya di wilayah seperti Banyuwangi, Kediri, hingga Madura, yang dikenal sebagai tanah yang sarat dengan laku batin dan kekuatan tak kasatmata.

Puter Giling, dalam pemahaman tradisi, merupakan ajian untuk mengembalikan orang yang sudah pergi secara batin, baik itu pasangan, kekasih, suami, atau istri.

Menurut legenda yang beredar, ajian ini digunakan untuk membalik rasa cinta yang hilang, menggiling kerasnya hati seseorang hingga menjadi lunak dan kembali. Konon, orang yang terkena ajian ini akan:

  • Merasa gelisah, tak tenang saat jauh dari pelaku
  • Mengalami mimpi-mimpi tentang pelaku
  • Mengalami rasa rindu yang meledak-ledak tanpa alasan jelas
  • Akhirnya kembali, bahkan bisa menangis dan memohon

Bukan hanya itu, ajian ini juga diklaim mampu memutus pengaruh pihak ketiga seperti selingkuhan atau saingan cinta, bahkan menangkal pelet orang lain.

Baca Juga: Semar Mesem Banyuwangi, Aku Layak dari Sekadar Dicintai

Menurut kepercayaan tradisional, ajian ini bekerja melalui getaran batin dan sukma. Pelaku akan melakukan serangkaian ritual tirakat untuk menyelaraskan batinnya dengan energi semesta dan memfokuskan niat ke target.

Melalui kekuatan mantra dan meditasi, ‘gelombang batin’ ini dipercaya akan sampai ke pikiran dan jiwa orang yang dituju. Proses ini umumnya melibatkan:

  • Penyebutan nama lengkap dan tanggal lahir target secara berulang
  • Penggunaan media seperti bunga, dupa, air putih, dan lilin
  • Pembacaan mantra khas Puter Giling, biasanya dalam bahasa Jawa atau campuran Jawa-Arab
  • Meditasi atau semedi di tempat yang sunyi atau keramat
  • Laku puasa seperti mutih (hanya nasi putih dan air putih), tapa bisu (tidak bicara), atau tidak tidur beberapa hari

Sejarah dan Asal-Usul Kuno

Puter Giling diyakini sudah ada sejak zaman peralihan Hindu-Buddha ke Islam di Nusantara, sekitar abad ke-15 hingga 17 M. Ilmu ini lahir dari kebudayaan kejawen kuno, perpaduan antara kebatinan lokal dengan pengaruh filsafat Timur dan ajaran spiritual Islam.

Di masa itu, para petapa, cantrik, dan orang-orang yang menyendiri di gunung atau hutan sering melakukan olah batin untuk meraih pencerahan, kekuatan batin, atau kemampuan mempengaruhi realitas melalui kekuatan niat.

Puter Giling merupakan salah satu ajian yang muncul dari praktik tersebut, dengan kekuatan khusus pada aspek pengasihan.

Ada kemiripan nilai dengan ajian lain seperti Semar Mesem, Asmaragama, dan Jaran Goyang, tapi Puter Giling memiliki kekhasan yaitu membalik rasa dan memanggil kembali jiwa yang menjauh.

Baca Juga: 7 Weton Paling Gampang Jatuh Hati, Siap-siap Dicintai Secara Brutal! Mereka Bucin, Mudah Baper


Page 2

Yang tak kalah penting, Puter Giling adalah cermin dari cara pandang orang Jawa terhadap cinta, kehilangan, dan ikhtiar batin.

Ia bukan semata ajian magis, tetapi warisan budaya yang mengajarkan bahwa cinta tidak selalu cukup diperjuangkan dengan logika dan kata-kata.

Kadang, cinta juga membutuhkan kesabaran, kesungguhan batin, dan doa yang dalam.

Namun dari sisi etika, perlu ditekankan bahwa ajian seperti ini bersifat spiritual dan pribadi.

Menggunakan ajian untuk memaksa cinta tanpa kehendak pihak lain bisa menimbulkan konsekuensi moral dan bahkan dianggap menyimpang dalam banyak pandangan agama.

Puter Giling adalah legenda hidup dari khazanah pengasihan Jawa. Ia berjalan di antara mistik dan budaya, antara keputusasaan dan harapan, antara sihir dan doa.

Bagi sebagian orang, ia mungkin hanya cerita. Tapi bagi mereka yang pernah merasa kehilangan dan tidak tahu harus bagaimana lagi, Puter Giling adalah suara terakhir dalam sunyi, ketika cinta perlu ditarik pulang, bukan dengan tangan, tapi dengan hati yang berserah.

