Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Mengenal Ritual Buang Pengantin di Banyuwangi, Solusi Pantangan Ngalor-Ngulon

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

NASKAH ID – Dalam tradisi Jawa yang ada di beberapa desa di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menikah bukanlah semata-mata masalah cinta, tetapi karena kebutuhan.

Menurut kepercayaan yang berakar dalam masyarakat Jawa, terdapat pantangan dalam memilih calon pasangan. Salah satu pantangan yang terkenal adalah larangan memadukan arah rumah yang berbeda, yang dikenal sebagai Ngalor-Ngulon, yaitu pertemuan sudut Tenggara dan Barat Laut.

Menurut Supardi (62), seorang tokoh dari Desa/ Kecamatan Siliragung, melanggar pantangan tersebut akan menyebabkan masalah yang berkelanjutan dalam rumah tangga pasangan yang menikah. Oleh karena itu, semua anak dan keturunan tidak berani melanggar larangan ini dalam pernikahan mereka.

“Menurut ajaran dari ayah saya, begitulah yang diajarkan. Maka anak-anak saya juga sama, tidak boleh melakukan pernikahan Ngalor-Ngulon,” ujar Supardi pada, Kamis (1/6/2023).

Baca Juga: 4 Mitos Soal Gadis Dayak, Dari Ilmu Pemikat Hingga Bisa Hilangkan Alat Vital!

Putri bungsu Supardi pun dulunya harus menelan pahit karena kepercayaan ini. Hubungannya harus kandas saat dilarang keras Supardi menikah dengan seorang pria yang bertentangan arah rumah. Meski awalnya dipaksa patuh, namun pernikahan si bungsu Supardi ini berlangsung langgeng hingga saat ini memiliki 2 anak.

“Itu anak saya, nyatanya juga langgeng sampai sekarang. Dulunya ngeyel mau nikah dengan orang sana (beda arah),” ungkap Supardi sembari menunjuk arah.

Menurut Ki Asmoro Sampir, seorang dalang yang sering melakukan ritual ruatan, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari akibat buruk jika melanggar larangan pernikahan tersebut. Salah satunya adalah melalui pelaksanaan beberapa ritual berdasarkan kepercayaan Jawa yang berlaku.

Salah satu ritual yang dapat dilakukan adalah tradisi “buang pengantin”. Ritual ini melibatkan pembuangan salah satu dari kedua mempelai sebelum upacara pernikahan. Dalam praktiknya, salah satu pengantin harus diusir oleh orang tua dan tinggal di luar rumah selama beberapa hari.

Setelah dibuang, orang tersebut kemudian harus ditemukan atau dijemput kembali oleh orang tua dan dinikahkan dengan anak mereka. Selama 10 hari setelah pernikahan, pengantin yang dibuang tersebut tidak diizinkan untuk kembali ke rumah asalnya.

Baca Juga: Mantra Kuno Peluluh Hati Wanita, Semar Mesem dari Banyuwangi

“Salah satu calon pengantin harus diusir dan kemudian ditemukan oleh orang tua calon yang lain. Tujuannya adalah untuk mengabaikan pantangan arah tersebut agar pernikahan dapat dilangsungkan,” ungkap Ki Asmoro Sampir.

Ki Asmoro tidak dapat memberikan jaminan mengenai nasib buruk yang akan menimpa pasangan yang melanggar aturan tersebut. Baginya, urusan jodoh dan musibah merupakan misteri yang hanya diketahui oleh Sang Pencipta.

“Namun bukan berarti kita dapat mengabaikannya, karena kita hidup di tanah Jawa. Aturan dan kepercayaan ini sudah ada sejak zaman dahulu, sebelum penduduk Jawa yang ada sekarang lahir,” katanya.

source