TERUS bekerja. Melakukan razia. Setiap hari. Siang merazia toko penyedia minuman beralkohol (minol) golongan B dan C. Malam giliran tempat hiburan malam. Karaoke dan sejenisnya. Yang sediakan minuman keras. Beralkohol.
Semua penyedia dirazia. Besar dan kecil. Ternama dan ecek-ecek. Tidak tebang pilih!
Operasi memberangus peredaran minol itu dipimpin langsung Kapolresta Banyuwangi Kombespol Rama Samtama Putra. Sejak beberapa waktu lalu. Melibatkan pihat terkait. Ada Sarpol PP, Dinas Perhubungan, sampai DPM-PTSP.
Razia dalam kemasan patroli skala besar juga dilakukan. Yang ini nyepak nyandung. Selain razia miras juga mengantisipasi balap liar. Khusus yang terakhir itu, biasanya, marak pada Sabtu malam hingga Ahad dini hari. “Patroli sekala besar ini merupakan langkah preventif kami menjaga ketertiban, kenyamanan, dan keamanan masyarakat Banyuwangi,” tegas Kapolresta Rama.
Kerja tak kenal lelah aparat itu mendapat apresiasi dari masyarakat. Karena sejak Razia digiatkan, angka kriminalitas dan gangguan masyarakat bisa ditekan. Terutama yang disebabkan pengaruh miras.
Miras memang jahat. Sudah banyak buktinya. Banyak kejadiannya. Desember tahun lalu (2024), misalnya, seorang remaja 15 tahun tewas dihajar teman-temannya. Aksi itu dilakukan saat pesta miras. Para pelaku—yang tentu saja masih teler—membuang mayat korban di kebun naga. Berjarak 2,5 km dari lokasi kejadian. TKP-nya (Tempat Kejadian Perkara) sendiri merupakan rumah korban. Siswa salah satu SMP.
Sama seperti masyarakat, saya senang sekaligus bangga pada aparat. Doa terbaik untuk mereka. Terutama doa agar kegiatan mulia itu dilakukan secara istiqamah. Terus menerus. Jangan kasih kendor. Agar warga, utamanya anak-anak muda, Bumi Blambangan terselamatkan dari bahaya mirasantika (minuman keras dan narkotika).
Sejak zaman baheula, yang namanya mirasantika tak ada baik-baiknya. Sama sekali. Sebaliknya, mudaratnya lebih besar dari gunung Himalaya. Bahkan daya hancurnya melebihi gunung berapi yang paling berapi sekalipun. Bisa merusak masa depan bergenerasi-generasi.
Jauh-jauh hari, Bang Haji Rhoma Irama lewat lagunya ‘’Mirasantika’’ sudah mengingatkan dengan keras:
Minuman keras (miras), apa pun namamu
Tak akan kureguk lagi
Dan tak akan kuminum lagi
Walau setetes (setetes)
Dan narkotika (tika), apa pun jenismu
Page 2
Tak akan kukenal lagi
Dan tak akan kusentuh lagi
Walau secuil (secuil)
Gara-gara kamu orang bisa menjadi gila
Gara-gara kamu orang bisa putus sekolah
Gara-gara kamu orang bisa menjadi edan
Gara-gara kamu orang kehilangan masa depan.
Sudah berapa orang menjadi gila, putus sekolah, dan kehilangan masa depannya. Sangat banyak, pastinya. Mereka teperdaya mirasantika. Kasihan. Demi kesenangan sesaat, mereka rela mengorbankan segala-galanya. Ya dirinya, ya masa depannya.
Bukan tidak ada peraturan yang bisa menjerat penjual dan pengedar minol. Sudah ada payung hukumnya. Yakni, Perda Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol. Tapi ya itu. terlalu ringan hukumannya. Hanya selevel tipiring. Tindak pidana ringan. Seperti yang baru saja diputus Pengadilan Negeri Banyuwangi. Dua terdakwanya dihukum sangat ringan. Masing-masing hanya dijatuhi denda Rp 1 juta (subsider 7 hari kurungan) dan Rp 500 ribu (subsider 5 hari kurungan).
Hukuman yang ringan dalam perda itu disinyalir menjadi penyebab masih maraknya peredaran minol di Kota Gandrung. Sama sekali tak membuat kapok. Ancaman hukumannya tidak membuat jera. Fakta itu membuat prihatin. Rakyat prihatin. Wakil rakyat seharusnya lebih prihatin. Sebab, mereka adalah kepanjangan lidah rakyat. Keprihatinan anggota Dewan diharapkan bisa mendorongnya melakukan evaluasi terhadap Perda Minol. Lalu berinisiatif merevisinya. Dengan hukuman lebih berat. Misalnya, dedanya ditingkatkan jadi Rp 100 juta (subsider di atas 5 tahun). Atau, bahkan, lebih besar lagi.