Disclaimer: Artikel ini disusun sebagai bagian dari dokumentasi budaya dan kepercayaan masyarakat Jawa.

Segala informasi tentang Puter Giling disajikan bukan sebagai ajakan, pembenaran, atau panduan praktik, melainkan sebagai pengenalan terhadap kekayaan spiritual dan warisan mistik Nusantara.

Pembaca diimbau menyikapi isi artikel secara bijak dan tidak menjadikannya sebagai rujukan utama dalam pengambilan keputusan pribadi, spiritual, atau relasi.


Page 3

RADARBANYUWANGI.ID – Di balik sunyi malam di pelosok-pelosok Jawa Timur, tersimpan sebuah ilmu tua yang hingga kini masih dipercaya sebagian masyarakat sebagai jalan terakhir menaklukkan cinta yang pergi.

Ia disebut Puter Giling, sebuah ajian pengasihan yang bukan sekadar mantra, melainkan warisan spiritual dari zaman para leluhur.

Ilmu ini menjadi bagian dari legenda masyarakat Jawa, khususnya di wilayah seperti Banyuwangi, Kediri, hingga Madura, yang dikenal sebagai tanah yang sarat dengan laku batin dan kekuatan tak kasatmata.

Puter Giling, dalam pemahaman tradisi, merupakan ajian untuk mengembalikan orang yang sudah pergi secara batin, baik itu pasangan, kekasih, suami, atau istri.

Menurut legenda yang beredar, ajian ini digunakan untuk membalik rasa cinta yang hilang, menggiling kerasnya hati seseorang hingga menjadi lunak dan kembali. Konon, orang yang terkena ajian ini akan:

  • Merasa gelisah, tak tenang saat jauh dari pelaku
  • Mengalami mimpi-mimpi tentang pelaku
  • Mengalami rasa rindu yang meledak-ledak tanpa alasan jelas
  • Akhirnya kembali, bahkan bisa menangis dan memohon

Bukan hanya itu, ajian ini juga diklaim mampu memutus pengaruh pihak ketiga seperti selingkuhan atau saingan cinta, bahkan menangkal pelet orang lain.

Baca Juga: Semar Mesem Banyuwangi, Aku Layak dari Sekadar Dicintai

Menurut kepercayaan tradisional, ajian ini bekerja melalui getaran batin dan sukma. Pelaku akan melakukan serangkaian ritual tirakat untuk menyelaraskan batinnya dengan energi semesta dan memfokuskan niat ke target.

Melalui kekuatan mantra dan meditasi, ‘gelombang batin’ ini dipercaya akan sampai ke pikiran dan jiwa orang yang dituju. Proses ini umumnya melibatkan:

  • Penyebutan nama lengkap dan tanggal lahir target secara berulang
  • Penggunaan media seperti bunga, dupa, air putih, dan lilin
  • Pembacaan mantra khas Puter Giling, biasanya dalam bahasa Jawa atau campuran Jawa-Arab
  • Meditasi atau semedi di tempat yang sunyi atau keramat
  • Laku puasa seperti mutih (hanya nasi putih dan air putih), tapa bisu (tidak bicara), atau tidak tidur beberapa hari

Sejarah dan Asal-Usul Kuno

Puter Giling diyakini sudah ada sejak zaman peralihan Hindu-Buddha ke Islam di Nusantara, sekitar abad ke-15 hingga 17 M. Ilmu ini lahir dari kebudayaan kejawen kuno, perpaduan antara kebatinan lokal dengan pengaruh filsafat Timur dan ajaran spiritual Islam.

Di masa itu, para petapa, cantrik, dan orang-orang yang menyendiri di gunung atau hutan sering melakukan olah batin untuk meraih pencerahan, kekuatan batin, atau kemampuan mempengaruhi realitas melalui kekuatan niat.

Puter Giling merupakan salah satu ajian yang muncul dari praktik tersebut, dengan kekuatan khusus pada aspek pengasihan.

Ada kemiripan nilai dengan ajian lain seperti Semar Mesem, Asmaragama, dan Jaran Goyang, tapi Puter Giling memiliki kekhasan yaitu membalik rasa dan memanggil kembali jiwa yang menjauh.

Baca Juga: 7 Weton Paling Gampang Jatuh Hati, Siap-siap Dicintai Secara Brutal! Mereka Bucin, Mudah Baper