Revisi atas perda itu lumrah dilakukan. Perda Nomor 1 Tahun 2020 sendiri merupakan perubahan atas Perda Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Pengawasan, Pengendalian, Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol. Jadi, tak ada alasan bagi legislator untuk tidak berani merevisi perda minol.
Selain dari Gedung Dewan, suara kencang mendukung Polresta berantas minol seharusnya juga datang dari kalangan agamawan. Wabilkhusus, dari organisasi keagamaan Islam. Tak terkecuali. MUI (Majelis Ulama Indonesia) bisa menjadi inisiatornya. Senafas dengan tugas utama UMI. Yakni, sebagai khadimul ummah dan shadiqul hukama’.
Wa ba’du. Polresta Banyuwangi sudah sudah istiqamah merazia minol. Juga aksi-aksi yang mengganggu ketertiban dalam masyarakat. Rakyat juga sudah memberi apresiasi tinggi. Tentu, kita berharap aparat tidak bosan melindungan warga dari ancaman minol.
Agar harapan itu menjadi doa dan obat kuat penambah semangat, dukungan moral dari kalangan agamawan sangat dibutuhkan. Dukungan moral itu akan menjadi legitimasi Kombes Rama dan jajaran dalam menegakkan perda minol sekaligus pesan agama.
Yuk kita lanjutkan nyanyi ‘’Mirasantika’’ bareng Bang Haji Rhoma: Sekarang tak-tak-tak-tak/ ‘Ku tak mau tak mau tak-tak-tak-tak-tak/ ‘Ku tak mau tak mau tak (‘ku tak mau tak)/ Sekarang tak-tak-tak-tak/ ‘Ku tak sudi tak sudi tak-tak-tak-tak-tak/ ‘Ku tak sudi tak sudi tak (‘ku tak sudi tak). (*)
Page 3
TERUS bekerja. Melakukan razia. Setiap hari. Siang merazia toko penyedia minuman beralkohol (minol) golongan B dan C. Malam giliran tempat hiburan malam. Karaoke dan sejenisnya. Yang sediakan minuman keras. Beralkohol.
Semua penyedia dirazia. Besar dan kecil. Ternama dan ecek-ecek. Tidak tebang pilih!
Operasi memberangus peredaran minol itu dipimpin langsung Kapolresta Banyuwangi Kombespol Rama Samtama Putra. Sejak beberapa waktu lalu. Melibatkan pihat terkait. Ada Sarpol PP, Dinas Perhubungan, sampai DPM-PTSP.
Razia dalam kemasan patroli skala besar juga dilakukan. Yang ini nyepak nyandung. Selain razia miras juga mengantisipasi balap liar. Khusus yang terakhir itu, biasanya, marak pada Sabtu malam hingga Ahad dini hari. “Patroli sekala besar ini merupakan langkah preventif kami menjaga ketertiban, kenyamanan, dan keamanan masyarakat Banyuwangi,” tegas Kapolresta Rama.
Kerja tak kenal lelah aparat itu mendapat apresiasi dari masyarakat. Karena sejak Razia digiatkan, angka kriminalitas dan gangguan masyarakat bisa ditekan. Terutama yang disebabkan pengaruh miras.
Miras memang jahat. Sudah banyak buktinya. Banyak kejadiannya. Desember tahun lalu (2024), misalnya, seorang remaja 15 tahun tewas dihajar teman-temannya. Aksi itu dilakukan saat pesta miras. Para pelaku—yang tentu saja masih teler—membuang mayat korban di kebun naga. Berjarak 2,5 km dari lokasi kejadian. TKP-nya (Tempat Kejadian Perkara) sendiri merupakan rumah korban. Siswa salah satu SMP.
Sama seperti masyarakat, saya senang sekaligus bangga pada aparat. Doa terbaik untuk mereka. Terutama doa agar kegiatan mulia itu dilakukan secara istiqamah. Terus menerus. Jangan kasih kendor. Agar warga, utamanya anak-anak muda, Bumi Blambangan terselamatkan dari bahaya mirasantika (minuman keras dan narkotika).
Sejak zaman baheula, yang namanya mirasantika tak ada baik-baiknya. Sama sekali. Sebaliknya, mudaratnya lebih besar dari gunung Himalaya. Bahkan daya hancurnya melebihi gunung berapi yang paling berapi sekalipun. Bisa merusak masa depan bergenerasi-generasi.
Jauh-jauh hari, Bang Haji Rhoma Irama lewat lagunya ‘’Mirasantika’’ sudah mengingatkan dengan keras:
Minuman keras (miras), apa pun namamu
Tak akan kureguk lagi
Dan tak akan kuminum lagi
Walau setetes (setetes)
Dan narkotika (tika), apa pun jenismu